RMOL.Farida (34) memarkir sepeda motornya di kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia membawa sebuah kamera digital. Anaknya yang masih balita digendong. Sedangkan yang lebih besar dituntun.
Farida bergegas menuju lokasi runtuhnya jembatan Mahakam II yang hanya berjarak 10 meter dari tempat parkir motornya.
Jembatan yang kerap disebut “Golden Gateâ€-nya KaÂliÂmantan itu roboh Sabtu lalu (26/11). SeÂjak itu warga datang berÂduyun-duyun untuk melihat reÂrunÂtuÂhannya maupun meÂnyakÂsiÂkan evaÂkuasi terÂhadap korban.
Mereka bukan hanya datang dari sekitar Tenggarong. Tapi juga dari daerah yang jauh. Farida misalnya. Ia tinggal di Desa Loa Hulu. Jaraknya 15 kilometer dari lokasi kejadian.
“Saya penasaran setelah deÂngar jembatan roboh. Makanya saya ingin ke sini. Saya cuma ingin melihat dari dekat saja sisa bangunan dari jembatan seÂkaÂligus menyaksikan evakuasi korÂban,†tutur Farida.
Ia sengaja membawa kamera digital untuk memotret sisa-sisa reruntuhan. “Sebelum dihanÂcurÂkan saya ingin foto dulu. Terus teÂrang kami sedih, jembatan kebanggaan kami telah rubuh,†kata Farida.
Sayangnya, Farida bersama warga lainnya, tidak bisa melihat terlalu dekat ke lokasi kejadian. Garis polisi (police line) dipaÂsangÂkan di tepi Sungai Mahakam. Hanya petugas kepolisian dan tim Badan SAR Nasional saja yang boleh melintasi garis itu.
Warga yang ingin melihat reÂruntuhan jembatan Mahakam II memilih memarkir kendaraan di kompleks Pemkab Kutai KartaÂnegara. Jumlah motor yang parkir di sini mencapai puluhan.
Perkantoran pemerintah ini berada persis di sebelah kanan jemÂbatan. Lokasinya beberapa meter dari tepi sungai.
Warga yang datang biasanya berkumpul di dua posko. Posko ini sengaja dibangun pemerintah setempat sebagai pusat informasi, kesehatan dan konsumsi bagi tim SAR. Sebuah tenda hijau besar lengkap dengan kursi besi meÂlengkapi posko ini.
Selain dari situ, banyak warga yang menyaksikan puing jemÂbaÂtan dari tepi Sungai Mahakam yang berbatasan antara Jalan Raya Loa Janan dan Kutai KarÂtanegara. Dari kejauhan, warga terlihat berderet mengisi setiap sisi tepi sungai.
Bagi sejumlah pedagang, keÂruÂmunan orang ini merupakan peÂluang untuk meraup keuntungan. Para pedagang menjajakan miÂnuman dan makanan ringan seÂperti bakso dan siomay kepada keÂrumunan orang ini.
Sama seperti warga, para peÂdaÂgang dilarang melintasi garis poÂlisi. Mereka memarkir geroÂbakÂnya di tempat yang dianggap straÂtegis.
“Kalau dibandingkan deÂngan hari biasa, dagang di sini meÂmang lumayan. DagaÂngan saya selalu habis sebelum maÂlam,†kata YanÂto, pedagang siomay.
Nasib beruntung juga mengÂhamÂpiri Ibu Suciwati yang menÂjual aneka minuman botol. PeÂrempuan berusia 45 tahun yang seÂhari-hari hanya berdagang di deÂpan rumah ini, mengaku lebih senang berjualan di sini.
“Apalagi kalau sore, warga yang datang baik sendiri atau pun dengan keluarga sangat banyak. Kalau sudah begitu, tentunya peÂdagang di sini termasuk saya yang akan kebagian rezeki,†jeÂlasnya sambil tertawa.
Kendati mendapatkan untung, Suci justru mengaku sedih deÂngan musibah ini. Pasalnya, keÂramaian ini tak akan berlangsung lama. Setelah evakuasi korban seÂlesai dan puing-puing jemÂbatan dibersihkan daerah ini kembali sepi.
Bupati Kutai Kartanagara Rita Widyasari yang ditemui Rakyat Merdeka di lokasi kejadian, meÂnyampaikan kesedihannya atas rubuhnya jembatan ini. Bahkan, meÂnurut Rita, runtuhnya jemÂbatan menjadi duka bagi warga Kutai Kartanagara.
“Kami berduka dengan muÂsiÂbah ini. Jembatan ini adalah keÂbanggan kami, alat transportasi yang menghubungkan beberapa wilayah,†jelasnya.
Apalagi, sambung Rita, runÂtuhnya jembatan juga memakan korban jiwa tak sedikit. Tentunya, buÂkan hanya pihak Pemda, semua piÂhak juga menyesalkan atas peÂristiwa yang terjadi, kata dia.
Kapan Jembatan Baru Dibangun?
Tiga puluh orang anggota tim SAR berbaris rapi. Mereka menÂdengarkan instruksi dari komanÂdan secara seksama. Tak sampai lima belas menit, apel bubar.
Para anggota tim mulai menÂjalankan tugasnya masing-maÂsing. Beberapa di antaranya keÂmudian mengambil perlengkapan menyelam.
Perahu karet yang berisi peÂlampung dan sejumlah perÂlengÂkapan disiagakan di sisi Sungai Mahakam. Tak lama, tim pun berÂangkat dengan perahu itu.
MereÂka hendak melanjutkan penÂcaÂrian korban yang masih berada di bawah air sungai berwarna keruh itu.
Sampai Selasa sore (29/11), tim yang dikomandoi Kepala BaÂsarnas Marsekal Madya DarÂyatÂmo berhasil menemukan 18 jenaÂzah korban runtuhnya Jembatan Mahakam II.
