Berita

Partai Demokrat

On The Spot

Lorong Sepanjang 30 Meter Dipadati Pelapor Dari Daerah

Menyambangi Kantor Komisi Pengawas Demokrat
JUMAT, 02 MARET 2012 | 09:37 WIB

RMOL. Komisi Pengawas Partai Demokrat umurnya memang baru hitungan bulan, tapi gaungnya membuat kader-kader bermasalah di Demokrat seperti ketakutan. Lembaga yang dipimpin Letjen (Purn) TB Silalahi ini lagi giat-giatnya melakukan ‘pembersihan’ kader-kader Demokrat bermasalah.

Kantor Komisi Pengawas Partai Demokrat berlokasi di lan­tai 9 Menara Sudirman, Jakarta Pusat. Masuk ke dalam kantor disambut pintu masuk selebar 1,5 meter dari kaca.

Untuk membukanya harus mencet tembol di tembok sebelah kanan. Pintu terbuka, langsung berhadapan dengan meja resep­sionis.  Seorang perempuan me­lemparkan senyum ketika Rakyat Merdeka tiba, Selasa siang (28/2). Setiap pengunjung yang ingin masuk lebih dalam, harus izin.

Di belakang meja recepsionis terdapat back drop bertuliskan “ASP Law Firm”. ASP kepan­jangan dari Amir Syamsuddin and Patner.

Kantor Komisi Pengawas Par­tai Demokrat menempati bebe­rapa ruangan di kantor hukum milik Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang sebelum­nya menjabat Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat.

Di sisi kanan dan kiri meja re­sepsionis terdapat lorong. Di se­belah kiri untuk karyawan kantor hukum Amir Syamsudin, di se­belah kanan untuk operasional anggota Komisi Pengawas.  

Masuk ruangan di sebelah kanan terdapat lorong sepanjang 30 meter. Lorong selebar satu me­ter ini terasa padat karena pulu­han anggota Partai Demokrat yang berasal dari berbagai daerah berdiri di tengah jalan sambil me­nunggu dipanggil untuk me­nga­du­kan masalahnya.  

Disisi kanan dan kiri ruangan tersedia ruangan-ruangan kecil ber­ukuran 3x3 meter, tempat ker­ja para staf Komisi Pengawas. Di tengah-tengahnya terdapat satu ruangan cukup lebar berukuran 3 x 7 meter, tempat rapat anggota Ko­misi Pengawas.

Di ruang tunggu, terlihat dua pria duduk serius. Belakangan, yang pertama bernama Supri­yo­no. Dia duduk santai di ruang tunggu kantor Komisi Pengawas Partai Demokrat yang berada lantai 9 Menara Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman Kav 60, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa siang (28/2).

Sambil membawa dokumen di tangan kanannya, kader Partai  De­mokrat Kabupaten Banjar, Ka­limantan Selatan ini sesekali membuka dokumen yang dipe­gang­nya.”Lagi nunggu panggilan dari Komisi Pengawas,” kata pria yang menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Banjar ini.

Pria berkacamata ini datang ke Ko­misi Pengawas Partai De­mok­rat untuk melaporkan salah satu pengurus Dewan Pimpinan Ca­bang Partai Demokrat Kabupaten Banjar yang diduga melakukan pe­malsuan dokumen terkait ban­tuan dana dari Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Ne­geri (Kesbangpol Kemendagri).

“Nilainya mencapai puluhan juta rupiah. Saya ingin anggota Komwas bisa secepatnya me­mang­gil orang yang bersang­ku­tan, agar kasus ini menjadi jelas,” katanya.

Ia juga ingin anggota Komwas bisa  memperbaiki perilaku be­be­rapa pengurus Partai Demokrat di Kabupaten Banjar sehingga citra partai bisa lebih baik lagi ke­depannya.

“Kalau hal ini dibiarkan terus, saya khawatir bisa mem­pe­nga­ruhi suara partai pada pemilu 2014,” katanya

Lain lagi yang dilaporkan Mat­­ludin. Ketua Dewan Pim­pi­nan Anak Cabang (DPAC) Ang­sana, Kabupaten Tanah Bumbu, Ka­li­mantan Selatan ini mela­porkan anggota DPR dari Dapil Kalsel yang melakukan inter­ven­si kepa­da Dewan Pimpinan Ca­bang (DPC) Tanah Bumbu se­hingga cu­kup mengganggu ja­lannya ke­pe­ngurusan di ka­bu­paten tersebut.

“Saya minta Komisi Pengawas segera memanggil anggota DPR yang bersangkutan, dan memin­ta­nya agar tidak terlalu dalam men­campuri urusan DPC,” katanya.

Dia yakin laporannya akan ditanggapi Komwas, karena Partai Demokrat yang didirikan Presiden SBY selalu mem­berikan kebebasan berpendapat bagi ka­der-kader yang ada diba­wah­nya.

Benny K Harman ‘Disidang’ 7 Anggota Komisi Pengawas

Terkait Tim Pencari Fakta Kasus Wisma Atlet

Selain dua tamu dari daerah, siang itu, di ruang rapat Komisi Pengawas Demokrat berkumpul tujuh anggota Komisi Pengawas plus Wakil Ketua Komisi Penga­was Suaidi Marasabessy. Hadir juga kdaer Demokrat sekaligus Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman.

Menurut Sekretaris Komisi Pe­ngawas Partai Demokrat, Su­martono Radjiman, Benny dimin­tai keterangan seputar ada tid­ak­nya Tim Pencari Fakta (TPF) da­lam kasus Wisma Atlet yang me­nyerat bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Dia mengatakan, Komisi Penga­was merupakan perangkat dari Sekretariat Dewan Kehor­ma­tan yang bertugas melakukan pe­nyelidikan dan verifikasi terha­dap kader-kader yang melanggar etika, moral dan hukum, baik ting­kat pusat maupun daerah.

Benny, kata Sumartono, men­ja­wab bahwa TPF itu ada, tapi ti­dak pernah direalisir dan disah­kan DPP Partai Demokrat.

Selain memanggil Benny, pria berkaca mata ini menjelaskan, Ko­misi Pengawas telah me­mang­gil beberapa kader Demokrat yang selama ini sering saling se­rang di media. Kader-kader se­perti ini dinasihati agar tidak lagi berbicara di publik yang justru kontraproduktif dan merusak citra partai.

Sumartono mengungkapkan, sejak dibentuk, Komisi Pengawas terus didatangi kader-kader De­mokrat. Mereka melaporkan ba­nyak hal. “Setiap hari ada pu­lu­han pengaduan yang masuk dari para kader di berbagai daerah. Mulai masalah Musda-Muscab maupun permasalahan lainnya,” katanya.

Meski bertugas melakukan pe­meriksaan kepada kader-kader bermasalah, kata Sumartono, Ko­misi Pengawas tak bisa me­mu­tus­kan sendiri. Komisi Pengawas ha­nya bertugas memberikan re­ko­mendasi yang disampaikan kepada Dewan Kehormatan.

“Nantinya Dewan Kehormatan yang memutuskan apakah rekomendasi dari kita, diterima atau tidak,” katanya.

Bila rekomendasi diterima, De­wan Kehormatan akan mengirim surat ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat untuk me­realisasikan rekomendasi tersebut.

Sebetulnya, kata Sumartono, anggota Komisi Pengawas yang berjumlah 11 orang tidak mau terlalu jauh mencampuri kebija­kan yang dikeluarkan DPP Partai Demokrat. Tapi karena terjadi ber­bagai permasalahan di partai ini, pihaknya harus siap meneri­ma berbagai laporan kader di tingkat bawah. “Soal kebenaran atau tidaknya laporan tersebut, kita akan mengkaji lebih dalam,” katanya.

Sumartono enggan membe­ber­kan kader-kader Demokrat ber­masalah yang direkomendasikan ke Dewan Kehormatan agar di­be­rikan sanksi. “Itu domain De­wan Kehormatan dan tidak akan di­bocorkan keluar,” katanya.

Sumartono berharap kepada semua kader partai tetap kompak dan bersatu menghadapi semua ma­salah. “Sesuai intruksi Ketua De­wan Pembina Pak SBY, kalau sa­lah katakan salah, bila benar katakan benar,” jelasnya.

TB Silalahi:

Kalau Punya Bukti Bawa Ke Sini

Komisi Pengawas (Komwas) Partai Demokrat telah dibentuk tiga bulan lalu, Ketua Komisi Pengawas TB Silalahi menga­kui wajar  bila ada kader yang mendatanginya dan melaporkan

banyak hal. “Kader yang da­tang mengadu ke Komisi Pe­ngawas itu sudah berjalan sejak dua minggu lalu,” kata TB.

Menurutnya,  ada macam-ma­cam pengaduan, ada yang mengatakan money politics ada juga yang bilang paska mu­sya­warah cabang yang tidak beres. “Itu sudah kita tampung. Nah sekarang kebetulan Diana dari Su­lawesi ini udah kayak seleb­ritis. Dia ngomong di Manado dan dicover media elektronik dan ditonton se-Indonesia, jadi terbentuk sebuah opini yang lebih hebat lagi,” katanya seusai memeriksa bekas Ketua DPC Demokrat Minahasa Tenggara, Diana Maringka.

Diana diperiksa karena ‘ber­koar-koar’ ke media bahwa dia menerima uang ratusan juta ser­ta BlackBerry saat Kongres Partai Demokrat di Bandung.

“Bu Diana itu  kami panggil. Kami juga mengatakan ke Diana, kalau Anda mencintai par­tai dan kalau anda benar-be­nar punya bukti, kenapa harus teriak-teriak di media, datang saja ke Komisi Pengawas,” tegas TB.

TB memberikan kesempatan kepada Diana dan tiga te­man­nya yang juga bekas Ketua DPC untuk menjelaskan masa­lah­nya dan memberikan bukti-bukti terhadap tuduhannya.

“Para pemeriksa masih be­kerja. Bukti itu juga kan belum tentu bukti. Masih harus ada ke­jelasan lebih lanjut. Peme­rik­sa­an ada di bawah pimpinan Wa­kil Ketua dan bekas Jaksa Ting­gi, serta lawyer sekitar 7 orang,” katanya.

Angelina & Sudewo Sudah Jadi Korban, Lainnya Tunggu

Beberapa kader Demokrat ber­masalah sudah diberikan sank­si. Misalnya, Angelina Sondakh yang jadi tersangka ka­­sus Wisma Atlet sudah di­leng­serkan dari Wakil Sekjen Partai De­mokrat, meski dia masih tetap menjabat anggota DPR. Ke­mu­dian Sudewo di­non­aktifkan se­bagai Sekretaris Divisi Pe­mbi­naan Organisasi DPP Partai De­mokrat karena dianggap banyak meninggalkan tanggung jawab­nya sebagai anggota DPR .

Ketua Komisi Pengawas, TB Silalahi mengatakan, Sudewo diberhentikan dari DPP agar berkonsentrasi kerja di DPR. Selama ini, waktu Sudewo lebih banyak dihabiskan mengurusi Musda dan Muscab Partai De­mokrat di daerah seluruh Indo­nesia. “Tugas di DPR itu sangat penting,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Ko­misi Pengawas, Suaedy Ma­ra­sabesy mengatakan, Partai Demokrat tidak akan memberi hukuman kepada Muhammad Nasir atas kesalahan melakukan pelanggaran kode etik DPR. Se­bab, hukuman yang diberikan Badan Kehormatan DPR dinilai sudah cukup bagi Nasir. “Tidak ada hukuman dua kali untuk ke­salahan yang sama,”  katanya.

Suaedy mengatakan, huku­man dari Badan Kehormatan untuk kakak Muhammad Na­za­ruddin itu sudah cukup. Huku­man tersebut akan menjadi catatan bagi Demokrat.

“Kalau ada dari Badan Ke­hormatan itu sudah cukup. Jadi sudah menjadi catatan partai. Apalagi yang bersangkutan anggota DPR,” katanya.

Suaedy menjelaskan, tugas Komisi Pengawas Partai De­mok­rat adalah untuk menga­wa­si anggota, dan memberi cata­tan bagi Dewan Kehormatan Partai Demokrat. “Komwas punya tu­gas untuk mengawasi. Ini yang men­jadi catatan kami,” tutupnya.

Badan Kehormatan DPR, Selasa (28/2), memberi sanksi teguran tertulis kepada Nasir karena melakukan kesalahan etik saat menjenguk Muham­mad Nazaruddin di Rumah Ta­nanan Cipinang, Jakarta.

Adik M. Nazaruddin ini di­minta tak mengulangi lagi ke­salahan serupa. Nasir juga di­re­komendasikan Badan Ke­hormatan agar tak ditem­patkan di Komisi III DPR. Kemudian, Fraksi Demokrat menggeser Na­sir ke Komisi XI. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya