Berita

Suparman Marzuki

X-Files

Terima Duit Terdakwa Kok, Hakim Tak Dipecat

Majelis Kehormatan Hakim Gelar Sidang Lagi
KAMIS, 05 JANUARI 2012 | 09:05 WIB

RMOL. Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) kembali digelar, kemarin. Kali ini, giliran hakim bernama Hendra Pramono duduk di ‘kursi pesakitan’ lantaran bertemu dan membuat deal dengan terdakwa.

Ketua Majelis Hakim perka­ra di Pe­ngadilan Negeri Saum­laki, Ma­luku Tenggara Barat itu, ke­mu­dian mendapat uang Rp 40 juta.

Atas perbuatannya, dia didak­wa melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dengan ancaman hukuman dipecat. Yang me­nga­jukan Hendra un­tuk disidang MKH adalah Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) sekaligus.

Sebelumnya, Tim Pengawas KY yang menyelidiki laporan me­­ngenai Hendra berke­sim­pu­lan, yang bersangkutan terbukti me­lakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. “Keputusan Si­dang Pleno Komisi Yudisial me­rekomendasikan pemberhentian terhadap terlapor,” ujar Ketua MKH Suparman Marzuki dalam sidang yang digelar di Gedung MA, Jakarta, kemarin.

Bahkan, lanjut Suparman, ba­gian Pengawasan Internal MA yang juga dilapori kasus itu me­nyatakan hal yang sama, bahwa Hendra terbukti melakukan pe­langgaran. Lantaran itu, MA juga me­rekomendasikan pember­hen­tian terhadap Hendra.

Hendra yang sekarang bertugas di Pengadilan Negeri Madiun, saat menerima Rp 40 juta itu, ma­sih men­jabat sebagai Ketua Ma­jelis Ha­kim perkara yang di­ta­nganinya di Pengadilan Negeri Saumlaki.

Hendra kemudian dilaporkan terdakwa yang bernama Freddy ke KY dan MA. Inti laporannya, Hen­dra bertemu terdakwa dan mem­­buat kesepakatan dengan ter­dakwa yang tak ingin ditahan di rumah tahanan. Terdakwa ingin ha­nya menjalani tahanan Kota. Permintaan itu dikabulkan Hendra dengan imbalan uang Rp 40 juta.

Sesuai Pasal 20 ayat 6 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas undang-Undang nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum junto Pasal 23 ayat 4 Undang-Un­dang Nomor 22 Tahun 2004 ten­tang Komisi Yudisial, sebelum MA dan atau KY mengajukan usul pemberhentian, hakim mem­punyai hak untuk membela diri di hadapan MKH.

Di hadapan MKH, Hendra me­ngakui telah bertemu dan me­ne­rima uang dari terdakwa. Dia juga mengaku sudah mengembalikan se­mua uang yang diterimanya, dan berjanji tidak akan mengu­la­ngi per­­buatan seperti itu. Apabila me­ngu­langi, Hendra bersedia dipecat.

Hendra kemudian meminta keb­ijaksanaan MKH agar tidak me­mecatnya, sebab, dia masih muda, memiliki tanggungan ke­luarga, dimana istrinya sedang ha­mil, dan orangtuanya tengah sa­kit. Selain itu, Hendra me­nyam­paikan bahwa dirinya sela­ma ini selalu ditugaskan di dae­rah-daerah terpencil.

Hendra pun menghadirkan sak­si yang meringankan, yakni istri­nya. Kepada MKH, istrinya me­nyatakan bahwa Hendra ada­lah sosok yang bertanggung ja­wab ter­hadap keluarga, tidak per­nah se­belumnya melakukan per­buatan ter­cela. Lantaran itu, istri­nya ber­harap agar Hendra tidak dipecat.

Pada kesimpulan MKH, Hen­dra disebut terbukti melakukan pe­langgaran Kode Etik dan Pe­doman Perilaku Hakim, karena me­nerima uang sebesar Rp 40 juta dari terdakwa perkara yang di­tanganinya. Terungkap pula bahwa dalam kasus-kasus lain­nya, Hendra melakukan pert­e­muan dengan pihak-pihak berper­kara dan menerima uang.

Tapi, pada akhir persidangan, MKH tidak menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Hendra. “Me­mutuskan, menerima pembelaan terlapor sebagian. Memutuskan ter­lapor terbukti bersalah mela­ku­kan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Men­jatuhkan hukuman dengan sanksi berat dimutasikan ke Pe­ngadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur, sebagai hakim non palu se­lama satu tahun, dan dikurangi tunjangannya sebesar seratus per­sen selama satu tahun,” ujar Su­parman Marzuki saat memb­a­ca­kan vonis.

Hendra yang disidang MKH dengan nomor register 05/MKH/XII itu menyatakan menerima pu­tusan tersebut. “Saya setuju. Saya kir­a itu keputusan yang adil bagi saya,” ujar Hendra yang da­tang ke si­dang MKH didampingi istrinya.

Sesuai Undang Undang Ko­misi Yudisial, MKH digawangi tujuh hakim, yang terdiri dari em­pat unsur KY dan tiga unsur MA. MKH kali ini digawangi Ketua KY Suparman Marzuki sebagai Ke­tua MKH, anggota KY Ibra­him sebagai anggota MKH, ang­go­ta KY Jaja Ahmad Jayus sebagai anggota MKH, anggota KY Taufiqurahman Syahuri sebagai anggota MKH, hakim MA Muhammad Taufik sebagai anggota MKH, hakim MA Imam Harjadi sebagai anggota MKH, hakim MA I Made Tara sebagai anggota MKH.

REKA ULANG

13 Hakim Digiring Ke MKH

Sepanjang tahun 2009 hingga 2011, Majelis Kehormatan Ha­kim (MKH) baru 13 kali me­nyi­dangkan dan memberikan sanksi kepada hakim yang melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Hal itu disampaikan Komis­io­ner Komisi Yudisial (KY) Jaja Ah­mad Jayus yang didampingi Juru Bicara KY Asep Rahmat Fa­jar saat memaparkan Hasil Pe­ne­litian Komisi Yudisial Mengenai Pengadilan Khusus di Gedung KY, Jakarta, Rabu (28/12).

Sekadar mengingatkan, MKH adalah perangkat yang dibentuk MA dan KY. MKH bertugas me­meriksa dan memutus kasus du­gaan pelang­garan Kode Etik dan atau Pedo­man Perilaku Hakim. “Dalam arti bahwa Majelis Ke­hormatan Ha­kim menjadi forum pembelaan diri bagi hakim yang di­usulkan untuk diberhentikan se­cara ber­tahap,” ujar Jaja.

Jubir KY Asep Rahmat Fajar menyampaikan, MKH berjalan sesuai mekanisme yang diter­bit­kan dalam Keputusan Bersama Ke­tua Makamah Agung dan Ke­tua Komisi Yudisial Nomor 129/KMA/IX/2009–Nomor 04/SKB/P.KY/IX/2009 tanggal 8 Septem­ber 2009 tentang Tata Cara Pembentukan, tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

“Sejak diterbitkannya keputu­san bersama itu sampai sekarang, MKH telah dibentuk sebanyak 13 kali. Dari jumlah tersebut, seba­nyak 6 hakim yang diajukan ke MKH merupakan rekomendasi KY. Sisanya atas rekomendasi MA,” ujar Asep.

Dari 13 kali pembentukan MKH itu, lanjutnya, yang terlak­sana persidangannya hingga dikeluarkannya keputusan adalah 12 kali MKH. “Satu MKH tidak dapat dilaksanakan per­sida­ngan­nya, karena hakim yang diberikan kesempatan melakukan pembe­laan diri itu mengundurkan diri se­bagai hakim sebelum sidang MKH dilaksanakan. Sehingga, dia secara otomatis diberhentikan se­bagai hakim oleh MA atas per­mintaan sendiri,” ujar Asep.

Dari data yang dipaparkan KY, jum­lah hakim yang dipanggil un­tuk diperiksa KY dari tahun 2005 sampai 15 Desember 2011, seba­nyak 471 hakim. Dari jumlah itu, 452 hakim memenuhi pan­g­gilan. Sedangkan yang tidak me­menuhi panggilan 19 hakim. “Yang tidak memenuhi panggilan itu, 9 hakim agung, 5 hakim tinggi dan 5 ha­kim tingkat I atau pengadilan negeri. Sedangkan untuk jumlah pelapor dan saksi yang diperiksa 625 orang,” urai Asep.

Nah, untuk tahun 2011 saja, kata Asep, ada 71 hakim yang meme­nuhi panggilan KY dan 4 orang ti­dak memenuhi panggilan. Dari 452 hakim yang diperiksa, seba­nyak 133 orang telah direko­me­n­dasikan ke MA untuk dija­tuh­kan sanksi. Asep menamb­ah­kan, ada tiga ma­cam rekomendasi sanksi, yaitu te­guran tertulis, pemberhentian se­men­tara dan pemberhentian.

Minta Kepolisian Turun Tangan

Erna Ratnaningsih, Ketua YLBHI

Hakim yang terbukti melaku­kan tindak pidana korupsi, se­perti menerima uang dari ter­dak­wa, seharusnya juga dipro­ses secara pidana di kepolisian, ke­jaksaan, hingga ke pengadilan.

“Jadi, tidak cukup hanya men­dapatkan sanksi adminsitratif melalui Majelis Kehormatan Ha­kim,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum In­donesia (YLBHI) Erna Rat­na­ningsih, kemarin.

Erna mengingatkan, upaya hu­kum pidana tentu harus di­lakukan apabila hakim terbukti melakukan tindak pidana suap atau pemerasan, selain persi­da­ngan kode etik profesi. Hal itu, kata dia, juga berlaku untuk pro­fesi lainnya seperti dokter dan advokat.

Menurut Erna, memang da­lam aturan Majelis Kehor­matan Hakim (MKH) tidak ada ke­wa­jiban seseorang untuk dila­por­kan ke proses pidana. Namun, bukan berarti hal itu didiamkan begitu saja.

Dia menambahkan, MKH yang dibentuk Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yu­disial (KY), bertugas me­me­rik­sa dan memutus adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pe­doman Perilaku Hakim, dengan sanksi terberat adalah pem­berhentian tidak hormat, alias pemecatan.

“Sanksi MKH memang ber­kaitan dengan penegakan kode etik, bukan masuk ranah pi­dana. Dalam Undang Undang KY ti­dak ada aturan yang me­wa­ji­b­kan KY untuk menin­daklanjuti ke kepolisian. Kalau sudah ma­suk pidana, tentu saja itu masuk wilayah kepolisian,” ujarnya.

Erna menjelaskan, dalam kon­sep hukum pidana, apabila jenis perkaranya bukan delik aduan, kepolisian memiliki we­­wenang untuk mem­proses­nya meski tanpa ada laporan. Tapi, bisa saja ada korban yang juga melaporkan hakim ter­sebut ke kepolisian, selain ke KY dan MA.

“Kalau hakim terbukti me­la­kukan tindak pidana, maka ke­po­lisian harus menin­dak­lan­juti­nya karena suap, korupsi bu­kan merupakan delik aduan. Tanpa ada yang mengadu pun, po­lisi harus melakukan penyi­di­kan,” ujarnya.

Prihatin Sanksi Sangat Lembek

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar merasa sangat pri­hatin melihat model pem­be­rian sanksi yang sangat lembek terhadap aparat penegak hu­kum, seperti hakim yang me­la­ku­kan tindak pidana.

Karena itu, dia mendesak agar semua hakim yang mela­ku­kan pelanggaran pidana, ti­dak hanya diproses di Majelis Kehormatan Hakim (MKH), te­tapi juga ditindaklanjuti dengan proses hukum pidana.

“Masalah hakim seperti ini sangat serius, tapi sanksinya sering tidak menimbulkan efek jera. Seharusnya, MKH me­lan­jutkan perkara ini ke proses pi­dana. Hakim-hakim bermasalah dengan bukti pidana itu dime­ja­hijaukan saja,” tandasnya, kemarin.

Politisi Partai Demokrat itu juga mengingatkan Makamah Agung (MA) dan Komisi Yu­disial (KY) yang bergabung da­lam MKH agar tidak berupaya memberikan perlindungan kepada hakim-hakim nakal dan berwatak korup.

“Jangan dilin­dungi dengan ha­nya pemberian sanksi admi­nistratif atau mutasi. Itu tidak akan mampu memberikan efek jera, dan watak buruk hakim ti­dak akan berubah dengan sanksi model seperti itu,” ujarnya.

Menurut Dasrul, hakim seba­gai ujung timbak penegakan hu­kum jika tidak diberikan sanksi berat dalam kesalahannya, maka ke depannya penegakan hu­kum hanya menjadi permai­nan, tanpa rasa keadilan yang sesungguhnya.

Saat ini, lanjut dia, era refor­masi yang mesti ditegakkan adalah keadilan di semua bi­dang, termasuk menetapkan ke­adilan bagi hakim yang ber­masalah. “Sudah reformasi, se­mua harus bisa diubah menjadi lebih baik.

Hakim juga bisa dipidana­kan, dan juga aparat penegak hu­kum lainnya. Itu harus dila­kukan ka­lau kita mau pene­ga­kan hukum di negeri ini tetap ada. Kalau tidak, akan am­bruk­lah tatanan pe­negakan hukum kita,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya