Berita

ilustrasi, pns

X-Files

Polri Main Rahasia Usut PNS Doyan Cuci Duit

Gajinya 10 Juta, Tapi Transaksinya Miliaran
KAMIS, 01 DESEMBER 2011 | 08:48 WIB

RMOL.Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengintensifkan koordinasi dengan kepolisian. Koordinasi dilakukan untuk melacak transaksi tak wajar di rekening milik pegawai negeri sipil (PNS). Tapi, sejauh ini belum ada yang masuk ke pengadilan.

Ketua PPATK Muhammad Yusuf menje­laskan, data tentang aliran dana mencurigakan milik PNS ini su­dah diserahkan ke ke­po­lisian. Tu­juan penyerahan un­tuk me­ne­lu­suri dugaan pelang­ga­ran tindak pi­dana pencucian uang.  

“Kita sudah berkoordinasi de­ngan Kapolri untuk menin­dak­lanjuti temuan PPATK,” ujar be­kas Kepala Kejaksaan Negeri Ja­karta Selatan ini.

Dia menolak merinci berapa total PNS yang diduga memiliki rekening tak wajar. Dia hanya menyebut, jumlah rekening PNS yang ditelusuri PPATK mencapai angka ribuan. Dalam pene­lu­su­ran­nya, PPATK menemukan, jumlah transaksi mencurigakan milik PNS tersebut mencapai ra­tu­san miliar rupiah.

 Yusuf tak mau memaparkan, dae­rah mana saja yang PNS-nya paling banyak mengantongi re­ke­ning tak wajar. Yang jelas, te­mu­an PPATK tentang dugaan ke­ti­dakwajaran rekening PNS kali ini, diperoleh berkat kerja­sama de­ngan perusahaan penye­dia jasa keuangan alias per­ban­kan.  Pro­ses awal dilakukan de­ngan me­minta data pada penye­dia jasa keuangan.

Dia mensinyalir, nominal uang di rekening PNS yang tak wajar ber­jumlah puluhan hingga ratu­san miliar rupiah. Padahal kalau mau jujur, penghasilan rata-rata PNS yang dimaksud per bulan berkisar Rp 10-15 juta. 

Identifikasi atas rekening PNS tak wajar ini diduga terkait tindak pidana pencucian uang. Soalnya, transaksi rekening di situ ada yang sama sekali tidak terkait de­ngan pekerjaannya.

Hal tersebut, saat ini tengah diproses untuk mendapatkan kepastian hu­kum. Kepolisian sen­­diri memas­tikan bakal me­nin­daklanjuti hal ini. Kabidpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, laporan PPATK yang sifatnya rahasia selalu men­dapat porsi penyelidikan secara  proporsional.

Akan tetapi bekas Kapoltabes Padang, Sumbar ini mengaku ti­dak mengetahui rincian laporan rekening PNS kali ini. “Karena itu sifatnya rahasia, laporan PPATK biasanya disampaikan langsung ke pimpinan Polri. Jadi kita tidak bisa tahu identitas PNS dan daerah mana yang rekening PNS-nya paling banyak berma­salah,” tandasnya. Dia menam­bahkan, laporan atas dugaan kepemilikan rekening tak wajar ini bersifat rahasia.

Untuk itu, penyelidikan dan pe­nyidikan atas kepemilikan re­ke­ning tak wajar tersebut dilakukan secara tertutup. Lazimnya, terang bekas Kabidhumas Polda Metro tersebut, Polri mempunyai tim khusus yang bertugas menye­li­diki laporan dugaan kepemilikan rekening tak wajar itu.

Boy menyanggah anggapan, ke­polisian lamban menin­dak­lan­ju­ti kasus rekening tak wajar. Menurutnya, upaya menelusuri rekening ini tidak mudah. Dalam proses penyelidikan, kerap dite­mukan bahwa pemilik rekening yang dicurigai menggunakan alamat fiktif dan identitas palsu.

Diakui, sejauh ini kepolisian su­dah menelusuri dugaan kepe­milikan rekening tak wajar sam­pai tingkat penyidikan. “Kita tidak tinggal diam menyikapi laporan PPATK. Sudah ada yang masuk tahap penyidikan. Namun saya tidak bisa sampaikan,” tambahnya.

Menurutnya, proses penelu­su­ran kepemilikan rekening tak wajar baru dibuka manakala pe­milik rekening terbukti terlibat perkara pidana.

Sumber Rakyat Merdeka di Ba­reskrim Polri mengin­for­m­a­si­kan, salah satu perkara korupsi yang terungkap lewat laporan PPATK pernah ditangani kepo­lisian. Ia merujuk pada kasus ke­pemilikan rekening tak wajar pe­jabat Pem­kab Berau, Kaltim yang sudah ta­hap penyidikan. “PPATK mela­porkan kasusnya ke Mabes Polri kemudian dite­rus­kan ke Polda Kal­tim,” ucapnya.

Direktur III Tindak Pidana Ko­rupsi (Dir III-Tipikor) Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali yang di­kon­firmasi mengenai dugaan korupsi tersebut belum bisa  mem­beri keterangan. Laporan PPATK lain, seperti  dugaan ke­pe­milikan rekening tak wajar 10 PNS Bea Cukai yang pernah di­sampaikan sejauh ini juga belum me­nunjukkan titik terang.

Menyimpang dari Penghasilan Resmi

Reka Ulang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) me­nemukan 64 transaksi men­cu­rigakan milik pejabat Kalimantan Timur. Transaksi mencurigakan tersebut mayoritas terjadi di ling­kungan pegawai negeri sipil (PNS) Kalimantan Timur.

Sejak 2004 hingga 2011, total transaksi mencurigakan yang ditemukan di Kalimantan Timur mencapai 683 transaksi. Dalam ana­lisisnya, PPATK juga mene­mu­kan 25 transaksi mencu­ri­ga­kan dilakukan pejabat negara di Kalimantan Timur. PPATK sudah meneruskan sebagian temuannya kepada penyidik kepolisian.

Namun, tuduhan PPATK itu dibantah. Wakil Gubernur Kaltim Farid Wajdy pada Kamis, 20 Ok­tober 2011 mengaku, seluruh pe­merintahan daerah setempat su­dah berkomitmen dalam pem­be­rantasan tindak pidana korupsi. Se­jauh ini, tak ada pemeriksaan me­nyangkut dugaan korupsi yang berangkat dari dugaan ke­pemilikan rekening tak wajar. 

Walikota Balikpapan, Rizal Effendy juga mengatakan, te­muan PPATK tidak terjadi di wi­layahnya. Dia merasa tidak per­nah menerima laporan analisis PPATK sehubungan transaksi di Pemerintah Balikpapan.

Kapolda Kaltim Irjen Bam­bang Wi­dar­yat­mo juga mengaku be­lum me­ne­ri­ma temuan tran­sak­si men­cu­rigakan yang disam­pai­kan PPATK. “Be­lum ada laporan dari penyidik saya,” katanya.

Sebelumnya, di era kepe­mim­pi­nan Yunus Husein, PPATK per­nah mengumumkan 10 transaksi mencurigakan pada Direktorat Jenderal Bea Cukai periode 2005-2010. Pada kurun tersebut, PPATK juga melansir temuan terkait de­ngan 15 transaksi men­curi­ga­kan milik pegawai Ditjen Pajak.

Na­mun, Yunus tidak dapat men­­­je­laskan berapa besar dan jumlah transaksi mencurigakan ter­sebut. Yunus hanya menga­ta­kan, jumlah yang ada selalu me­nyimpang dari penghasilan resmi.

Yunus mengatakan, data terse­but telah diserahkan ke kepo­li­sian. Dengan begitu tindakan ter­akhir ada di tangan pihak pene­gak hukum. “Kami serahkan ke penegak hukum,” katanya.

Kerahasiaan jadi Ajang Main Mata

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, upaya kepolisian menin­dak­lanjuti laporan PPATK sering­kali mentok.

Macetnya penyelidikan dan penyidikan seringkali didasari alasan belum ditemukannya tin­dak pidana awal.

Anggota Komisi III DPR ini juga menyatakan, identitas pemilik rekening mencurigakan yang sangat rahasia sering­kali jadi persoalan tersendiri.

Ia curiga, prinsip kerahasiaan ini jus­tru dimanfaatkan untuk men­jalin hubungan saling me­nguntungkan.

Dengan kata lain, pelaku transaksi yang dicurigai bisa main mata dengan oknum penegak hukum, untuk lolos dari jerat hukum.

Untuk itu, dia berpendapat, PPATK tidak boleh hanya me­ne­lusuri dan melaporkan hasil pe­nelusurannya ke penegak hu­kum.

“Paling penting sekarang, ba­gaimana mekanisme pe­nga­wasan laporan PPATK itu bisa berjalan,” ujarnya.

Ia mendesak PPATK lebih  pro­­gresif mengawal nasib lapo­rannya. Soalnya, dia mendengar banyak laporan PPATK yang sampai saat ini belum jelas pe­nanganannya. “

Itu tadi, karena sifatnya rahasia kita tidak bisa berbuat banyak.

Kalau  kepolisian mene­rang­kan belum menemukan indikasi tindak pidana, mau apalagi? Jadi ini sulit, karena hanya PPATK dan kepolisian yang tahu laporannya,” katanya.

Dia berharap, kepolisian yang menerima laporan rekening men­curigakan ribuan PNS kali ini, menindaklanjuti hal terse­but.

Sebab, menurutnya, jika laporan rekening sekelas PNS saja tidak ditindaklanjuti secara proporsional, bagaimana mung­kin kepolisian bisa atau berani mengungkap rekening men­cu­ri­gakan milik pejabat negara atau penjahat kakap.

Mudah Buktikan Pencucian Uang

Yenti Garnasih, Pengamat Pencucian Uang

Pengamat tindak pidana pen­cucian uang Yenti Garnasih me­ngingatkan, transaksi-tran­saksi mencurigakan milik PNS bisa mengandung unsur pen­cu­ci­an uang. Untuk membuktikan hal itu, ia meminta penegak hu­kum menelusurinya secara cermat.

Dugaan terjadinya pencucian uang mencuat tatkala mem­ban­dingkan gaji dengan jumlah tran­saksi yang ada. Gaji pega­wai yang disebut berkisar Rp 10 juta-Rp15 juta, tapi  melakukan transaksi hingga ratusan juta, bah­kan miliaran, layak dicu­rigai. “Mudah mengidentifikasi ada pencucian uang atau tidak di situ,” ujarnya.

Dalam menelusuri asal-usul uang di rekening yang dicuri­gai, ada dua unsur yang bisa di­identifikasi. Yakni, dengan si­apa transaksi dilakukan dan un­tuk kepentingan apa transaksi tersebut. Dari unsur itu, secara se­­derhana dapat terlihat sinya­le­men pencucian uang atau tidak.

Jika kecenderungan transaksi serupa sering terjadi, hal itu men­jadi petunjuk. Kesaksian pe­laku transaksi di sini menjadi faktor penentu lain dalam me­ngu­kur keberhasilan penyeli­di­kan. Lazimnya, nilai transaksi rekening fantastis berasal dari hi­bah dan hasil usaha.

Tapi jika pada praktiknya, pe­gawai ber­sangkutan tak mampu mem­buk­tikan hibah dan jenis usaha yang dilakukan, ia bisa langsung di­pidana. “Unsur pen­cucian uang langsung terpenuhi di situ,” ucapnya.

Lebih jauh, Yenti menilai, pe­ga­wai negeri yang teriden­ti­fi­kasi memiliki rekening gemuk, biasanya dari lingkup ben­da­ha­ra. Jumlah transaksi yang sangat banyak serta beragam, diyakini mengundang kecurigaan PPATK.

Dia mengingatkan, di sinilah perlunya memisahkan rekening pribadi dengan rekening dinas. Pemisahan rekening itu dengan sendirinya juga menunjukkan prinsip kehati-hatian. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya