Berita

Miranda S Goeltom

On The Spot

Miranda Minta Jangan Dijebloskan Ke Tahanan

Jadi Tersangka Baru Kasus Cek Pelawat
SABTU, 28 JANUARI 2012 | 09:30 WIB

RMOL. Toyota Alphard hitam dan Toyota Crown abu-abu parkir di rumah bernomor 14 yang terletak di Jalan Sriwijaya, kawasan elite Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Rumah berlantai dua dengan garasi di basement itu tampak sepi. Kedua gerbangnya tertutup rapat. Rumah yang terletak di sudut jalan itu milik Miranda S Goeltom.

Kamis lalu (26/1), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tersangka baru kasus suap pemilihan deputi gu­bernur senior pada tahun 2004.

Status Miranda yang sebe­lum­nya hanya saksi dalam kasus pe­nyuapan terhadap anggota Ko­misi IX DPR ditingkatkan men­jadi tersangka.

Miranda adalah pemenang dalam pemilihan itu. Kasus ini lebih dikenal sebagai kasus cek pelawat. Sebab, suap diberikan da­lam bentuk cek pelawat (tra­velers cheque).

Tak berapa lama setelah di­umumkan sebagai tersangka, Mi­randa akhirnya buka mulut. Saat ditemui di rumahnya, Miranda mengaku terkejut dengan pene­tapan dirinya sebagai tersangka kasus cek pelawat.

“Sebagai manusia saya ter­kejut. Selama ini saya merasa saya benar-benar sudah koo­pe­ra­tif dan saya percaya bahwa KPK tetap akan melaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dasarnya,” katanya.

 â€œSisi lain saya merasa apa ya lega juga lah supaya semua se­le­sai terang, cepat selesai,” sam­bung Guru Besar Fakultas Eko­nomi UI ini.

Menurut dia, kasus ini sudah bergulir sejak 2008. Selama ini Mi­randa merasa tersudutkan. “Sampai sekarang saya kan opini publik sudah sedemikian rupa. Saya merasa berkepentingan kok, supaya selesai terang benderang dan jelas semua,” katanya.

Kendati demikian, Miranda me­ngaku belum memikirkan me­minta perlindungan hukum ke­pada Bank Indonesia. “Tugas saya adalah untuk menerangkan se­jelas-jelasnya, sebenar-benar­nya, dan sesungguh-sung­guh­nya,” katanya.

“Dan saya merasa itu adalah jalan terbaik karena bahwa yang paling berkepentingan untuk segera selesai ini adalah saya, bukan yang lain,” tambahnya.

Sebagai warga negara yang baik, Miranda mengaku akan menjalani semua proses hukum. “Meski seperti saya katakan tadi, saya tidak menyangka akan me­lalui proses seperti ini,” katanya.

Sebelumnya Miranda mengaku telah mendengar dirinya bakal jadi tersangka. Informasi itu bu­kan dari orang KPK melainkan dari temen-temannya

“Saya malah tahu dari teman yang menelepon saya. Ketika teman saya telepon, saya jawab ti­dak tahu telah ditetapkan seba­gai tersangka,” katanya. Saat itu, Miranda sedang berada di Yog­yakarta. Miranda mengakui per­nah bertemu sejumlah anggota DPR menjelang pemilihan.

“Karena satu jam (pemaparan) itu tidak cukup untuk me­nyam­paikan visi dan misi, makanya saya berusaha menemui anggota DPR,” katanya.

Saat fit and proper test, Komisi IX DPR hanya memberikan wak­tu satu jam kepada masing-ma­sing calon deputi gubernur senior untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya.

Lantaran merasa waktu itu tak cukup, Miranda kahirnya mene­mui 15 anggota dari Fraksi PDI Perjuangan. “Tidak pernah saya bertemu berdua-duaan. Hal itu sudah saya jelaskan,” katanya.

Miranda berjanji akan me­ngung­kapkan dari mana uang untuk menyuap anggota DPR. Juga membeberkan siapa sponsor dalam pemilihan yang akhirnya dimenangkannya.

“Di dalam persidangan nanti saya akan mengungkapkan apa yang saya tahu. Itu termasuk si­apa sang pemilik dana dalam kasus tersebut,’’ katanya.

Walapun telah menjadi ter­sang­ka, Miranda meminta tak di­tahan. Dia beralasan selama ber­status saksi telah bersikap koo­pe­ratif kepada KPK.

“Dengan ketaatan seperti itu, sungguh saya berharap bahwa tidak ada penahanan karena saya ada di sini, kalian bisa lihatkan saya keluar masuk rumah ini, ini kan rumah saya,” katanya.

Miranda menuturkan, hanya dua kali mengelak dari panggilan KPK. Itu pun bukan disengaja. Tapi karena ada keperluan. Sete­lah itu, Miranda selalu memenuhi panggilan KPK.

“Sejak 2008 kalau dipanggil se­bagai saksi untuk para ter­sangka, sebelumnya saya tidak per­nah tidak hadir. Hanya satu kali saya minta mundur dari pukul 10.00 WIB ke pukul 13.00 WIB, karena saya waktu itu sebagai promotor dari doktor pro­fesor di UI, saya harus menjalani sidang itu,” katanya.

Kemudian, Miranda mangkir dari panggilan KPK karena sedang berada di luar negeri. “Se­hingga saya tidak hadir dua kali itu. Dan kemudian sesudah saya kembali langsung saya yang pe­nuhi panggilannya,” ucapnya.

Setelah buka mulut mengenai kasus yang menjeratnya, Miranda memilih mengurung diri di ru­mahnya. Ini diakui seorang pria berkulit gelap yang keluar dari da­lam rumah Miranda. Kepada Rakyat Merdeka, ia mengaku pen­jaga rumah ini. “Ibu tidak mau diganggu dulu,” kata dia.

Tersangka Masih Boleh Ngajar Di UI

Setelah tak lagi menjadi pe­jabat di Bank Indonesia, Miranda Goeltom kembali mengajar di Uni­versitas Indonesia. Ia mem­beri kuliah di Fakultas Ekonomi.

Saat ini sedang libur semester sehingga tidak ada aktivitas per­kuliahan. Miranda pun tak datang ke kampus untuk mengajar.

“Kalau waktunya mengajar dia selalu datang,” kata Katno, staf akademik Fakultas Ekonomi UI.

Pria berbaju batik ini me­nga­takan, pada semester ganjil 2011/2012 Miranda mengajar semester satu. Mata kuliah yang diajarkan Pengantar Ilmu Ekonomi. Mi­randa juga mengajar mata kuliah Bank Sentral untuk mahasiswa semester tujuh.

“Dia ngajar seminggu sekali hari Senin saja. Jam 8 pagi dan jam 2 siang dengan lama me­ngejar selama 2,5 jam,” katanya.

Untuk semester genap ini, Kat­no belum tahu apakah Miranda masih diberi jatah mengajar. Apa­lagi dia juga berstatus tersangka. “Ketua Prodi (Program Studi) Ekonomi yang tahu masalah itu,” katanya.

Sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi, Nanin mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah Miranda bisa mengajar untuk semester genap. Keputusan ini akan diambil dalam rapat Dekanat Fakultas Ekonomi.

“Dua minggu lagi baru ada ra­pat, dari situ bisa diketahui apa­kah ibu Miranda masih dipercaya lagi untuk mengajar atau tidak,” katanya.

Menurut Kepala Kantor Sek­retariat Pimpinan UI Devi Rah­mawati, Miranda adalah salah satu guru besar di UI.  “Dia masih bisa mengajar walaupun sudah menjadi tersangka,” katanya

Devi juga mengatakan, status Miranda sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di UI masih aman ka­rena belum ada putusan menge­nai kasus yang terjeratnya. “Jadi Miranda masih bisa beraktifitas sebagaimana mestinya,” katanya.

Namun bila sudah ada putusan hukum yang bersifat tetap yang menyatakan bahwa Miranda ber­salah dan diancam hukuman lima tahun ke atas, dia akan diber­hen­tikan dari status PNS dan dosen, serta tidak akan memperoleh pensiun.

Agus Condro Masih Curiga Nunun: Gusti Allah Ora Sare

Agus Condro, bekas anggota DPR yang membongkar kasus cek pelawat ini menyambut baik langkah KPK menetapkan bekas deputi gubernur senior Bank In­donesia Miranda Goeltom se­ba­gai tersangka.

Menurutnya,  penetapan ter­sang­ka Miranda menjadi pintu ma­suk bagi KPK untuk mem­bong­kar penyandang dana 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar yang mengalir ke DPR saat pemilihan.

“Ini merupakan pintu masuk un­tuk memburu rente yang men­sponsori suap. Keterangan Mi­randa itu pasti akan berbeda dari saksi-saksi lainnya,” kata Agus.

Menurut Agus, keterangan Nu­nun Nurbaeti dan suaminya, Adang Daradjatun yang dipakai un­tuk menjerat Miranda. Sehing­ga KPK pun bisa menetapkannya sebagai tersangka.

“Jika Nunun tidak tertangkap, tidak mungkin Miranda jadi ter­sangka. Karena kalau dari ke­te­rangan saya dan teman-teman saja tidak cukup untuk menukik ke Miranda,” ujarnya Agus tidak tahu penyandang dana suap cek pelawat yang disebar tersangka Nunun Nurbaeti ke Senayan. Ia juga sanksi Miranda mampu membeli 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar.

“Kalau dari penghasilan (Mi­randa) kan tidak mungkin pasti nombok. Kan suapnya yang ke­ta­huan saja Rp 24 miliar. Kalau dari penghasilan, dia kan sekitar Rp 15 mil­iar, masak nombok,” katanya.

Agus menduga pimpinan fraksi termasuk Fraksi PDIP saat itu tahu siapa sponsor pemilihan itu. “Penyandang dana itu pimpinan yang tahu. Logikanya pimpinan fraksi Tjahjo Kumolo dan Panda Nababan, pasti tahu lah. Karena, itu perintah partai dan tidak mung­kin fraksi PDI Perjuangan berjalan sendiri,” katanya.

Nunun Nurbaeti lewat kuasa hukumnya Ina Rahman turut me­nyambut baik langkah KPK me­netapkan Miranda sebagai ter­sang­ka kasus cek pelawat.

“Alhamdulillah, Tuhan tidak ti­dur. Siapa pun yang menjadi ter­sangka baru dalam kasus TC (tra­velers cheque) ini adalah ke­we­na­ngan KPK,” katanya.

Ina berharap penyidik KPK da­pat bekerja profesional dalam menangani kasus ini tanpa ada tekanan maupun intervensi dari pihak manapun.

“Kami berharap proses hukum terhadap klien kami cepat selesai dan KPK dapat bersikap secara profesional dan proporsional ter­hadap kasus ini,” katanya.

Ina mengatakan pihaknya kini le­bih fokus pada kesehatan Nu­nun. “Tapi bagi kami, kesehatan klien kami lebih penting dan pa­ling utama,” katanya.

Menurut dia, kondisi kesehatan Nunun belum membaik. “Saat ini Ibu Nunun sangat lemah,” kata Ina. Saat ditanya kemungkinan Mi­randa akan mengungkap siapa penyandang dana cek pelawat ini, Ina tak mau berkomentar.

“Kami tidak bisa berharap ada tersangka baru atau tidak, itu kem­bali ke hasil penyelidikan KPK. Kalau ada, ya silakan se­mua kem­bali ke sana,” katanya.

