RMOL. Jumlah pilot dan awak kabin yang ketahuan mengonsumsi narkoba bertambah. Sabtu dinihari (4/2), aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Saiful Salam (44), pilot maskapai Lion Air di Surabaya. Ia positif menggunakan sabu. Padahal, dua jam lagi akan menerbangkan pesawat ke Makassar.
Aturan penerbangan sangat jelas: pilot dilarang mengÂguÂnaÂkan narkoba. Sebab bisa memÂbahayakan penerbangan. JaÂnganÂkan mabuk, pilot yang diketahui tidak fit saja tak dilarang meÂnerÂbangkan pesawat.
Untuk menjaga kelaikan meÂnerÂbangkan pesawat, pilot wajib menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin. Cukup mengÂheÂranÂkan pemeriksaan itu tak bisa menÂdeteksi penggunaan narkoba.
Kenapa bisa pilot “pecandu†lolos dari pemeriksaan keseÂhaÂtan? Rakyat Merdeka pun berÂkunjung ke Balai Kesehatan PeÂnerbangan yang terletak di Jalan Kota Baru Bandar Kemayoran Blok 11 Nomor 4, Jakarta Pusat.
Balai ini berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Diresmikan pada 23 April 2009 oleh Jusman Syafii Djamal, Menteri Perhubungan saat itu. Pembangunannya mengÂhabiskan dana Rp 11,788 miliar.
Balai Kesehatan Penerbangan ini telah memiliki certificate of medical untuk pemeriksaan keÂseÂhatan para personil penerÂbaÂngan sesuai standar International Civil Aviation Organization (ICAO) Regulation Part 67.
Balai ini berfungsi sebagai temÂpat pemeriksaan kesehatan terÂhadap awak pesawat dan perÂsonel operasi penerbangan. Juga melakukan penelitian terhadap kesehatan di bandara.
Balai Kesehatan Penerbangan menempati gedung berlantai emÂpat. Gedung ini berdiri di lahan seluas 1.000 meter persegi. MeÂmasuki gedung terlihat ruangan yang cukup luas. Di sini terdapat beberapa loket pendaftaran peÂmeÂriksaan keuangan. Puluhan kursi tunggu ditata rapi di depan loket-loket itu.
Di kaca salah satu loket dipaÂjang informasi mengenai waktu layanan pemeriksaan. Yakni Senin sampai Kamis mulai dari pukul 07.30 sampai 16.00 WIB. SemenÂtara untuk Jumat buka sampai 16.30 setelah dipotong masa istiÂrahat pukul 11.30 sampai 13.00.
Setelah melewati loket penÂdafÂtaran terdapat lima ruangan yang berukuran sama yakni 3x6 meter. Inilah ruang pemeriksaan fisik. Di dalam ruangan disediakan satu tempat tidur dan meja untuk dokÂter yang melakukan pemeriksaan. Sebuah komputer disediakan di meja ini untuk mencatat hasil pemeriksaan.
Sebuah lemari kaca diletakkan menempel di dinding. Lemari ini untuk menyimpan alat-alat peÂrikÂsa. Persis di belakangan loket penÂdaftaran terhadap ruangan yang lebih besar. Ukuran 6x7 meÂter. Ruangan ini adalah laboÂraÂtorium. Ruang pemeriksaan mata, THT, rontgen dan jantung terletak di lantai dua.
Dokter pemeriksa di Balai ini berjumlah 15 orang. Ada 100 staf kesehatan dan pegawai yang berÂtugas di sini. Saat Rakyat MerÂdeÂka berkunjung Senin lalu (6/2) suasana di lantai satu gedung Balai Kesehatan Penerbangan tamÂpak lengang.
Achmad Abdullah duduk sanÂtai di ruang tunggu pemerikÂsaÂan di dekat loket pendaftaran Ketua Kelompok Tenaga Medis Balai Kesehatan Penerbangan ini meÂngisi waktu dengan berbincang dengan rekannya. “Kami meÂnungÂgu orang yang datang peÂriksa,†katanya.
Abdullah menjelaskan, Balai ini tak hanya melakukan pemeÂriksaan terhadap pilot, tapi juga awak kabin, petugas air traffic control (ATC) hingga petugas laÂpangan di bandara.
Pemeriksaan untuk pilot paling banyak dibanding kru penerÂbaÂngan lainnya. Meliputi peÂmeÂrikÂsaan fisik, darah, urine, mata, audio, gigi, rontgen dan jantung. Walaupun banyak, kata Abdullah, semua pemeriksaan itu hanya butuh waktu setengah jam.
Bila hasil pemeriksaanya baik (fit), Balai akan mengeluarkan serÂtifikat kesehatan. Sertifikat ini meÂrupakan syarat utama untuk memÂperoleh lisensi terbang. NaÂmun bila hasilnya tidak baik (unfit), dokÂter akan menyarankan agar beÂrÂobat. Misalnya, bila hasil peÂmeriksaan menunjukkan kadar asam urat yang tinggi, dokter akan memÂberikan resep obat penurunnya.
Bila dianggap perlu melakukan pemeriksaan lanjutan, Balai akan merujuk ke Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) milik TNI AU.
Orang yang tidak lolos bisa datang ke Balai dua minggu lagi untuk menjalani pemeriksaan kesehatan ulang. “Bila masih gaÂgal, dia harus memperbaiki keÂseÂhaÂtannya sampai mendapatkan serÂtifikat kesehatan,†kata Abdullah.
“Biaya sekali pemeriksaan bervariasi, tergantung banyaknya item yang diperiksa. Tapi yang pasti tidak lebih dari Rp 700 ribu,†ungkap dia.
Balai ini melakukan pemerikÂsaÂan kesehatan terhadap awak peÂnerbangan dari semua masÂkaÂpai. “Setiap hari rata-rata ada 100 awaÂk penerbangan yang mengaÂjukan sertifikat kesehatan,†kata dia.
Sesuai standar ICAO, seluruh pilot dan awak penerbangan haÂrus menjalani pemeriksaan keÂseÂhatan setiap enam bulan sekali. Bila tak dilakukan yang berÂsangÂkutan tak boleh terbang.
“Kami (Kemenhub) termasuk paling ketat dalam cek kesehatan karena enam bulan sekali. Di negara lain bahkan ada yang setahun sekali,†katanya.
Lamanya rentang jadwal peÂmeÂriksaan membuat pilot yang meÂngonsumsi narkoba bisa lolos. Abdullah menjelaskan kanduÂngan narkoba di air seni (urine) akan hilang dalam waktu 2x24 jam. Sementara di darah 3x24 jam. “Bisa lolos karena sudah berÂsih (dari narkoba) sebelum menjÂalani pemeriksaan,†katanya.
Penggunaan narkoba juga dapat dideteksi dari rambut. Jejak narkoba bertahan di rambut hingÂga 3 bulan setelah pemaÂkaian. “Tapi kita tidak punya alat untuk mengetes itu. Yang punya Badan Narkotika Nasional,†aku AbÂdullah.
Lisensi Dicabut, Dipecat Pula
Karier Saiful Salam sebagai pilot sudah tamat. Selain harus berÂurusan dengan hukum karena menggunakan sabu, lisensi terÂbangÂnya dicabut Kementerian PerÂhubungan. Lion Air juga telah memecay pria berusia 44 tahun ini.
Dirjen Perhubungan Udara KeÂmenterian Perhubungan, Herry Bakti S Gumay mengatakan, liÂsensi pilot Lion Air berinisial SS telah dicabut. “Jadi profesi dia berÂhenti,†katanya.
Pencabutan lisensi terbang bagi pilot yang kedapatan mengonÂsumsi narkoba ini untuk memÂbeÂriÂkan efek jera. “Dengan tindakan tegas ini kita berharap semua jadi bersih, pilot lain akan berpikir ulang untuk melakukan kesaÂlaÂhan yang sama,†katanya.
Direktur Umum Lion Air EdÂward Sirait menegaskan pihaknya memecat Saiful Salam. “(Dia) tidak akan pernah menjadi pilot di Lion Air lagi,†katanya. “Para piÂlot semestinya menaati peraÂtuÂran dan tahu apabila mengÂgunaÂkan narkoba itu dilarang,†kata dia.
Edward mengatakan tindakan tegas ini diambil karena Lion Air tidak menolerir pilot yang berÂmain-main dengan keselamatan penumpang.
Untuk diketahui, Saiful Salam ditangkap di Hotel Garden PaÂlaca, Surabaya pada Sabtu (4/2) pukul 03.30 WIB. Aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menggeledah kamar 2109 tempat Saiful menginap dan menemukan sabu seberat 0,04 gram dan alat penghisapnya.
Penangkapan itu dilakukan 2,5 jam sebelum Saiful menerÂbangÂkan pesawat Lion Air jurusan Surabaya-Makassar-Balikpapan-Surabaya. Tes urine menunÂjukÂkan pilot itu positif mengonsumsi sabu.
BNN Usul Pilot Dites Setiap Bulan
Pemeriksaan Kesehatan Bisa Dikelabui
Sejumlah pilot dan awak kaÂbin Lion Air ditangkap kaÂreÂna meÂngonsumsi narkoba. MasÂkaÂpai penerbangan yang memÂpeÂkerjakan mereka mengklaim suÂdah melakukan pemeriksaan keÂsehatan saat rekrutmen.
Lalu kenapa bisa lolos? Hasil pemeriksaan menunjukkan meÂreka layak untuk terbang. “Kami mengira ada calon pilot yang tidak menggunakan narÂkoÂba sebelum ikut tes. Jadi haÂsilÂnya pun negatif,†kata DiÂrekÂtur Umum Lion Air Edward Sirait.
Manajemen Lion Air pun meÂrasa dikelabuhi setelah seÂjumÂlah pilot dan awak kabin keÂtaÂhuÂan memakai narkoba dan diÂtangkap aparat. “Mereka lebih liÂhai diÂbanding kami,†kata Edward.
“Untuk menghindari keboÂhoÂngan dalam tes, kami akan meÂmiÂkirkan untuk menggunakan metode baru dalam tes peneÂriÂmaan,†kata Edward.
Saiful Salam, pilot Lion Air yang ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di Surabaya, Sabtu lalu (4/2) meÂngaku sudah mengonsumsi narÂkoba sejak tahun 2010.
“Saat ditangkap alasannya frusÂtasi, karena istri dan anak SS menghilang atau kabur dari ruÂmah,†ujar Sumirat DwiÂyanÂto, Kepala Humas BNN seperti diÂkutip inilah.com.
Sesuai aturan organisasi peÂnerÂbangan internasional, ICAO, pemeriksaan kesehatan terÂhaÂdap pilot dilakukan setiap enam bulan sekali. Lebarnya jarak pemeriksaan kesehatan itu bisa memberi kesempatan pengguna narkoba membersihkan diri sebelum menjalani tes.
Untuk menghindari hal itu, BNN mengusulkan memÂperÂpenÂÂdek rentang pemeriksaan. “Jadwal biasa enam bulan seÂkaÂli, kami sedang upayakan agar jadi sebulan sekali,†kata Sumirat.
“Kalau tingkat kecanduannya rendah, selama dua pekan hingÂga sebulan saja tidak mengÂkonÂsumÂsi darahnya bisa bersih,†kata dia. Dengan jadwal pemeÂrikÂsaan yang pendek, pilot dan awak penerbangan yang meÂngoÂnÂsumsi narkoba bakal terdeteksi.
Selain mengubah jadwal, BNN akan memeriksa secara acak dan mendadak. “Kami akan mengetes secara acak seÂjumlah pilot yang akan menerÂbangkan pesawat,†katanya,
Sumirat menjelaskan, aturan yang menaungi pemeriksaan itu adalah surat edaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian PerhuÂbuÂngan nomor HK010/1/1/DRJU-2012 tertanggal 12 Januari 2012. Isinya mengenai standar prosedur pencegahan terkait penyalahgunaan narkoba oleh personel operasi pesawat udara.
BNN sudah meneken nota keÂsepahaman dengan KeÂmenÂterian Perhubungan. PemerikÂsaan narkoba tak hanya untuk para pilot, melainkan nakhoda, masinis, maupun juru mudi lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17