Tim ini masih terus bekerja. Sebab ada beberapa warga yang meÂlaporkan kehilangan sanak keluarganya. Diduga, mereka turut menjadi korban dalam insiden ini.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalimantan Timur, Bambang Susilo menilai, penanganan peristiwa jangan hanya sebatas pencarian korban dan investigasi penyebab runtuhÂnya jembatan.
“Tapi pemerintah harus berani memberi jaminan untuk memÂbaÂngun kembali jembatan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Itu yang sebenarnya ditunggu oleh masyarakat Kukar,†ujar kepada Rakyat Merdeka saat meninjau lokasi.
Menurut Bambang, ini tangÂgung jawab pemerintah pusat kaÂrena setiap tahun penerimaan yang diperoleh dari Kalimantan Timur mencapai Rp 350 triliun.
“Tapi yang dikirim kembali ke pemerintah daerah, hanya tujuh persen atau sekitar Rp 30 triliun saja. Kalau sekarang kami meÂminÂta anggaran sekitar 1 triliun, harusnya pusat memberikan,†ujarnya.
Pembangunan jembatan baru, kata Bambang, bisa memÂperÂceÂpat roda perekonomian wilayah ini. MeÂnurut dia, penempatan kapal ferry bantuan Kementerian PerÂhuÂbungan sifatnya hanya sementara.
“Harus diakui karena adanya jembatan perekonomian di Kutai Kartanagara ini mengalami keÂmajuan. Kalau jembatan rubuh dan tidak segera dibangun, ekoÂnoÂmi terganggu,†tegasnya.
Kini, Jalan Sempit itu Jadi Jalur Utama
Sejak jembatan Mahakam II runtuh, arus lalu lintas dialihkan melalui Jalan Loa Janan-TengÂgarong. Jalannya sempit. BaÂnyak lubang. Kemacetan di jaÂlan ini pun tak terhindari.
Puluhan mobil dan truk dari arah Samarinda maupun BalikÂpapan terlihat melintasi jalan. Kemacetan sudah bermula ketika hendak menuju jalan alternatif. Mereka antre untuk memÂbeÂlokkan kendaraan ke arah Loa Janan-Tenggarong.
Hujan yang mengguyur memÂÂperparah kemacetan di situ. SeÂbab, pengemudi meÂmiÂlih meÂlamÂbatkan kendaraannya agar terjadi keÂcelakaan. Waktu yang diÂbuÂtuhÂkan untuk meÂlintasi belokan ini bisa sampai 30 menit.
Saat ini, sepanjang jalan Loa JaÂnan merupakan jalur utama bagi pengendara yang ingin meÂnuju Tenggarong maupun terus ke Tenggarong Selatan setelah jembatan Mahakam II ambruk.
Sebelum jembatan terdapat perÂtigaan. Kendaraan yang ingin melalui jembatan meÂngamÂbil arah kanan. Perjalanan ke TengÂgarong hanya memakan waktu paling lama 30 menit bila lewat jembatan.
Setelah jembatan tak bisa diÂlaÂlui, semua semua kendaraan meÂngambil arah kiri. Rakyat MerÂdeka kemarin melintasi jaÂlan ini. Lebarnya 4-5 meter. JaÂlan ini diÂpakai dua arah tanpa ada marka pembatas di tengah jalan.
Sepanjang perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam ini, sangat minim rambu lalu lintas yang ditemui. Padahal, konÂdisi jalan ini cukup terjal. BaÂnyak tanjakan dan turunan serta tikungan patah.
Pantauan Rakyat Merdeka, konÂÂdisi jalan yang banyak luÂbang cukup membahayakan peÂngenÂdaÂra yang melintas. Belum ditaÂmÂbah puing-puing tanah yang berasal dari truk-truk yang lewat. Jalan menjadi becek dan licin ketika diguyur hujan.
Informasi yang diterima RakÂyat Merdeka, jalan ini meruÂpakan jalur lama untuk menuju TengÂgaÂrong. Sejak Jembatan Mahakam II dibuka pada 2002, orang jarang melalui jalan ini. Sebab, waktu yang harus diÂtempuh untuk bisa sampai ke daerah tujuan menjadi lebih lama bila lewat jalan ini.
Kini jalan ini menjadi urat nadi arus transportasi ke luar maupun maÂsuk ke Tenggarong. SepanÂjang jalan menuju TengÂgaÂrong, baÂnyak terdapat tempat penamÂpuÂngan batu bara. DeÂngan conveÂyor, batu bara disaÂlurÂkan ke kapal tongkang di Sungai Mahakam.
“Inilah keanehan. Sepanjang jalan ini banyak perusahaan batu bara dan perusahaan kayu. Tapi jalan rayanya penuh lobang dan sangat kecil untuk dipakai dengan dua jalur,†ujar Budi Susilo, angÂgota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kaltim yang melintasi bersama Rakyat Merdeka.
Sementara untuk memperÂsingÂkat perjalanan dari SamaÂrinÂda menuju Tenggarong mauÂpun seÂbaliknya, Pemkab Kutai KarÂtaÂnaÂgara akan memÂperÂsiapÂkan beÂbeÂrapa kapal ferry. Sebab bila meÂlalui jalur alternatif, waktu perÂjaÂlanan menjadi lebih lama.
“Kami belum menemukan loÂkasi yang tepat untuk meÂnyandarkan beberapa kapal ferry yang kami dapatkan dari KeÂmenterian Perhubungan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, sudah ditemukan loÂkasinya seÂhingga bisa dibangun dermaga seÂmentara,†kata BuÂpati Kutai KarÂtanagara, Rita Widyasari. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17