Berita

Noor Rachmad

X-Files

Kejaksaan Agung Telusuri 16 Rumah Sakit Pemerintah

Kasus Alkes Yang Diduga Libatkan Nazaruddin
MINGGU, 04 DESEMBER 2011 | 08:48 WIB

RMOL. Aparat Kejaksaan Agung masih menelusuri dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) pada Kementerian Kesehatan tahun 2010.

Tim yang diterjunkan Kejaksaan Agung diberi waktu bekerja se­lama dua minggu untuk me­la­ku­kan penelusuran di 16 rumah sa­kit rujukan.

“Tim kami sedang me­lakukan pemeriksaan barang itu di 16 ru­mah sakit rujukan di se­luruh In­do­nesia,” ujar Kepala Pu­sat Pe­nerangan dan Hukum Ke­jaksaan Agung (Ka­pus­pen­kum Ke­ja­gung) Noor Rachmad ke­pada Rak­yat Merdeka, Jumat (2/11).

Namun, Noor belum bersedia membeberkan nama-nama rumah sakit yang ditelusuri tim Kejak­sa­an Agung tersebut. “Saya be­lum bisa menyebut rumah sakit mana saja. Yang pasti, itu rumah sakit pemerintah,” katanya.

Kejaksaan Agung, lanjut dia, akan menentukan sikap lanjutan setelah penelusuran terhadap 16 rumah sakit tersebut rampung. “Minggu ini dan minggu depan ma­sih proses pengecekan. Sete­lah itu, barulah kami mengambil sikap,” ucap Kapuspenkum.

Kejagung juga menelusuri du­gaan, pengadaan alat kesehatan (alkes) berupa alat pendidikan dokter ini, melibatkan perusahaan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Na­za­rud­din. “Kami masih melakukan pe­ngembangan perkara ini. Karena proses pengembangan masih berjalan, tentu masih dalam pe­nelusuran,” ujarnya.

Noor mengaku, pihaknya tidak akan berhenti walaupun nanti ada keterlibatan Nazaruddin dalam perkara tersebut. “Semua yang di­duga terkait, masih kami teliti. Semua yang nantinya terkait, akan diproses, tidak hanya Naza­ruddin. Kalau ada kaitannya, ya kami proses. Makanya tergantung bagaimana perkembangan proses yang masih berjalan ini,” ujarnya.

Noor mengaku, meskipun be­lum ada penetapan tersangka baru kasus pengadaan yang ber­mo­dalkan Rp 417,8 miliar ini, Ke­jaksaan Agung serius melakukan penyelidikan dan penyidikan. “Sudah sekitar 30 saksi yang kami periksa,” ujarnya.

Kejaksaan Agung telah mene­tapkan tiga tersangka kasus ini. Me­reka adalah Ketua Panitia Pe­nga­daan atau Kepala Bagian Prog­ram dan Informasi (PI) Sek­retariat Badan PPSDMK Wi­dian­to Aim, Pejabat Pembuat Ko­mit­men atau Kasubbag Program dan Anggaran (PA) Sekretariat Badan PPSDMK Syamsul Bahri dan Direktur Utama PT Buana Ra­mo­sari Gemilang Bantu Marpaung. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Oktober 2011.

Dalam kasus ini, Widianto Aim dan Syamsul Bahri berperan membuat penetapan harga per­kiraan sendiri (HPS) yang tidak profesional. Sedangkan Bantu Marpaung sebagai pemenang ten­der pengadaan tersebut.

“Pekerjaan mereka tidak pro­fesional, terlihat dari indikasi ke­mahalan harga dan sebagian ba­rang tidak sesuai dengan spe­si­fikasi,” ucap Noor.

Ketiga tersangka tersebut be­lum ditahan. Para tersangka dije­rat sejumlah pasal dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Mereka dijerat de­ngan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor,” kata Noor.

KPK juga menelusuri perkara di Kementerian Kesehatan (Ke­menkes) yang diduga melibatkan Nazaruddin. Kasus itu pun terkait pengadaan alat bantu belajar me­ngajar pendidikan dokter spe­sialis pada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Depkes, tapi tahun anggarannya 2009. Se­dangkan yang ditangani Ke­jaksaan Agung, kasus tahun anggaran 2010.

Selain Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi, Polri juga mengusut sejumlah ka­sus dugaan korupsi yang di­te­nga­rai melibatkan Nazaruddin.

REKA ULANG

Ada Kesan Tumpang Tindih

Penanganan kasus-kasus Nazaruddin terkesan tumpang tindih. Selain Kejaksaan Agung, Polri juga menelusuri apa kaitan ter­sangka bekas Kepala Bagian Prog­ram dan Informasi Sek­re­ta­riat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan Syamsul Bahri dengan be­kas Bendahara Umum Partai De­mokrat Muhammad Nazaruddin.

Saat masih menjabat Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam yang ditanya me­ngenai keterkaitan Syamsul de­ngan Nazar, menolak mem­be­ri­kan jawaban pasti. â€Nanti dicek du­lu, dia diduga terlibat,” katanya.

Pihak kepolisian mengklaim, penyelidikan kasus di Kemenkes dilakukan sejak tahun 2009. Ka­sus ini berawal dari laporan Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai laporan keuangan men­curigakan di Kemenkes. Dari to­tal proyek Rp 492 miliar, BPK me­nilai, total anggaran yang di­se­lewengkan Rp 15 miliar.

Yang jelas, menyusul pe­ne­ta­pan tersangka terhadap Syamsul Bahri, kabar kedekatannya de­ngan Nazaruddin beredar. Tapi, Polri, Kejagung maupun KPK be­lum memberikan rincian me­nge­nai hal tersebut.

“Dugaan keterkaitan mereka masih diteliti. Sejauhmana hubu­ngan keduanya, saya belum bisa memastikan,” kata Kepala Ba­gian Penerangan Umum Polri Kom­­bes Boy Rafli Amar.

Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini, menolak men­ja­wab, apakah Syamsul berperan memasukkan perusahaan Nazar sebagai rekanan sekaligus pe­menang tender proyek Kemen­terian Kesehatan.

Memang, begitu banyak kasus yang membelit Nazaruddin. Pada 13 Agustus 2011, Ketua KPK Mu­hammad Busyro Muqoddas menggelar jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta. Dia menjelaskan sejumlah kasus yang bisa me­nyeret Nazaruddin.

Da­lam bahan pres rilis, dise­butkan bahwa perkara yang didu­ga melibatkan Nazaruddin men­capai 35 kasus. Namun, tidak disebutkan satu persatu apa saja kasus-kasus itu.

KPK kemudian membagi ka­sus-kasus itu dalam tiga kla­si­fi­kasi. Pertama, kasus-kasus yang sedang dalam proses penyidikan. Ada dua kasus yang masuk ka­te­gori ini. Dua kasus itu berasal dari dua kementerian. Nilai total dua kasus ini Rp 200 miliar.

Klasifikasi kedua, adalah kasus yang dalam tahap penyelidikan. Jumlahnya dua kasus dari dua ke­menterian. Total nilai dua kasus ini Rp 2,6 triliun. Ketiga, kasus-kasus yang dalam tahap pulbaket (pengumpulan bahan ket­e­ra­ngan). Jumlahnya 32 kasus di lima kementerian. Nilainya juga triliunan. Total nilai semua kasus itu adalah Rp 6, 037 triliun.

Busyro Muqoddas berjanji akan terus menyampaikan ke­pada publik perkembangan pe­ngu­sutan kasus-kasus itu. “Kami akan terus bekerja dengan penuh tanggungjawab,” katanya.

Bertele-tele Tanda Masuk Angin

Hifdzil Alim, Pengamat Hukum

Menurut pengamat hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Hifdzil Alim, kinerja ke­jaksaan dalam mengusut ka­sus korupsi dapat diukur de­ngan dua faktor. Pertama, dari la­manya penanganan perkara. Kedua, berkenaan dengan intervensi.

“Kalau pengusutannya ber­langsung sangat lama, bertele-tele dan tampak berputar-putar, tentu saja ada yang sudah tidak sehat dalam proses tersebut,” tegas Hifdzil Alim.

Alim pun mengingatkan, se­makin lama sebuah perkara di­usut tanpa titik terang dan per­kembangan yang signifikan, maka semakin kuat kecurigaan bahwa ada permainan yang tidak sehat di balik kasus itu.

“Kalau sudah ditangani, teta­pi masa waktunya lama dan su­dah tidak ada perkembangan yang signifikan, itu bisa men­jadi pertanda bahwa pe­na­nga­nan­nya sudah masuk angin. Sudah tak ada harapan akan tuntas,” ujarnya.

Dia menambahkan, inter­ve­n­si juga kerap membayangi Ke­jak­saan Agung dalam pengu­su­tan kasus korupsi. Kekuatan in­tervensi bisa membuat pe­na­nga­nan perkara menjadi mandeg.

“Misalnya, ada intervensi dari kekuatan politik tertentu. Bisa saja ada kekuatan partai yang mengintervensi kejaksaan agar berhenti pada level pejabat pengguna anggaran atau panitia lelangnya saja,” kata dia.

Alim curiga, dalam kasus ini ada keterlibatan petinggi Ke­men­terian Kesehatan, bukan ha­nya pejabat level bawah. Nah, menurut dia, kinerja kejaksaan menjadi penting untuk dibukti­kan, apakah mau dan mampu mengusut sampai ke para pe­tinggi tersebut. “Intinya, tidak mungkin kasus ini pelakunya hanya sekelas pejabat pengguna anggaran,” tandas dia.

Tapi, menurut Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad, pi­hak­nya tidak berhenti pada dua tersangka kasus ini. Kejagung juga menelusuri dugaan, penga­daan alat kesehatan berupa alat pendidikan dokter ini, me­li­bat­kan perusahaan bekas Ben­da­ha­ra Umum Partai Demokrat Mu­hammad Nazaruddin.

Noor mengaku, pihaknya ti­dak akan berhenti walaupun nan­ti ada keterlibatan Naz­a­rud­din dalam perkara ini. “Semua yang nanti terkait, akan dipro­ses, tidak hanya Nazaruddin. Ma­kanya tergantung bagaimana perkembangan proses yang ma­sih berjalan ini,” ujarnya.

Jangan Cuma Berputar-putar

Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Deding Ishak mendorong Ke­jaksaan Agung agar berani, dan tidak berputar-putar di tempat saja dalam pengusutan kasus pengadaan alat kesehatan di 16 rumah sakit pemerintah ini.

Apalagi, ingat Deding, uru­san kesejahteraan jaksa sudah diatasi dengan adanya re­nu­merasi, karena itu tak ada ala­san lagi untuk tidak serius me­nuntaskan kasus-kasus korupsi.

“Saya kira kejaksaan harus bisa mengusut sampai tuntas. Apalagi, jika benar ada Na­zaruddin terkait di dalamnya. Seperti kita ketahui, Na­za­rud­din ini ada di mana-mana. Jadi, Kejaksaan Agung tak usah ta­kutlah, usut semua sampai ke atas-atasnya,” tegas Deding.

Dia pun mengingatkan, se­ba­gai institusi penegak hukum yang permanen, Kejaksaan Agung tentu sudah ber­pe­nga­laman dalam melakukan pe­nye­lidikan dan penyidikan kasus korupsi seperti pengadaan alat k­e­sehatan itu. Sehingga, jika ma­sih belum bisa mengusut sampai tuntas, kejaksaan akan menjadi sorotan negatif dari publik.

“Mereka memiliki tenaga dan kemampuan yang besar. Ja­ngan sampai mandek. Ini tentu menjadi momentum bagi me­reka, jangan sampai ke­pe­r­ca­ya­an publik kembali menurun ter­hadap jaksa,” ujarnya.

Deding menambahkan, bila kemampuan kejaksaan hanya sampai menetapkan tersangka di level bawah, dan bila terkesan membuat lelet pengusutan ka­sus, itu menjadi pertanda buruk bagi kepemimpinan Basrief Arief sebagai Jaksa Agung.

“Selama ini, cukup banyak kita dengar dan saksikan jaksa yang tertangkap karena korupsi, ada pula yang jual beli pasal, mempermainkan rentut dan lain-lain. Kita berharap ada upa­ya serius dan tegas dari Jaksa Agung dan Jaksa Agung Pe­nga­wasan untuk mengawasi jaksa-jaksa,” katanya.

Deding mengatakan, satu demi satu perkara korupsi yang di­tangani kejaksaan akan men­jadi bukti sejauh mana institusi Adhyaksa itu bisa diharapkan menegakkan hukum. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya