Berita

sby/ist

Hendardi: Rezim SBY adalah Rezim Kata-kata!

SELASA, 10 JANUARI 2012 | 17:47 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah rezim kata-kata. Rezim yang tidak punya karya nyata. Bukti terbaru rezim kata-kata itu adalah tidak adanya upaya nyata untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan aparat negara terhadap rakyat di Bima, Mesuji, dan sejumlah daerah lain.

Demikian mengemuka dalam diskusi rutin yang diselenggarakan Rumah Perubahan 2.0 bertema “Kekerasan Negara di Daerah, antara Tanggung Jawab dan Retorika" Selasa (10/01). Diskusi menghadirkan Guru Besar Fakultas Psikologi UI Prof Hamdi Muluk, Direktur Setara Institut Hendardi, mantan Anggota DPR M Hatta Taliwang, dan aktivis rakyat Bima Muchlis Abdullah.

Menurut Hendardi, kekerasan di Bima dan Mesuji berakar pada konflik agraria dan pengusahaan sumber daya alam (SDA). Di dua daerah tersebut, sangat nyata adanya bukti-bukti terjadinya pelanggaran hak azasi manusia (HAM) karena hak-hak rakyat dirampas. Untuk itu, lanjut dia, seharusnya Komnas HAM sudah bisa bertindak tanpa diminta, bukannya menjadi subordinat TGPF. Bahkan pada kasus Bima, Komnas HAM malah menyamakan data-datanya dengan Polisi.


"Semua ini jadi bukti rezim SBY hanyalah rezim kata-kata. Bukan rezim yang kerja nyata. Kita segera mereformasi agraria, menghapus imunitas pelaku kekerasan, perbaiki kepolisian, dan putus mata rantai bisnis keamanan. Namun semua itu sangat tergantung kepada presiden. Pada kasus Freeport, Mesuji, dan Bima, misalnya, SBY tidak melakukan apa-apa. Dia hanya sibuk mengeluhkan adanya soal-soal kekerasan, tanpa ada tindakan tegas apa pun. Karena itu, rezim ini harus segera diakhiri," ujar Hendardi.

Sementara itu, terkait konflik rakyat dengan pemilik modal, Ketua Komite Tetap Investasi Indonesia Bagian Tengah KADIN Indonesia, Muhammad Solikin mengatakan, ada dua macam pengusaha. Yaitu pengusaha hitam dan pengusaha putih. Para pengusaha putih sulit eksis karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha hitam berkroni dengan pejabat, bahkan istana.

"Saat ini berusaha lebih sulit dibandingkan masa VOC. Indonesia sudah menjadi negara mafia yang penuh dengan kronisme, setoran kepada para pejabat, jenderal, polisi, jaksa bahkan sampai istana. Sebetulnya kalau mau sejahtera gampang saja. Serahkan 30 persen SDA untuk rakyat, 20 persen untuk BUMN/BUMD, dan sisanya kepada investor besar. Kalau hal ini tidak bisa dilakukan dengan peraturan dan UU, mari kita lakukan secara paksa," tukas Solikin yang juga Koordinator Indonesia Bermartabat.

Tokoh nasional perubahan Rizal Ramli yang didaulat bicara menyatakan sependapat dengan Hendardi, bahwa rezim sekarang adalah rezim kata-kata. Rezim yang tidak memiliki karya nyata untuk rakyatnya. Karenanya, lanjut dia, sudah saatnya rakyat mengakhiri rezim yang menurut para tokoh ulama adalah rezim pembohong ini.

"Saya ingatkan kepada mereka semua, bahwa situasi saat ini jauh lebih kondusif dibandingkan tahun 1998. Lagi pula, gerakan sekarang bukanlah people power yang mudah dibelokkan kekuatan neolib. Gerakan kita saat ini adalah people movement, gerakan rakyat, sebagaimana gerakan rakyat pada masa sebelum kemerdekaan. Rakyat sekarang sudah cerdas dan tidak mudah dibajak lagi oleh kekuatan-kekuatan lama," papar Rizal Ramli yang juga Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan.

Di sisi lain, Rizal Ramli yang mantan Menko Perekonomian itu memastikan, bahwa gerakan rakyat kali ini adalah gerakan damai. Dia juga minta agar SBY tidak menggunakan aparat keamanan untuk bertindak keras, apalagi sampai menyebabkan jatuhnya korban.

Senada dengan itu, Koordinator Indonesia Bersih Adhie M Massardi meminta seluruh elemen masyarakat menyiapkan diri untuk aksi pada 12 Januari 2012. Aksi yang dimotori Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara di sepanjang jalur Pantura dan Jalur Tengah Jawa ini, juga akan melibatkan sedikitnya 30 organisasi rakyat di seluruh Indonesia.  Antara lain mahasiswa, buruh, nelayan, kepala desa, petani pedagang, kaki lima, umat lintas agama, dan lainnya.

"Di Jakarta, aksi akan dipusatkan pada dua titik, yaitu di Istana dan DPR. Kita tidak akan anarkis. Aksi kita damai. Tapi kalau rezim ini berlaku keras, kita tidak akan takut. Pendek kata, mereka jual kita beli. Justru kekerasan yang mereka tunjukkan akan semakin mempercepat kejatuhan rezim SBY," pungkas Adhie. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya