tb hasanuddin/dok. pribadi
RMOL. Secara tradisional, wilayah ASEAN penuh dengan potensi "sengketa" perbatasan atau konflik perebutan wilayah. Misalnya, kasus-kasus perbatasan Indonesia- Malaysia, Singapura-Malaysia, Kamboja-Thailand, Indonesia-Papua Nugini atau Indonesia- Timor Leste.
Masalah lebih besar ada di Kepulauan Spartley, yang diklaim Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam dan kekuatan besar Asia, Republik Rakyat China. Tapi, ASEAN sudah sepakat bahwa semua persoalan tersebut akan diselesaikan dengan damai mengikuti konsensus, sampai ke sistem kerja dan manual operasinya, agar tak terjadi konflik menjurus ketegangan bersenjata.
"Masalahnya, kalau kemudian AS menempatkan penambahan jumlah pasukan di wilayah ini, yang merupakan pasukan reaksi cepat, dan itu ditujukan untuk kawasan ASEAN, maka sudah tak relevan lagi," jelas Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen (Purn) TB Hasanuddin kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 22/11).
Kepastian pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat diutarakan sendiri oleh Presiden AS Barack Obama setelah bertemu dengan Perdana Menteri Australia Julia Gillard dua pekan lalu. Pangkalan militer terletak di Darwin, yang merupakan kota di pojok utara Australia paling dekat ke Indonesia. Untuk memperkuat kehadiran militer, AS juga akan menempatkan 2.500 marinir di Darwin mulai tahun depan hingga tahun 2017. Bahkan, jet-jet tempur AS, termasuk pembom B-52, akan beroperasi di luar pangkalan Darwin, yang hanya berjarak 500 mil dari Indonesia. Pangkalan militer AS terbesar di ASEAN sebelumnya sudah berdiri di wilayah Filipina.
Salah satu yang diprediksi mantan Sekretaris Militer Presiden ini adalah, penempatan pasukan di Darwin, yang merupakan jarak terdekat dari Australia ke wilayah ASEAN, dapat menimbulkan kecurigaan China terhadap peran AS di Filipina dan Taiwan.
"Kehadirannya (pasukan AS di Darwin) justru menimbulkan ketegangan baru yang bakal menimbulkan penambahan pasukan dari pihak lain, yang bisa menjurus pada konflik bersenjata," ucapnya.
Dia yakin, penambahan itu bukanlah untuk membantu pertahanan Australia. Dari data yang dia amati, tidak ada data menyebutkan kalau Indonesia, Papua Nugini dan Timor Leste bakal menjadi ancaman Australia.
"Jadi ini (pasukan AS) pasti untuk ASEAN. Di samping tadi masalah kepulauan, juga terindikasikan untuk kepentingan ekonomi AS setelah mengalami resesi ekonomi, mereka kesulitan uang," ucapnya.
Bagi Indonesia, lanjut TB, tidak jadi masalah selama ada jaminan AS tidak ikut campur konflik di ASEAN. Hanya saja ketidaknyamanan bakal terus bercokol di dalam negeri, karena penempatan pasukan itu berada di teritori Australia yang tak tersentuh.
"Saya lihat AS dekat dengan Australia, Filipina dan Singapura. Saya melihat kasus-kasus perbatasan itu kecil, tapi masalah wilayah Kepulauan Spartly itu yang besar termasuk konflik China dengan Taiwan, yang merupakan sekutu dekat AS," urai TB.
Dan tidak terbantahkan lagi bahwa sumber keuangan AS banyak disokong korporasi multi-nasional yang berada di kawasan ASEAN, dan salah satu contoh yang paling dekat dan terbesar adalah PT Freeport Indonesia, Timika, Papua.
"Harus jadi pemikiran kita bahwa diplomasi AS itu selalu dibekingi kekuatan militer. Untuk kepentingan perdagangan dan sebagainya, dia majukan pasukannya lebih dahulu," terangnya.
Dia juga tak peduli dengan berbagai dalih yang diutarakan pihak Paman Sam terkait kehadiran pasukannya di Darwin itu. Namun akan terasa lucu kalau dalih penanganan darurat bencana digunakan AS sementara pangkalan militer itu cuma dipenuhi oleh pasukan, persenjataan dan skuadron jet tempur.
"Pasukan itu tidak usah kita pusingkan. Mau mereka tinggal disana, bangun pasukan lebih dekat dari kita, atau mau apalah, selama bukan kita yang biayai, itu tidak masalah. Tapi yang paling perlu adalah bagaimana sikap politik kita pada Amerika Serikat," tandasnya.
[ald]