Berita

ilustrasi

Syarat Pengajuan Capres Dipermudah Rawan Disalahgunakan

SELASA, 15 MEI 2012 | 09:33 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

RMOL. Usul Partai Gerinda dan diamini beberapa partai lainnya seperti Hanura dan PKS agar syarat partai bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada 2014 mendatang dipermudah dibanding syarat pada pemilihan presiden sebelumnya, dimaklumi.

"Ya, saya kira itu suara partai-partai menengah dan kecil yang saat ini memang berupaya memperbesar probabilitas capres di luar partai-partai besar yang sudah ada sekarang," ujar pengamat politik Gun Gun Heryanto kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Selasa, 15/5).

Partai yang lolos parliamentary treshold berdasarkan pemilu 2014 diusulkan bisa mengajukan pasangan capres-cawapres. Syarat untuk lolos ke DPR harus meraih suara minimal 3,5 persen. Sementara syarat pada pilpres 2009 lalu, harus partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di DPR atau meraup suara 25 persen secara nasional.

Bagi Gun Gun, sekilas ide itu menarik, karena akan memperbanyak munculnya tokoh-tokoh alternatif. Hanya saja sesungguhnya upaya penurunan syarat 25 persen pada Pemilu itu tidak bisa diturunkan secara frontal karena kepentingan mengakomodasi keinginan partai-partai menengah dan kecil tersebut. "Ini tidak bagus untuk proses konsolidasi demokrasi ke depan.

Selain itu, masih kata Gun Gun, apabila usul itu diterima, akan terlalu banyak capres dan politik transaksional akan semakin menguat karena sebaran kekuatan yang meluas.

Artinya, hal ini akan memungkinkan partai-partai kecil punya capres dengan opsi pertama, dia memosisikan capresnya sebagai 'shadow candidat' untuk memecah konsentrasi dan mentraksaksikan kandidatnya untuk 'the real candidat' di putaran kedua misalnya.

Opsi kedua, capresnya menjadi 'the real candidat' dengan modal nekat sehingga setelah kalah nanti akan terjadi koalisi pragmatis untuk power sharing.

"Menurut saya ini tidak sehat. Mendingan sejak awal partai-partai kecil dan menengah itu dari awal merancang koalisi permanen untuk memperkuat presidensialisme ke depan. Resiko koalisi setengah hati akan tereduksi jika sejak awal partai-partai itu melakukan koalisi permanen sejak awal pencalonan," demikian dosen komunikasi politik Universitas Paramadina ini. [zul]


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya