Berita

ilustrasi, rumah gayus

On The Spot

Tak Ada Kata “SEGEL” di Rumah Mewah Gayus

Bertandang ke Istana Koruptor Pajak
SELASA, 06 MARET 2012 | 08:56 WIB

RMOL.Kamis (1/3) Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Suhartoyo memvonis Gayus Tambunan 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan. Selain itu, harta kekayaan Gayus juga ikut disita, seperti uang sebesar Rp 74 miliar, mobil Honda Jazz, Ford Everest, rumah di Gading Park View, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan 31 batang emas masing-masing 100 gram.

Gayus dinyatakan bersalah untuk tiga kasus, yaitu menerima suap, gratifikasi dan melakukan pencucian uang.

Bagaimana kondisi rumah Gayus Tambunan setelah disita negara, Rakyat Merdeka melihat rumah Gayus Tambunan yang berada di Komplek Gading Park View, blok ZE 6 Nomor 1, Kelapa Gading, Jakarta Utara, kemarin siang (5/3).

Cukup mudah menemukan perumahan elit ini. Warga di sekitar Kelapa Gading sangat tahu rumah Gayus.

Tulisan Gading Park View  langsung menyambut, ketika menginjakkan kaki di sekitar perumahan ini. Tulisan itu me­nempel di plang beton berukuran 3x1 meter, posisinya di letakkan beberapa meter dari pintu ger­bang. Tulisan dari plat besi berwarna silver itu mudah terlihat karena cukup mencolok di pandang mata. Sehingga semakin memudahkan siapapun untuk menemukan kompleks yang posisinya berada di pinggir jalan raya Boulevard Timur itu.

Untuk sampai ke rumah Gayus, harus melewati pos penjagaan di gerbang utama. Ada dua orang pria berseragam satpam sedang berjaga di bagian tengah gerbang ini. Kedua satpam ini terlihat dengan ramah menyapa setiap mobil yang masuk dan keluar dari komplek ini.

Sesekali mereka mengangguk­kan kepala dan tak lupa memberi senyum kepada setiap kendaraan yang melintas. Untuk memper­ketat pengamanan, gerbang ini juga dilengkapi kamera CCTV.

Begitu menginjakkan kaki di pos ini, salah satu satpam pun menanyakan hendak mengun­jungi rumah siapa. Setelah mem­berikan penjelasan hendak mengunjungi rumah Gayus, ia pun meminta tanda pengenal. Mengetahui dari wartawan, petugas keamanan meminta meninggalkan kartu tanda pe­ngenal untuk ditukarkan dengan kartu tamu.

Setelah mendapat kartu tamu berukuran 10x6 cm, satpam me­nemani Rakyat Merdeka, untuk mengunjungi rumah Gayus, karena sesuai dengan peraturan yang ada setiap tamu yang masuk harus didampingi petugas keamanan.

Jarak antara gerbang dan tempat parkir menuju rumah Gayus tak begitu jauh, hanya sekitar 100 meter. Sebelum memasuki rumah harus melewai taman komplek. Di tempat ini terdapat jalan setapak yang terbuat dari conblok, kita akan melihat berbagai tanaman hias tumbuh subur di bagian kiri dan kanan taman ini.

Beberapa buah pohon besar juga terlihat menaungi taman ini. Daun pohon yang rindang membuat udara di taman ini terasa sejuk. Di tempat ini kita juga akan melihat kolam ikan dan bungalow.

Posisi rumah Gayus berada di hook, salah satu sisinya meng­hadap ke taman Rumah Gayus berada di Jalan Taman Puspa, Blok JE 6 Nomor 1. Ada delapan buah rumah yang saling berha­dapan dengan tipe Miltonia ini.

Rumah di tempat ini semuanya berlantai dua. Warna cat dinding­nya semuanya sama, perpaduan antara warna merah bata dan putih. Di bagian depan masing-masing rumah disediakan lahan kosong yang berfungsi menjadi taman. Karena posisi rumah Gayus yang berada di hook, maka mendapat taman yang lebih besar.

Suasana di rumah Gayus terli­hat sepi. Tidak terlihat aktivitas di tempat ini. Pintu gerbangnya digembok dari dalam. Pintu utama rumah ini terlihat terkunci rapat, begitu juga pintu bagian belakang. Pintu garasi di sisi kiri pintu utama juga tertutup rapat, tidak terlihat satu buah mobil pun yang parkir di tempat ini.

Walaupun pengadilan sudah memutuskan bahwa rumah ini disita negara, namun tidak ter­lihat kertas segel yang jamak dijumpai yang ditempel di depan rumah. Komandan Petugas Kea­manan Komplek Gading Park View, Maswiyoyono mengata­kan, rumah Gayus sudah disegel oleh pihak penyidik Bareskrim Mabes Polri semenjak akhir tahun 2010 lalu. “Kalau segel dari pengadilan belum ada. Mungkin dalam waktu dekat ini,” katanya.

Ia mengatakan, segel rumah tidak terlihat dari luar karena diletakkan di dalam. “Saya waktu itu diminta penyidik untuk menyaksikan penempelan segel,” katanya.

Suasana di rumah Gayus yang sepi berbanding terbalik dengan rumah yang berada disamping­nya, suasana terlihat ramai dengan banyaknya orang yang sibuk menyirami tanaman dan  ada yang sekedar mondar-mandir keluar masuk rumah.

Beberapa buah mobil juga terlihat parkir di pekarangan rumah tetangga Gayus ini. Sete­lah puas melihat rumah Gayus, akhirnya kembali ke gerbang dan menukar kembali kartu tamu dengan kartu pers yang ditahan. Waktu yang disediakan untuk melihat rumah Gayus tidak lebih dari 10 menit.

Maswiyoyono mengatakan, kondisi rumah Gayus Tambunan tidak ada yang berubah, sama seperti sebelumnya. “Selama disegel siapapun tidak boleh membuka rumah tersebut tanpa seizin penyidik,” katanya.

Ia mengatakan, selama ini pihak penyidik hanya meminta­nya untuk mengawasi rumah tersebut setiap harinya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Mengenai kebersihan rumah tersebut, pria yang sudah tiga tahun menjadi petugas keamanan ini mengatakan, sebulan sekali pembantu rumah tangga Gayus selalu datang ke rumah ini untuk membersihkan seluruh kaca dan perabotan rumah sehingga ter­lihat bersih seperti sekarang ini..

“Tapi yang dibersihkan hanya bagian luar, kalau bagian dalam tidak diperbolehkan. Apalagi kunci rumah ini masih dipegang penyidik,” katanya.

Pria yang mengenakan topi warna biru ini mengatakan, kedepannya seluruh awak media tidak diperbolehkan lagi melihat rumah Gayus karena ada larangan dari penyidik Bareskrim Mabes Polri dan warga yang tinggal di komplek ini. “Mereka terganggu bila ada banyak wartawan yang datang,” katanya.

Hanya Jalani Hukuman 16 Tahun

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, berdasarkan keten­tuan, Gayus tidak menjalankan seluruh masa hukuman yang dijatuhkan pengadilan.”Jadi kalau ada berbarengan perbuatan, seseorang melakukan perba­rengan perbuatan, baik itu ber­barengan dalam peraturan, per­buatan tindak pidana,akan dikenai salah satu tindak pidana yang tertinggi ancaman pidana­nya, ditambah sepertiga,” katanya.

Ia mencontohkan, jika seorang terpidana dikenai lima perbuatan tindak pidana dan divonis paling tinggi 18 tahun, dia hanya menjalani hukuman 18 tahun ditambah sepertiga dari 18 tahun itu. “Yang dikenakan 18 tahun, ditambah sepertiganya dari vonis maksimal itu,” jelasnya.

Kuasa Hukum Gayus Tambu­nan, Dion Pongkor mengatakan, hukum di Indonesia tidak me­nganut sistem hukum akumulatif. Artinya, Gayus yang sudah menjalani empat persidangan tidak akan menjalani hukuman penjara dari empat vonis yang diterimanya.

“Jika diakumulasi memang sebanyak 28 tahun. Tapi selain ada putusan yang belum tetap, sistem hukum di kita juga tidak menganut akumulasi,”tuturnya.

Menurutnya, sistem hukum di Indonesia mengambil vonis tertinggi dari seluruh kasus, kemudian ditambah sepertiga dari hukuman tertinggi tersebut. Artinya, untuk sementara vonis tertinggi Gayus adalah 12 tahun dari kasus PT Surya Alam Tunggal. “Dengan ditambah sepertiga jadi 16 tahun,” katanya.

Dion mengatakan, upaya pe­miskinan Gayus harus me­ne­rapkan asas-asas keadilan. Artinya, pemiskinan tidak hanya pada Gayus tetapi juga koruptor lainnya. “Intinya kami sepakat koruptor dimiskinkan. Tapi kenapa hanya Gayus? Kalau mau adil, seluruh pejabat negara harus mempertanggungjawabkan harta kekayaannya dengan pembuktian terbalik,” katanya.

Jika menggunakan pembuktian terbalik, dipastikan banyak pejabat yang harus dimiskinkan karena tidak bisa memper­tanggungjawabkan asal muasal harta kekayaannya.

Menurutnya, pihaknya hingga kini tetap berusaha agar putusan pemiskinan Gayus batal saat banding. “Kami merasa putusan itu tidak adil. Kami tidak anti pada pemiskinan koruptor tapi kenapa hanya Gayus? Kalau mau, hakim juga putuskan untuk miskinkan semua koruptor supaya adil,” katanya.

Dion mengatakan, pihaknya tetap berusaha agar Gayus bebas. Sebab, dalam banyak hal hakim tidak bisa membuktikan bahwa Gayus bersalah. “Intinya kami tetap banding hingga vonis untuk Gayus nol,” katanya.

Kuasa hukum Gayus Tam­bunan lainnya, Gloria Tamba  mengatakan, kehidupan Gayus saat ini sudah berbeda.” Ia nggak kerja lagi, otomatis penghasilan nggak ada,” katanya.

Mengenai berita yang beredar bahwa Gayus masih punya asset di Singapura, Gloria memban­tahnya. “Duit di Singapura nggak ada lagi,” katanya.

Gloria menyayangkan putusan hakim yang menyita seluruh harta Gayus. Karena itu, dia akan berusaha mengajukan banding untuk memperjuangkan nasib kliennya.

“Menurut aturan yang ada, hakim wajib mempertim­bangkan hidup dan kehidupan terdakwa dan keluarganya, namun majelis hakim ternyata tidak mempertim­bangkan hal tersebut di dalam putusannya,” katanya.

28 Tahun Untuk Gayus

Ini daftar hukuman yang ha­rus dijalani Gayus Tambunan; Pertama, Perkara penggela­pan pajak di PT Megah Citra Raya yang sidangnya dilang­sungkan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Vonis penga­dilan Gayus divonis bebas. Setelah jaksa mengajukan banding, bekas pegawai Ditjen Pajak ini dijatuhi vonis 8 tahun penjara.

Kedua, kasus pemalsuan paspor yang digunakan untuk jalan-jalan ke luar negeri. PN Tangerang memvonis Gayus Tambunan 2 tahun penjara.

Ketiga, kasus suap kepada hakim di PN Tangerang Muhtadi Asnun dan pengelapan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) sebesar 30 ribu dolar AS. Ia mendapat vonis selama 12 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.

Keempat, Pengadilan Tipikor menghukum 6 tahun penjara Gayus terkait empat perkara, yaitu.

1. Menerima gratifikasi terkait pengurusan pajak PT Bumi Resources, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Melalui Alif Kuncoro, Gayus menerima 3,5 juta dollar AS untuk mengurus sengketa pajak ketifa perusahaan besar tersebut.

Selain itu, ia juga didakwa menerima suap Rp 925 juta dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan kebe­ratan pajak PT Metropolitan Retailmart.

2. Kepemilikan uang 659.800 dolar AS dan 9,68 juta dolar Singa­pura yang diduga gra­tifikasi.

3. Pencucian uang atas ke­pemilikan uang tersebut.

4. Memberikan suap kepada beberapa polisi yang bertugas di Rumah Tahanan Mako Bri­mob, Kelapa Dua, Depok.

Putusan Pengadilan Sudah Tepat

Ketua Umum Pengurus Be­sar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menilai putusan majelis hakim Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merampas harta Gayus Halomoan Tambunan yang dinilai tidak jelas keab­sahannya sudah tepat. “Itu putusan tepat. Kami mendu­kung putusan serupa dijatuhkan kepada koruptor yang lain,” katanya.

Menurutnya, jika sikap tegas hakim yang menangani perkara Gayus bisa ditiru hakim yang lain, maka harapan untuk mem­berantas korupsi bisa terwujud. “Kalau hukumannya bukan hanya penjara, tapi juga diram­pas hartanya, orang akan ber­pikir seribu kali untuk korupsi,” katanya.

Bahkan, lanjut Said Aqil, NU mendukung hukuman yang lebih keras bagi koruptor yang terbukti membangkrutkan negara. “Kalau korupsinya su­dah pada taraf membang­krutkan, bukan sekedar merugi­kan, layak dihukum mati,” harapnya.

Dia mengatakan, NU sangat peduli terhadap gerakan pem­berantasan korupsi. Bahkan, Munas Alim Ulama NU, 25 - 28 Juli 2002, memfatwakan sanksi keras bagi pelaku tindakan yang dikategorikan kejahatan luar biasa tersebut.

Keputusan Munas itu me­nyebutkan, pelaku korupsi layak dijatuhi sanksi potong tangan sampai dengan huku­man mati sesuai dengan kua­litas kejahatan korupsi yang dilakukan dan efek dari perbua­tan tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya