Berita

Marwan Effendy

X-Files

Lagi, Dua Bekas Kajati Terancam Dipolisikan

Setelah Dicopot dari Posisinya Dan Diproses Hukum
SABTU, 19 NOVEMBER 2011 | 08:59 WIB

RMOL.Bakal ada lagi jaksa yang dilaporkan ke polisi hingga berujung ke pengadilan seperti Cirus Sinaga? Atau, ujung-ujungnya hanya sanksi internal dengan alasan tak ada bukti tindak pidana?

Jaksa Agung Muda Pen­ga­wa­san Marwan Effendy bersiap-siap melaporkan dua bekas kepala Kejaksaan Tinggi, seorang bekas Kepala Kejaksaan Negeri dan dua Kepala Seksi ke polisi, jika bagian pengawasan Kejag­ung me­ne­mu­kan bukti kuat, para jaksa itu me­lakukan tindak pi­dana umum.

Tapi, menurut Marwan, jika bukti-buktinya mengarah pada tin­dak pidana khusus, Kejaksaan Agung tidak akan mela­por­kan­nya ke polisi, melainkan lang­sung menanganinya.

Yang pasti, lanjutnya, lima jaksa itu telah dicopot dari jaba­tan mereka. Pencopotan itu, ka­ta­nya, merupakan bagian dari upa­ya membersihkan jaksa-jaksa nakal yang menggerogoti citra Korps Adhyaksa.

Lima jaksa itu, menurut Mar­wan, sedang diproses oleh Bi­dang Pengawasan Kejaksaan Agung.

“Ada dua kajati yang di­copot dan sedang diproses. Me­re­ka menjadi jaksa biasa saja, tidak ada jabatan strukturalnya lagi. Mereka dicopot karena tidak pu­nya kemampuan manajerial dan agak arogan,” ujar Marwan ketika berbincang de­ngan Rakyat Merdeka.

Namun, Marwan tidak mau me­nyebut secara jelas identitas dua bekas kajati yang tengah di­proses tersebut.

“Sebab ke­pu­tu­san­nya belum disampaikan. Nan­ti juga ada waktu bagi mereka un­tuk mem­bela diri. Mudah-mu­da­han De­sember nanti sudah ada ha­sil­nya,” kata bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Marwan juga bercerita tentang tiga jaksa lain yang dicopot dari ja­­batan mereka dan tengah di­pro­ses Bidang Pengawasan Ke­ja­gung.

“Di daerah Maluku Utara ada dua kepala seksi dan satu ke­pala kejari yang dicopot. Saya lupa nama-nama mereka,” ujarnya.

Dua kepala seksi itu, kata Mar­wan, dicopot karena melakukan pemerasan terhadap keluarga ter­sangka sebuah perkara. Se­dang­kan kepala kejari itu melakukan pelanggaran berupa penggelapan dana operasional kantor.

Marwan setuju agar setiap jak­sa yang melakukan pe­lang­ga­ran diberikan sanksi. Selain sanksi, upaya pengembangan diri dan peningkatan kemampuan jaksa juga perlu terus dilakukan. D­e­ngan demikian, dia berharap ma­syarakat akan percaya terhadap kinerja Kejaksaan.

“Kami berikan sanksi sesuai pelanggarannya. Bisa sanksi ad­ministratif, penurunan pangkat, pe­mindahan, pencopotan dan pemecatan sampai pada urusan pidana. Memang harus tega. Tapi, kami juga memberikan reward bagi jaksa-jaksa yang ber­pres­tasi,” ujarnya.

Saat ini, ujar Marwan, tidak ada alasan lagi bagi jaksa untuk ber­main curang, memeras, me­nipu, memperjualbelikan perkara atau pasal-pasal. “Sudah ada re­nu­merasi. Kalau masih suka be­gitu, kebangetan namanya. Yang sudah kelewatan, ya dipecat saja,” tegasnya.

Apalagi, lanjut Marwan, kian banyak anggota masyarakat yang melaporkan perkara ke ‑Kejak­sa­an. Laporan-laporan itu harus di­se­lesaikan, tak boleh dise­le­weng­kan para jaksa.

“Silakan m­a­sya­ra­kat menga­wasi penanganan kasus-kasus itu. Kalau ada lapo­ran, langsung kita tindak lanjuti jika kuat buktinya. Kejaksaan tidak mau menjadi bu­lan-bulanan masyarakat karena ulah sejumlah jaksa yang me­lang­gar hukum,” katanya.

Sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Marwan diberi kewenangan internal untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap jaksa-jaksa nakal. Selain itu, Jamwas ber­we­nang melakukan eksaminasi terhadap kinerja para jaksa.

“Kalau ada jaksa yang mela­kukan kesalahan, saya tidak ragu-ragu menindak. Kami memang harus meningkatkan integritas dan kapabilitas jaksa,” katanya.

Salah satu titik perhatian dalam upaya pengawasan jaksa, kata Mar­wan, adalah dengan meng­ins­truksikan kepada seluruh jaksa untuk menyerahkan Laporan Har­ta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). “Kalau tidak dilaporkan, akan saya pecat. Itu perlu. Saat ini sudah hampir 60 persen melaporkan kekayaan­nya,” katanya.

Siapa Menyusul Jaksa Cirus Sinaga

Reka Ulang

Kejaksaan Agung mencopot dua jaksa senior dari jabatannya. Me­reka kini tidak memiliki jaba­tan struktural lagi. Jaksa yang di­copot itu berinisial LP (kepala ke­jaksaan tinggi) dan TM (salah se­orang direktur di kejaksaan). Kini kedua jaksa tersebut ditempatkan sebagai jaksa fungsional.

TM sebelum menjabat sebagai salah seorang direktur, men­du­du­ki jabatan sebagai salah seorang Ke­pala Kejaksaan Tinggi di Ka­limantan. Sedangkan LP terlibat m­asalah serupa dengan pen­da­hu­lunya di kejaksaan tinggi itu, LS. Mereka dicopot karena me­lang­gar aturan disiplin dalam pe­na­nganan perkara. Saat ini, LS di­tem­patkan sebagai staf ahli.

“Surat pencopotan tersebut sudah dikirimkan kepada mere­ka,” ujar Jaksa Agung Muda Pem­binaan Iskamto seusai meng­hadiri seminar Peran Kejaksaan Da­lam Upaya Pemulihan Keru­gian Keuangan Negara pada Tin­dak Pidana Korupsi di Hotel Cen­tury, Jakarta, Kamis (20/10).

Iskamto menjelaskan, dua pe­­­jabat tersebut dikenakan sanksi ka­rena melanggar disip­lin Pe­ra­­turan Pemerintah (PP) No­mor 53 Tahun 2010 tentang Pe­ga­wai Negeri Sipil (PNS). “Yang jelas su­rat sudah kami ki­rim,” tandasnya.

Jaksa Agung Muda Penga­wa­san (Jamwas) Marwan Effendy menyatakan, telah memberikan sanksi kepada kedua jaksa terse­but. Mereka diturunkan pang­kat­nya dan menjadi staf fungsional. Keduanya dikenai sanksi sesuai PP 53 Tahun 2010 tentang Disip­lin Pegawai Negeri Sipil. “Ka­re­na tidak punya kemampuan ma­na­jerial dan agak arogan,” katanya.

Marwan menambahkan, saat ini pihaknya sedang menelusuri laporan yang mengenai sejumlah pelanggaran jaksa di daerah.

“Kami sedang menelusuri pe­nga­duan dari Surakarta dan Jember. Be­lum bisa disimpul­kan,” ujar­nya.

Sebelumnya, Marwan per­nah menampik bahwa rangkaian pe­meriksaan terhadap jaksa nakal yang dilaksanakan jajarannya ter­kesan hanya basa-basi dan te­bang pilih. “Semua kami proses sesuai ketentuan yang ada,” ujarnya.

Marwan pun mengingatkan, pe­nindakan terhadap jaksa oleh jajaran Jamwas bahkan ada yang  langsung dilanjutkan de­ngan laporan ke Kepolisian.

Per­kara yang menyedot per­hatian khala­yak adalah pe­ngungkapan peran jaksa Cirus Sinaga dalam kasus du­gaan pemalsuan ren­cana pe­nun­tutan (rentut) Gayus Tam­bu­nan.

Kasus ini dilaporkan jajaran Jam­was ke Mabes Polri dan ber­gulir hingga ke pengadilan. Ada juga perkara penyalahgunaan ba­rang bukti narkoba yang me­nye­ret jaksa Kejaksaan Negeri Jakar­ta Utara, Esther, ke Polda Metro Jaya.

Dia menambahkan, untuk me­ner­tib­kan para jaksa yang di­duga menyimpang, unsur pim­pi­nan Ke­jagung telah menyepakati pem­ben­tukan satuan tugas (sat­gas)-satgas yang bertugas khusus menerima lapo­ran ma­sya­ra­kat di setiap Ke­jak­saan Tinggi.

Model Pengawasan Jeruk Makan Jeruk

Harry Witjaksana, Anggota Komisi III

Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana mendukung upaya pencopotan dan pe­me­catan jaksa-jaksa nakal. Hal itu perlu dilakukan untuk mem­ber­sihkan Kejaksaan dari oknum-oknum yang bermasalah.

“Kalau jaksanya nakal, me­me­ras, ya pecat saja. Kalau ada bukti-bukti perbuatannya salah, pecat saja,” tandasnya.

Tapi, dia lebih senang apa­bila ada upaya tangkap tangan ter­ha­dap para jaksa nakal. De­ngan de­­m­­ikian, tidak banyak dalih yang perlu dilakukan un­tuk me­nindak tegas jaksa-jaksa seperti itu. “Misalnya tangkap ta­ngan, itu langsung pecat saja,” ucapnya.

Menurut Harry, bila pe­nga­wasan internal Kejaksaan Agung menemukan adanya in­dikasi pelanggaran yang di­la­ku­kan kajati atau jaksa-jaksa lain­nya, maka hal itu pun masih mem­butuhkan proses.

“Kalau le­wat analisis, proses dan duga­an-dugaan yang dite­mukan ba­gi­an pengawasan, ar­tinya itu ma­sih perlu diberi­kan hak pem­be­laan diri bagi jaksa yang ber­sangkutan. Selanjutnya akan di­putuskan, kalau ada bukti-bukti itu, dan diberi sanksi mi­salnya pe­nurunan pangkat, non-job dan lain-lain. Bagusnya tertangkap tangan sih,” ujarnya.

Harry tetap curiga dengan mo­del pengawasan internal di ber­bagai instansi, termasuk di Ke­jak­saan. Menurut dia, yang na­ma­nya pengawasan internal kerap melindungi dan menutup-nutupi kesalahan. “Namanya jeruk ma­kan jeruk, ya begitu,” ujarnya.

Karena itu, tidak cukup hanya pengawasan internal, penga­wa­san eksternal juga harus jalan. Misalnya melalui Komisi Ke­jak­saan. Namun sayang, Komisi Kejaksaan dinilai tidak bergigi juga. “Ya mau bagimana lagi, Komisi Kejaksaan kita juga begitu-begitu saja,” ujar Harry.

Dia mendorong publik untuk aktif memberikan pelaporan dan pengawasan terhadap jak­sa-jaksa nakal. Dengan de­mi­kian, kejahatan oknum-oknum jaksa tidak bisa ditutup-tutupi.

“Par­ti­s­ipasi publik dalam penga­wa­san itu perlu. Seperti media massa, harus turut me­ngawasi. Media massa silakan bongkar saja pelanggaran-pe­langgaran yang dilakukan para jaksa itu. Itu bagian dari penga­wasan publik,” ucapnya.

Pengawasan Internal Mesti Diperkuat

Amir Hasan Ketaren, Bekas Ketua Komisi Kejaksaan

Meski selama ini dinilai tidak bergigi, namun dalam sejumlah re­komendasinya, Komisi Ke­jaksaan mendorong Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan untuk menindak jaksa-jaksa yang bermasalah.

“Dari awal, Komisi Kejak­sa­an mendorong agar pe­nga­wa­san internal diperkuat,” ujar be­kas Ketua Komisi Kejaksaan Amir Hasan Ketaren.

Amir merasa senang apabila su­dah ada tindakan tegas yang di­lakukan institusi Kejaksaan terhadap jaksa-jaksa nakal. Dia juga mengapresiasi kinerja Jak­sa Agung Basrief Arief dan Jak­sa Agung Muda Penga­wasan Marwan Effendy.

“Yang saya ikuti sekarang, Jaksa Agung Basrief Arief dan Jam­was Marwan Effendy su­dah bekerja cepat dan menin­dak ba­nyak jaksa. Itu perlu di­dukung karena memang bagus. Me­mang seperti itulah yang kita harapkan,” ujar Amir.

Jika dalam periode terdahu­lu, kata Amir, ada keengganan dari Jaksa Agung untuk me­lakukan tindakan tepat dan cepat bagi jaksa-jaksa nakal, tentu akan memperburuk citra dan kinerja ke­jaksaan.

“Bagaimana mendapatkan hasil yang bagus kalau misal­nya di internal sendiri tidak mau. Jadi, bagaimana pun ke­mau­an di internal Kejaksaan itu sangat penting. Saya apresiasi upaya yang dilakukan penga­wasan sekarang ini,” katanya.

Amir berharap, model pe­nga­wasan Kejaksaan yang efektif di internal Kejaksaan ti­dak hanya berlangsung sesa­at. Dia me­ngi­nginkan agar hal itu menjadi se­buah pola dan me­tode yang ber­kesinambungan.

“Komisi Ke­jaksaan hanya si­fatnya mere­ko­men­dasikan. Nah, kita harapkan agar penga­wa­san yang baik dan tegas itu te­rus berlangsung,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

UPDATE

Selengkapnya