KPK Masih Butuh Info Dari Miranda

Belum Lakukan Penahanan

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) telah mene­tapkan Miranda Goeltom sebagai ter­sangka kasus cek pelawat. Tapi komisi yang dipimpin Abraham SAmad belum akan melakukan penahanan terhadap bekas deputi gubernur senior BI itu.

“Berdasarkan hasil ekspose, dan pedalaman terhadap kasus cek pelawat maka kasus ini, kami tingkatkan dari pe­nye­lidikan ke penyidikan terhadap seorang tersangka, inisial saja, jadi kami tingkatkan statusnya MSG dalam kasus cek pela­wat,” kata Samad saat me­ngu­mumkan status baru Miranda Kamis lalu (26/1).

Miranda dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Un­dang-undang tentang Pem­be­ran­tasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan 2 atau Pasal 56 KUHP, dengan anca­man hukuman pidana penjara maksimal selama 5 tahun dan atau pidana denda paling ba­nyak Rp 250 juta.

Abraham menegaskan, KPK tak berhenti di Miranda. Tapi akan terus menggali kasus ter­se­but, termasuk mengungkap pe­nyandang dana 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar itu.

KPK akan mengorek se­jum­lah informasi dari Miranda un­tuk mengembangkan kasus ini. “Kalau dalam perk­emba­ngan­nya (penyidikan) ke depan yang bersangkutan harus di­tahan, ya di­lakukan penaha­nan,” katanya.

Abraham  mengatakan, ada sebuah tradisi di KPK bahwa penahanan terhadap tersangka dilakukan jika berkas per­ka­ra­nya lengkap dan akan diajukan ke pengadilan. Ini untuk mem­permudah penanganan.

BI Ogah Kasih Bantuan Hukum

Terlibat Kasus Di Luar Dinas

Bank Indonesia bersedia memberikan bantuan kepada bekas deputi gubernur senior Miranda Goeltom. Asalkan ka­sus yang menjeratnya berkaitan dengan tugas.

“Intinya kalau kasusnya berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas di BI itu akan ada bantuan dari hukum dari BI,” kata Gubernur BI, Darmin Nasution.

Tetapi, lanjut Darmin, kalau tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas-tugas di BI, pihaknya tidak bisa mem­beri­kan bantuan hukum.

Sebelumnya, Darmin me­ngang­gap kasus suap dalam pe­milihan deputi gubernur senior BI itu sebagai sejarah yang ha­rus diingat agar tak terulang lagi di masa mendatang.

“Memang kami tidak tahu kasus ini siapa yang mengambil inisiatif. Bahwa terjadi di Bank Indonesia itu menyedihkan,” ujarnya.

Darmin mengaku kasus suap deputi gubernur senior BI telah memberikan pelajaran kepada dirinya. Untuk itu dia bertekad di bawah kepemimpinannya, para calon anggota deputi gu­bernur yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) diminta mem­buat surat pernyataan.  

Isi surat itu menyatakan siap mundur jika belakangan dike­tahui melakukan penyuapan saat fit and proper test. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

Penyelundupan BBL Senilai Rp13,2 Miliar Berhasil Digagalkan di Batam

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39

Perkuat Konektivitas, Telkom Luncurkan Layanan WMS x IoT

Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13

Pesan SBY ke Bekas Pembantunya: Letakkan Negara di Atas Partai

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49

Wasit Ahmed Al Kaf Langsung Jadi Bulan-bulanan Netizen Indonesia

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21

Fraksi PKS Desak Pemerintah Berantas Pembeking dan Jaringan Judol

Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00

Jenderal Maruli Jamin Pelantikan Prabowo-Gibran Tak Ada Gangguan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47

Telkom Kembali Masuk Forbes World’s Best Employers

Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30

Indonesia Vs Bahrain Imbang 2-2, Kepemimpinan Wasit Menuai Kontroversi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59

AHY Punya Kedisiplinan di Tengah Kuliah dan Aktivitas Menteri

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38

Mantan Panglima Nyagub, TNI AD Tegaskan Tetap Netral di Pilkada 2024

Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17

Selengkapnya