Berita

ilustrasi

Mengapa Greenpeace Tak Persoalkan Limbah Racun dari Belanda dan Inggris

SENIN, 13 FEBRUARI 2012 | 23:40 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Akhir Januari lalu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menemukan 113 kontainer berisi limbah scrap steel di Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kesemua kontainer berasal dari dua negara Eropa, yakni Inggris dan Belanda.

Pemerintah Indonesia mengecam keras perbuatan Inggris dan Belanda yang melanggar Basel Convention tersebut.

"Kami sangat menyesalkan sikap Inggris dan Belanda yang tidak mentaati Basel Convention yang diratifikasi sendiri oleh kedua negara tersebut guna menjadi acuan dalam ekspor-impor," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo ketika mengunjungi lokasi kontainer berisi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) itu.

Pekan lalu giliran Komisi III DPR RI yang bereaksi keras dengan mendatangi Ditjen Bea dan Cukai untuk mendengar keterangan lebih jelas mengenai proses kedatangan kontainer-kontainer beracun itu.

Sampai sejauh ini, pihak yang berwenang sedang mengusut kasus ini. Namun satu hal yang cukup menarik perhatian adalah sikap LMS asing Greenpeace yang dikenal peduli pada persoalan lingkungan hidup. Mengapa Greenpeace tak bersuara?

Sikap diam LSM lingkungan asing, terutama Greenpeace, diduga karena selama ini menerima bantuan dari pihak-pihak di Inggris dan Belanda.

"Di tahun 2010 Greenpeace menerima 2.250.000 poundsterling atau Rp 31 miliar dari lotere Belanda. Data itu jelas terlihat di situs Greenpeace," ujar Koordinator Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani, di Jakarta, Senin siang (32/2).

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Kepala Greenpeace Indonesia Nur Hidayati membantah menerima dana dari asing. Menurutnya, Greenpeace memiliki 30 ribu donatur individu di Indonesia dan tiga juta di seluruh dunia. Setiap donatur menyumbang setidaknya Rp 75.000 per bulan.

Ini adalah konsekuensi sebagai organisasi yang demi independensi tidak bersedia menerima dana dari pemerintah dan perusahaan mana pun, maka tulang punggung kampanye penyelamatan lingkungan Greenpeace. Organisasi yang punya kantor pusat di Belanda ini juga memiliki badan hukum Indonesia dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

  Anggota Komisi III DPR RI, Syarifudin Suding, juga menyampaikan hal senada. Donasi dari Belanda, dan juga mungkin Inggris, inilah yang menguatkan dugaan kenapa Greenpeace memilih tutup mulut.

“Anehnya, aktivis lingkungan terutama Greenpeace tidak mengambil sikap yang tegas. Padahal, mereka selama ini selalu bersuara lantang tentang lingkungan. Kenapa tidak ada protes, kenapa Greenpeace diam saja, itu harus dipertanyakan,” tegas dia.

"Siapapun kekuatan di belakang itu harus ditindak tegas. Karena ini sudah jelas mengobrak-abrik harkat dan martabat bangsa. Ini tidak akan terjadi kalau tidak ada orang kuat. Ini menjadi tugas bea cukai dan kepolisian untuk mengusut. Pemerintah juga harus punya sikap tegas. Kita diminta sebagai paru-paru dunia, tetapi di sisi lain kok dikirimi limbah. Ini tidak adil namanya," sambungnya. [dem]  

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya