Berita

aji surya

FROM MOSCOW WITH LOVE (25)

Courtesy Atau Substansi

Oleh: M. Aji Surya
KAMIS, 22 DESEMBER 2011 | 14:47 WIB

Keramahtamahan kita memang sangat top markotop tetapi cenderung boros. Bahkan kadangkala mengabaikan substansi. Haruskah pola ini dirubah?

Suatu kali, mantan Presiden Indonesia diundang untuk sebuah konferensi tingkat internasional di sebuah kota kecil di Rusia. Kedatangannya bersama para pembesar dari berbagai negara mengharuskannya menginap di ibukota Moskow. Baru pagi harinya dengan kereta melanjutkan perjalanan ke kota yang dituju.

Kunjungan ini diendus oleh kedutaan kita di ibukota negeri beruang putih. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap protokoler negara setempat, beberapa pejabat KBRI “menempel” untuk menjaga keamanan dan memberikan bantuan manakala dibutuhkan. Maklumlah, mantan presiden tetaplah orang penting yang harus mendapatkan perhatian khusus.


Penjemputan dari airport ke hotel di Moskow berjalan lancar. Selain mendapatkan sebuah sedan plus seorang protokol, mantan presiden bersama putranya ini juga menerima penginapan yang boleh dibilang papan atas. Tapi pagi harinya, dari hotel menuju stasiun kereta yang akan membawa ke kota kecil itu, hanya sebuah mobil dan seorang sopir yang tersedia. Uniknya lagi, sang pengendara mengatakan bahwa tugasnya hanya mengantar sampai depan stasiun, setelah itu urusan sang tamu sendiri.

Sangat beruntung mantan presiden kita itu terus ditempel oleh KBRI. Selain dipandu, bawaannya yang begitu berat dibantu diangkat dua orang menuju kereta yang dituju. Bisa dibayangkan, kalau saja tidak ada tenaga ekstra yang mengerti lapangan, mungkin saja mantan presiden kita itu akan mengalami kesulitan, mulai soal bahasa hingga hal-hal yang bersifat teknis.

Di lain kesempatan, Ketua Mahkamah Konstitusi kita hadir di Moskow dan St. Petersburg atas undangan Presiden Medvedev. Kedatangannya yang cukup larut malam di bandara Moskow mendapatkan bantuan protokoler negara yang luar biasa. Terdapat empat pejabat setempat plus satu mobil sedan. Hotel dan semua perjalanan diatur sedemikian rupa dan senantiasa ada yang menjemput dan mengantar. Bahkan, ketika akan pulang ke tanah air, seorang seorang protokol mengantar sampai pintu pesawat.

Di atas semua hal yang berbau protokoler itu, baik mantan Presiden RI maupun Ketua Mahkamah Konstitusi diminta sang tuan rumah: memberikan paparan gagasan dan pendapatnya dalam sebuah seminar yang dihadiri oleh orang-orang penting. Juga mendiskusikan hal-hal yang dirasa perlu. Dan ternyata, apa yang disampaikan oleh keduanya dianggap hal baru, baik dan bermanfaat. Tuan rumah dan hadirin senang dibuatnya.

Pidato kedua tokoh dimaksud dicatat secara detail dan mungkin akan dimanfaatkan secara maksimal di kemudian hari. Kalimat-kalimat yang meluncur adalah mutiara yang menurut istilah neng Syahrini: Alhamdulillah sesuatu banget. Itulah target utama kedatangan mereka ke negeri beruang putih ini.

Dalam dua kunjungan diatas, kita melihat dua unsur yakni courtesy dan substansi. Courtesy atau politeness atau good manners atau dalam bahasa kita sering disebut keramahtamahan diberikan dengan standar yang agak berbeda. Namun khusus mengenai substansi, perlakuannya sama: menjadi hal yang pokok.

Keramahtamahan dalam penyelenggaraan aneka acara, khususnya di negara Barat, memang berbeda dengan apa yang terjadi di beberapa negeri Timur seperti Indonesia. Keramahtamahan yang diberikan seringkali jauh lebih rendah dari yang kita berikan. Namun tuntutan substansi mereka jauh lebih tinggi.

Bahkan dalam kegiatan yang boleh dibilang sifatnya sangat internasional seperti di PBB, seringkali pada waktu break atau istirahat, para peserta sidang hanya disediakan air putih atau teh saja. Bila ingin makanan kecil atau hal-hal lain yang mengenyangkan perut, para peserta dipersilakan untuk menuju kantin dan merogoh koceknya sendiri.

Demikian juga dalam pertemuan dalam sebuah kunjungan resmi baik pemerintah atau swasta. Delegasi kita yang bisa jadi telah menempuh perjalanan sepuluh ribu kilometer itu hanya disuguhi air putih “pemberani”, alias tanpa ada makanan kecil yang menemani. Pada saat makan siang tiba, mereka disilakan mencari sendiri di cafe ataupun restoran terdekat.

Keramahtamahan ala Barat itu tentulah berbeda dengan standar yang dimiliki oleh orang Timur khususnya Indonesia. Courtesy yang diberikan kepada tamu baik pribadi ataupun instansi sangatlah luar biasa dan kadangkala menyedot anggaran yang tidak sedikit. Kedatanganan di airport dijemput secara khusus, disediakan mobil luks, hotel mewah dan juga makanan yang berlimpah. Penghormatan terhadap tamu memang selalu nomor wahid.

Dalam sebuah rapat kecil di kampung kita saja misalnya, perlakukan terhadap tamu bagaikan seorang raja. Kepada mereka pastilah tidak hanya akan disediakan air putih seperti di beberapa negeri Barat, namun akan muncul aneka hidangan yang mengiringi. Setidaknya ada minuman teh, pisang goreng, tahu susu, kroket, getuk goreng dan aneka roti yang mak nyus. Tidak jarang juga, diakhiri dengan makan besar yang memanjakan perut. Dijamin, ketika kita kembali dari rapat RT, pembantu kita di rumah tidak perlu repot-repot menanak nasi atau menggoreng ikan teri.

Hampir sama dengan rapat kita di kantor. Ketika kita datang, hampir bisa dipastikan sudah tersedia minuman (teh dan air putih) dan aneka makanan kecil yang ditaruh dalam boks. Sekiranya rapat menyentuh waktu luhur, pastilah nasi boks juga akan muncul tanpa harus diharapkan.

Bagaimana tentang substansi? Bagi sebagian kita, substansi sama pentingnya dengan dengan keramahtamahan. Dua sisi dari satu keping mata uang. Keduanya menjadi hal yang utama dan harus dikedepankan. Tetapi jangan lupa, kadangkala ada juga sebagian kita menomorduakan substansi. Keberhasilan seolah sudah diraih manakala tamu kita merasa puas dengan aneka keramahtamahan, mulai saat kedatangan hingga kepulangan.

Ada juga yang kemudian berpendapat bahwa keramahtamahan yang kita berikan selama ini berlebihan dan harus dikurangi. Penerimaan tamu rapat RT di rumah kita dengan cara yang lebih sederhana bisa jadi akan membuat dapur keluarga mengepulkan asap seminggu lebih lama. Keramahtamahan kantor kita yang secukupnya saja bisa jadi membuat ketahanan finansial perusahaan menjadi lebih terjaga. Dan penerimaan tamu perhelatan internasional yang tidak berlebihan bisa jadi akan menyisihkan sekian banyak uang yang bisa membangun beberapa sekolah dasar.

Sementara itu, sebagian kita bahkan mulai berpikir tentang sebuah konsep resiprositas. Kalau di RT sebelah kita hanya disuguhi pisang goreng, maka kitapun akan menyuguhkan hal serupa. Apabila delegasi kita di negeri tetangga hanya disuguhi air putih saat pertemuan, kita juga harus tega melakukannya disini. Paling banter, air putih plus senyuman tuan rumah.

Secara alami, manusia tidak akan protes dengan perlakukan yang sama. Orang Barat tidak akan marah manakala kita hidangkan air putih semata. Kekhawatiran bahwa courtesy terkait dengan substansi harus disingkirkan jauh-jauh. Sekenyang apapun makanan yang kita siapkan, tetap saja mereka akan keukeuh dan ngotot pada saat negosiasi. Enggan mundur kalau keuntungannya dikurangi. Akan bergeming kalau disuruh untuk berkorban. Mereka datang untuk substansi bukan untuk mengisi perut.

Semua ini bisa terjadi karena kebanyakan bangsa yang maju itu sudah kaya dan tidak memerlukan basa basi. Tidak terlalu mementingkan keramahtamahan. Mereka adalah makhluk yang efisien, ekonomis dan to the point. Substansi menjadi nomor wahid dan courtesy nomor dua atau tiga. Tidak akan menyamakan substansi dengan courtesy, apalagi menempatkan courtesy di depan substansi.

Soal courtesy memang soal budaya. Tidak bisa disamakan begitu saja. Penghargaan terhadap tamu adalah sebuah kewajiban dimanapun. Hanya saja, implementasinya berlainan. Yang menggelitik adalah: apakah hasil substansinya berimbang dengan biaya keramahtamahan yang dikeluarkan?

(Penulis adalah alumnus Pondok Modern Gontor, ajimoscovic@gmail.com)

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya