Satu persatu donatur di Indonesia mulai meninggalkan Greenpeace. LSM asing yang belakangan jadi sorotan publik. Mereka menyesal pernah menjadi donatur LSM yang berkantor pusat di Belanda itu.
Salah seorang yang menyesal itu adalah Nina Marlina. Menurut pengakuan seorang karyawan di perusahaan kimia itu dirinya menjadi donatur Greenpeace sejak 2009 hingga Oktober 2011.
"Saya sudah keluar dari donatur Greenpeace. Saya baru tahu bahwa perjuangan Greenpeace tidak murni, tapi sarat kepentingan asing," kata pemilik ID donatur Greenpeace 21067, Senin siang (9/1).Â
Nina berkenalan dengan Greenpeace ketika ia mengunjungi pameran di Jakarta Convention Center (JCC). Pihak Greenpeace yang membuka stand di JCC membujuknya menjadi donatur.
"Saat itu Greenpeace membujuk saya menjadi donatur dengan alasan untuk menyelematkan lingkungan. Prosesnya, dengan cara pemotongan tabungan bank secara debit. Belakangan saya baru sadar, tiap bulan Greenpeace memotong rekening saya dari BCA Rp 75 ribu. Saya menyesal. Lebih baik saya sumbangkan ke yatim piatu," tutur Nina.
Setelah menjadi seorang donatur, Nina hanya memperoleh buletin bulanan dan laporan kegiatan Greenpeace. Ia sama sekali tidak pernah mendapatkan laporan keuangan. Hal ini juga membuat Nina kesal dan meninggalkan Greenpeace.
"Begitu saya memutuskan berhenti jadi donatur, saya tutup langsung tabungan BCAÂ agar tidak terjadi pemotongan berlanjut," imbuhnya.Â
Bagus Adhitya Rama juga senasib dengan Nina. Dalam surat pembaca di harian Kompas (Jumat, 28/10), pemilik kartu kredit Citibank Gold itu mengeluhkan autodebet sepihak yang dilakukan Greenpeace.
Menurut Bagus, kartu kreditnya itu sudah ditutup setelah membayar seluruh tagihan melalui ATM BCA. Anehnya, sebulan kemudian Adhitiya mendapat tagihan kembali dari Citibank.Â
"Bagaimana mungkin Greenpeace bisa mendebet kartu kredit yang harusnya sudah ditutup? Petugas Citibank beralasan hal itu untuk keamanan," tutur Bagus dengan kesal.
Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Harmain mewanti-wanti LSM asing, termasuk Greenpeace, agar tidak lagi meminta sumbangan kepada masyarakat. Hal itu tertera dalam RUU Ormas yang sedang digodok. Jika terbukti masih menarik dana dari masyarakat, sesuai aturan di RUU Ormas, Greenpeace bisa dibekukan.
“Greenpeace tidak boleh memungut dana dari masyarakat. Dana dari luar negeri pun harus mendapat izin dari pemerintah dulu," ujarnya, Kamis (22/12/2011).
Bukan hanya kalangan donatur dan anggota Dewan yang gerah melihat tindak tanduk Greenpeace. Sejumlah pengamat dan tokoh agama, juga menteri pun sudah lebih dahulu menyampaikan kecaman terhadap Greenpeace. Bahkan Presiden SBY dalam satu kesempatan meminta agar LSM asing tidak "mengobrak-abrik" Indonesia.
"Seolah-olah di negeri kita tidak ada pemerintah, dan tidak ada rakyat dan seolah-olah Indonesia tidak ingin menyelamatkan lingkungannya," ujar SBY dalam peringatan Hari Ibu ke-83 di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Di tempat terpisah, Ketua Tim Aliansi Tolak LSM Asing Rudy Gani, sangat meyakini LSM asing yang dimaksud Presiden SBY adalah Greenpeace.
Menurut Rudy, pernyataan keras SBY bisa diartikan sebagai bentuk kemarahan pemerintah terhadap Greenpeace yang kerap berusaha mengatur dan mengintervensi kebijakan pemerintah. “Siapa lagi kalau bukan Greenpeace? Saya sangat yakin LSM asing yang dimaksud Presiden adalah Greenpeace,†kata Rudy (Senin, 9/1). [dem]