RMOL. Sejak lima tahun terakhir, sedikitnya 20 kasus korupsi besar yang ditangani Polri mengambang tak tentu rimbanya. Salah satunya, kasus korupsi yang terjadi di internal Polri, yakni Kasus Alkom Jarkom tahun 2005 yang diduga merugikan negara Rp 250 miliar.
"Dalam kasus ini pengusaha Henry Siahaan sempat ditahan selama dua bulan. Kemudian kasusnya lenyap tak berbekas," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta Pane, kepada Rakyat Merdeka Online, Rabu petang (7/12).
Selain itu, kasus korupsi Alat Kesehatan. Mabes Polri meminta pelimpahan penanganan kasus itu dari KPK. Namun hampir dua tahun proses, belum juga ada tanda-tanda akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk kemudian dibawa ke pengadilan.
Neta katakan, Polri perlu lebih serius dalam menangani kasus-kasus korupsi baik di eksternal maupun di internal Polri. Namun, dugaan-dugaan korupsi di internal Polri perlu jadi prioritas pembersihan, sebelum KPK masuk mengintai Polri. Dugaan-dugaan korupsi di internal Polri menyangkut proyek-proyek pengadaan, pembangunan fasilitas, penyalahgunaan BBM patroli, penyalahgunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan banyak lagi.
"Jika Polri mau dan mampu membersihkan institusinya dari berbagai dugaan korupsi tentu masyarakat akan makin percaya jika Polri makin agresif menangani kasus-kasus korupsi di eksternalnya," ucapnya.
Sebelumnya Neta memaparkan bahwa Polri punya prestasi lebih membanggakan dalam pemberantasan korupsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, data 2010 menunjukkan kasus korupsi yang dibawa Polri ke pengadilan lebih banyak ketimbang KPK.
Tahun 2010 KPK menyelidiki 50 kasus korupsi, 24 yang disidik dan 9 kasus yang P21 (ke pengadilan). Sementara Polri dalam hal ini Direktorat Tipikor Bareskrim di tahun 2010 menyelidik 43 kasus korupsi, 22 yang disidik, dan 15 kasus P21 (ke pengadilan). Padahal anggaran Polri dalam menangani kasus korupsi hanya Rp 37, 8 juta per kasus dan KPK mencapai Rp 400 juta per kasus.
[ald]