ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL. Warga Tionghoa Indonesia menilai pemerintah telah melupakan tragedi berdarah Mei 1998. Buktinya, sudah 14 tahun berlalu, tidak satu pun pelaku pengrusakan dan pemerkosaan terhadap warga Tionghoa diungkap.
Siang tadi, puluhan warga yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) menggelar peringatan tragedi Mei 98 di halaman parkir Mega Glodok Kemayoran, Jakarta Pusat. Acara diisi orasi, pembacaan puisi, penyampaian unek-unek alias curhat, dan pemutaran video esai tragedi Mei.
"Ini adalah gerakan untuk menolak lupa. Kami ingin mengingatkan pemerintah, agar peristiwa Mei 98 itu tidak terjadi lagi," kata Ketua Gerakan Muda Inti Hardy Stefanus di lokasi acara.
Hardy sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang hanya diam. Padahal, peristiwa Mei sangat menyakitkan warga Tionghoa. Meski sudah 14 tahun, luka atas peristiwa itu masih terasa. "Kita harap, pemerintah mau mengusut siapa aktor-aktor kejadian itu,†ujarnya.
Ketua Solidaritas Nusa Bangsa Ester Indahyani Yusuf mengingatkan, warga Tionghoa tidak hanya melakukan peringatan tragedi Mei, tapi juga melakukan aksi nyata. “Tidak sekadar melakukan peringatan. Tapi kita harus lawan rasisme, kekerasan, dan sikap panatik berlebihan pada golongan tertentu,†katanya saat orasi.
Pemilik nama asli Sim Ai Ling ini juga mengajak semua warga Tiongoa untuk melakukan karya terbaik untuk bangsa. Dia memahami, saat ini luka atas tragedi Mei 98 bagi warga Tionghoa masih terasa sakit. Tapi warga Tionghoa harus bangkit. “Kita harus bisa melakukan perubahan,†ujarnya.
Ibu Ruyati Darwin memilih curhat di acara itu. Dia mengenang putra sulungnya yang terbakar di Jogja Plaza Klender saat kerusuhan terjadi. "Dia tidak tahu apa-apa. Dia baru pulang ngajar dan lihat anak kecil yang minta tolong di atas Jogja Plaza. Dia naik untuk menolong. Tapi, dia tidak kembali. Dia terbakar di dalam gedung,†kisahnya.
Karena itu, dia tidak pernah lupa tragedi itu. Dia berjanji, akan terus menyerukan pemerintah agar tidak melupakan kejadian itu. “Selama saya hidup, saya akan menyerukan terus.â€
Ruyati bukanlah warga keturunan China. Dia warga Indonesia asli. Namun, anaknya jadi korban aksi brutal massa pada kerusuhan Mei 1998. "Etnis China bersama kami harus bersatu. Sebab, kita sama-sama korban," tandasnya.
Sesi pembacaan puisi dan kisah nyata korban Mei dilakukan oleh empat orang dari Komunitas Jelajah. Suasana langsung hening dan haru saat dibacakan kisah kekerasan dan pemerkosaan terhadap Clara.
Suasana tambah haru saat pemutaran video esai yang berjudul: Sapu Tangan Fang Yin, karya Denny JA. Video ini juga mengisahkan gadis Tionghoa yang diperkosa saat tragedi terjadi. Fang Yin harus mengungsi ke Amerika untuk melupakan kejadian itu.
Video berdurasi 48 menit ini berisi puisi yang dibacakan sastrawan Putu Wijaya. Namun, berbeda dengan puisi biasa, di dalamnya juga diisi aksi teatrikal dan iringan musik, sehingga mirip video klip.
Denny JA mengaku senang dengan Perhimpunan Inti yang tiap tahun memperingati tragedy Mei 1998. "Memang, tragedi itu harus dimaafkan, namun tak boleh dilupakan. Video saya ini diharapkan jadi bagian agar diskriminasi terhadap warga keturuan Tiongoa semakin terkikis,†katanya.
Saat ini, puisi esai itu sedang diterjemahkan dalam novel, teater dan film. "Ini adalah cara baru melawan isu diskriminasi melalui gerakan budaya," tandasnya. [zul]
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
UPDATE
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Senin, 22 Desember 2025 | 17:44
Senin, 22 Desember 2025 | 17:42
Senin, 22 Desember 2025 | 17:38
Senin, 22 Desember 2025 | 17:26
Senin, 22 Desember 2025 | 17:24
Senin, 22 Desember 2025 | 17:10
Senin, 22 Desember 2025 | 17:09
Senin, 22 Desember 2025 | 17:02
Senin, 22 Desember 2025 | 17:02