Amrun Daulay
Amrun Daulay
RMOL.Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin menjatuhkan hukuman 17 bulan penjara kepada bekas Dirjen Bantuan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Amrun Daulay dalam kasus pengadaan mesin jahit dan sapi yang merugikan negara sekitar Rp 15 miliar.
Majelis hakim memvonis, Amrun yang kini anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai DeÂmokrat itu, terbukti terlibat kasus korupsi pengadaan mesin jahit merek JITU dan sapi asal AusÂtralia jenis steer brahman cross di Kemensos pada 2004.
“Majelis menjatuhkan pidana selama satu tahun lima bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 buÂlan dikurangi masa tahanan,†kata Ketua Majelis Hakim Mien TrisÂnawati ketika membacakan voÂnis di Pengadilan Tipikor, JaÂlan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut majelis hakim, AmÂrun terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan meÂnyaÂlahgunakan wewenang, sehingga menguntungkan diri sendiri dan orang lain dalam pengadaan meÂsin jahit dan sapi untuk bantuan sosial itu.
Hukuman untuk Amrun itu, lebih ringan dari tuntutan jaksa peÂnuntut umum (JPU). JPU KPK menuntut Amrun 2,5 taÂhun penÂjara dan membayar denÂda Rp 100 juta.
Berdasarkan amar putusan majelis hakim, Amrun secara sah dan meyakinkan melakukan tinÂdak pidana korupsi bersama-sama terdakwa lain, dan meÂlanggar Pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pasal 65 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Ketika menjabat sebagai DiÂrektur Jenderal Bantuan dan JaÂminan Sosial tahun 2003-2006, Amrun menyalahgunakan keweÂnaÂngannnya dengan melakukan penunjukan langsung, saat melaÂkukan pengadaan barang dan jasa. Persisnya, dia melakukan peÂnunjukan langsung terhadap PT Ladang Sutera Indonesia (LaÂsindo) pimpinan Musfar Aziz daÂlam pengadaan mesin jahit.
Dalam putusan majelis dijelÂasÂkan, Amrun terbukti merumuskan dan menentukan standarisasi tekÂnik setelah mendapatkan arahan Menteri Sosial Bachtiar ChamÂsyah. “Hal itu dibuktikan dengan surat Bachtiar Chamsyah tanggal 7 April 2004 yang meng-ACC penunjukan langsung tersebut, maka terdakwa melakukan MOU dengan PT Lasindo.â€
Sedangkan pada pengadaan sapi dari Australia, Amrun meÂnunjuk langsung PT Atmadhira Karya milik Iken Nasution (almarhum) sebagai perusahaan rekanan. “Negara telah dirugikan Rp 1,966 miliar pada pengadaan sapi dari Australia, sehingga unsur kerugian negara telah terÂpeÂÂnuhi. Terdakwa sudah mengÂguÂÂnaÂkan jabatannya untuk melaÂkuÂkan tindak pidana korupsi,†samÂbung anggota majelis hakim Tati Hadianti.
Hal yang memberatkan AmÂrun, dia menindaklanjuti arahan Bachtiar Chamsyah untuk penunÂjukan langsung, sehingga berlaku tidak profesional dan membuat persaingan tidak sehat dalam proses pengadaan di Departemen Sosial. Hal yang meringankan, Amrun berlaku sopan dan belum pernah dihukum.
Amrun menyatakan pasrah atas puÂtusan hakim yang mengÂhuÂkumÂnya 17 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kuÂrungan. “Saya pasrahkan saja keÂpada Allah,†katanya, seusai meÂnyimak putusan majelis hakim itu.
Amrun tidak buru-buru menyaÂtaÂkan banding, namun akan meÂmiÂkirkan terlebih dahulu putusan majelis hakim tersebut. “Saya diberi kesempatan untuk pikir-pikir selama seminggu, dan itu akan saya pergunakan dengan baik,†ujarnya.
Hal yang sama juga disamÂpaiÂkan JPU Supardi dan kawan-kaÂwan. Mereka akan memikirkan terÂlebih dahulu putusan majels haÂkim, sebelum menyatakan banÂding atau tidak. “Kami juga akan piÂkir-pikir selama tujuh hari, seÂperti yang diÂlakukan terdakwa,†katanya daÂlam persidangan.
Bekas Mensos Dihukum 20 Bulan Penjara
Sebelum bekas Dirjen BanÂtuan dan Jaminan Sosial Amrun Daulay dijatuhi hukuman 17 buÂlan penjara, bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sudah lebih dahulu divonis terlibat perkara korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi impor untuk banÂtuan sosial.
Pada 22 Mei 2011, Majelis HaÂkim Pengadilan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor), Jakarta, menÂjatuhkan hukum satu tahun delaÂpan bulan atau 20 bulan penjara kepada Bachtiar Chamsyah.
Menurut majelis hakim, BachÂtiar terbukti telah memerintahkan kuasa pengguna anggaran dan pimpinan bagian proyek di KeÂmenÂsos untuk memenangkan piÂhak tertentu sebagai pelaksana proÂyek pengadaan.
Salah satunya pengadaan meÂsin jahit merek JITU pada tahun 2004 hingga 2006. PT Ladang Sutera Indonesia ditetapkan seÂbaÂgai rekanan dengan penunjukan langsung. Musfar Azis selaku DiÂrektur Utama PT Ladang Sutera diÂduga melakukan penggeÂlemÂbungan harga pada pengadaan tersebut.
Sedangkan PT Atmadhira KarÂya milik mendiang Iken NasuÂtion, diduga melakukan pengÂgeÂlemÂbungan harga pada pengaÂdaÂan sapi impor.
Bachtiar yang menjadi Menteri Sosial periode 2001-2004 dan 2004-2009, terjerat tiga perkara seÂkaligus, yakni pengadaan meÂsin jahit, sapi impor dan sarung untuk bantuan sosial. Dugaan kerugian negara dalam tiga kasus itu sebesar Rp 36 miliar.
Sedangkan Amrun, hanya terÂbukti terlibat dua kasus korupsi, yakni pengadaan mesin jahit dan sapi impor dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 15 miliar. BachÂtiar mulai ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai terÂsangka di Lembaga PemaÂsyaÂraÂkatan Cipinang, Jakarta Timur pada 4 Agustus 2010.
Pada salah satu kesempatan seusai diperiksa penyidik di GeÂdung KPK, Jakarta, Bachtiar meÂnyatakan, yang bertanggung jawab secara teknis dalam peÂngaÂdaan itu adalah anak buahnya.
“Waktu itu saya sebagai menÂteri. Menteri hanya mengurus kebiÂjakan. Menteri tidak tahu soal teknis. Urusan teknis itu, ya uruÂsannya direktorat,†ujar politisi PPP ini.
Bachtiar bersikukuh bahwa dia tidak bersalah dalam kasus peÂngaÂdaan mesin jahit, sapi dan sarung tersebut. “Kan ada eselon satu, dua, tiga. Ah, kalian tahulah siapa orangnya. Masa wartawan tak tahu. Ya tentu Dirjen saya, namanya Amrun, Direktur saya, namanya Mulyono. Mantapkan,†bebernya.
Seiring waktu, bekas anak buah Bachtiar, Amrun Daulay ditetapkan KPK sebagai terÂsangka. Hingga akhirnya, Amrun yang kemudian menjadi anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu, menjalani perÂsiÂdaÂngan di Pengadilan Tipikor, JaÂkarta, sebagai terdakwa.
Kemudian, Amrun divonis maÂjelis hakim terbukti terlibat perÂkara korupsi pengadaan mesin jaÂhit dan sapi impor.
Calon Koruptor Tidak Takut
Syarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding mengÂharÂgai putusan Majelis Hakim PeÂngadilan Tipikor, Jakarta, terÂhadap bekas Dirjen Bantuan JaÂminan Sosial Kementerian SoÂsial Amrun Daulay.
Sebagai institusi yang meÂmeriksa dan mengadili terÂdakÂwa, lanjut Syarifuddin, majelis hakim tentu mesti melalui peÂrÂtimÂbangan matang sebelum mengeluarkan putusan.
“Hakim tentu memiliki perÂtimbangan daÂlam memutus seÂbuah perÂkara, dengan melihat hal meÂriÂnganÂkan dan memÂbeÂratkan,†katanya.
Meski demikian, Syarifuddin mengaku prihatin mendengar ringannya putusan hakim dalam banyak perkara korupsi yang meÂrugikan negara miliaran ruÂpiah. “Kita prihatin melihat baÂnyak vonis hakim tipikor yang beÂlum memberikan efek jera bagi para calon koruptor,†tandasnya.
Dia mengingatkan, masyaraÂkat berharap korupsi diberantas dan dicegah, dengan cara memÂberikan hukuman yang tegas dan berat kepada koruptor. “Yang ada sekarang, koruptor semakin menjamur. Soalnya, hukuman yang ringan tidak membuat caÂlon koruptor takut,†tandasnya.
Menurutnya, diperlukan keÂsaÂtuan komitmen untuk memÂberantas korupsi melalui voÂnis-voÂnis berat bagi koruptor. “KaÂlau tuntutan jaksanya saja renÂdah, maka putusan hakim tenÂtuÂnya bisa lebih rendah,†ujarnya.
Syarifuddin melihat, tuntutan jaksa juga belum menunjukkan keseriusan dalam memberikan efek jera kepada calon koruptor. Sehingga, muncul keinginan masyarakat agar harta kekayaan koruptor dirampas negara. KoÂruptornya pun dihukum seberat-beratnya.
“Kenyataannya sekarang, saat keluar penjara, koruptor teÂtap dihormati karena uang meÂreka masih banyak,†ujarnya.
Dia menegaskan, selama peÂnegak hukum tidak tegas keÂpaÂda para koruptor, selama itu pula negara ini akan jadi ladang korupsi yang subur.
Akibat Pengawasan Yang Lemah
Rouf Qusyairi, Sekjen Kaukus Muda Indonesia
Sekjen LSM Kaukus Muda Indonesia Rouf Qusyairi meÂnilai, kasus korupsi pengadaan mesin jahit dan sapi impor ini, menunjukkan lemahnya peÂngaÂwasan terhadap proses peÂngadaan barang dan jasa di keÂmenterian.
“Inspektorat jenderal serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terÂÂkesan lalai dalam meÂngaÂwasi pengadaan barang dan jasa,†katanya.
Indikasinya, lanjut Rouf, terÂlihat dari semakin banyaknya peÂjabat yang melakukan koÂrupÂsi anggaran negara melalui peÂngadaan barang dan jasa.
Dia menyebutkan, kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Kementerian KeÂsehatan dan Kementerian Agama merupakan contoh perÂkara penggelembungan harga dan penyalahgunaan wewenang yang tidak terpantau badan pengawas. “Ada inspektorat jenderal dan BPKP, tapi korupsi tetap saja marak,†tandasnya.
Rouf berharap, badan pengaÂwaÂsan mengubah paradigÂmaÂnya, yakni menjadi proaktif meÂmantau setiap pengadaan baÂrang dan jasa yang dilakukan kementerian atau departemen.
“Kalau pengawasannya lebih ketat, dan sistem pengaÂwaÂsanÂnya diubah total, maka peÂnunÂjuÂkan langsung tidak akan terÂjadi lagi.â€
Rouf menambahkan, sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003, pengadaan barang dan jasa di lembaga negara mesti melalui lelang terbuka jika nilainya miliaran rupiah.
Hendaknya, tambah Rouf, badan pengawas menjalankan pemantauan berdasarkan kepres tersebut, agar tidak terjadi lagi korupsi pada pengadaan barang dan jasa.
“Di setiap kementerian ada badan pengawas, mereka harus tongkrongi prosesnya dari awal sampai akhir.â€
Dia malah curiga, institusi peÂngawas dijadikan alat untuk meÂlegitimasi permainan kotor peÂjabat pemerintahan. “KerjaÂan badan pengawas adalah seÂbagai alat kontrol, bukan hanya melaÂkukan supervisi seperti sekarang.â€
Menurutnya, jika proses peÂngadaan barang dan jasa tidak diawasi dari awal, maka kasus serupa akan terus terjadi. Selain itu, kerugian negara juga bisa diÂminimalisir jika badan peÂngaÂwas seperti inspektorat jendral dan BPKP proaktif. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30