Muhammad Nazaruddin
Muhammad Nazaruddin
RMOL.Kejaksaan Agung menelusuri dugaan keterlibatan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan konco-konconya dalam sejumlah kasus korupsi. Salah satunya, perkara pengadaan alat pendidikan dokter di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (BPPSDMK) pada Kementerian Kesehatan tahun 2010.
Korps Adhyaksa bahkan sudah menetapkan para tersangka duÂgaan korupsi proyek berÂmoÂdalÂkan Rp 417,8 miliar itu. “Sudah diÂtetapkan tiga tersangka,†ujar Kepala Pusat Penerangan dan HuÂkum Kejaksaan Agung (KejaÂgung) Noor Rachmad, kemarin.
Ketiga tersangka itu adalah Ketua Panitia Pengadaan atau KeÂpala Bagian Program dan InÂformasi (PI) Sekretariat Badan PPSDMK Widianto Aim, Pejabat Pembuat Komitmen atau KasubÂbag Program dan Anggaran (PA) Sekretariat Badan PPSDMK Syamsul Bahri, Direktur Utama PT Buana Ramosari Gemilang Bantu Marpaung, yang diÂnyaÂtakan sebagai pemenang tender. Ketiganya ditetapkan sebagai terÂsangka sejak 20 Oktober 2011.
Menurut Noor, Widianto Aim berperan membuat penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak profesional. Syamsul Bahri dan Bantu Marpaung juga terkait penetapan HPS tender itu.
“Pekerjaan mereka tidak profeÂsioÂnal, terlihat dari indikasi keÂmahalan harga, dan sebagian barang tidak sesuai spesifikasi,†tandasnya.
Hingga kemarin, meski dijeÂrat pasal pidana korupsi, ketiga terÂsangka tersebut belum ditaÂhan. Menurut Noor, mereka diÂsangka melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Noor menambahkan, selain mendalami keterlibatan ketiga tersangka itu, Kejagung juga melakukan pengembangan kasus ini ke arah dugaan keterÂliÂbaÂtan NaÂzaruddin. “Proses peÂngemÂbaÂnganÂnya masih berjalan, masih dalam penelusuran,†ujarnya.
Dia mengaku, Kejagung tidak akan berhenti menangani kasus ini walaupun nanti ada bukti keÂterlibatan Nazar.
“Semua yang nantinya terkait, akan diproses, tiÂdak hanya NaÂzaruddin. TerÂganÂtung bagaimana perkembangan proses penyidikan yang sedang berjalan,†ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, penyidik Kejaksaan sudah memeriksa seÂjumlah orang dalam dugaan koÂrupsi di Kementerian Kesehatan tersebut. “Termasuk orang-orang dari Kemenkes, sudah beberapa yang diperiksa,†katanya.
Sebagaimana disebut Ketua KPK Muhammad Busyro MÂuÂqodÂdas, Nazaruddin diduga terliÂbat sejumlah kasus korupsi. PerÂkara yang diduga melibatkan NaÂzar antara lain, kasus pemÂbaÂnguÂnan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, SumaÂtera Selatan dan kasus peÂngaÂdaan alat pendidikan dokter di KeÂmenkes. Bekas pengurus DPP Partai Demokrat ini, diduga berÂpeÂran penting sebagai mafia proÂyek di sejumlah instansi negara.
KPK juga sedang menelusuri sejumlah kasus korupsi yang meÂnyeret nama bekas anggota KoÂmisi III DPR itu. Bahkan, KPK juga sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan alat penÂdiÂdiÂkan dokter di Badan PeÂngemÂbaÂngan dan Pemberdayaan SDM KeÂsehatan (BPPSDMK) pada KeÂmenterian Kesehatan (KeÂmenÂkes) yang diduga melibatkan Nazaruddin.
“Saat ini, yang ada dalam proÂses penyelidikan KPK, salah saÂtuÂnya mengenai pengadaan alat bantu belajar mengajar pendiÂdiÂkan dokter spesialis pada Badan Pengembangan dan PemÂberÂdaÂyaÂan Sumber Daya Manusia KeÂseÂhatan di Depkes tahun 2009,†uujar Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, kemarin.
Kalau Kejagung meÂnaÂngani kaÂsus serupa untuk mata angÂgaran 2010, KPK menangani dugaan korupsi pada pengadaan tahun anggaran 2009.
“Itu ada proÂyek yang diikuti perusahaan yang berafiliasi deÂngan NazaÂruddin. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan di KPK,†ujar Johan.
KPK Endus 35 Kasus Nazaruddin
Reka Ulang
Pada 13 Agustus 2011, Ketua KPK Muhammad Busyro MuÂqodÂdÂas menggelar jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta. Dia menÂjelaskan sejumlah kasus yang bisa menyeret bekas Bendahara Umum (Bendum) Partai DeÂmokrat Muhammad Nazaruddin.
Dalam bahan press rilis, diseÂbutÂkan bahwa perkara yang diÂduga melibatkan Nazaruddin mencapai 35 kasus. Namun, tiÂdak disebutkan satu persatu apa saja kasus-kasus itu.
KPK kemudian membagi kaÂsus-kasus itu dalam tiga klÂaÂsiÂfikasi. Pertama, kasus-kasus yang sedang dalam proses penyidikan. Ada dua kasus yang masuk kaÂteÂgori ini. Dua kasus itu berasal dari dua kementerian. Nilai total dua kasus ini Rp 200 miliar.
Klasifikasi kedua, adalah kasus yang dalam tahap penyelidikan. Jumlahnya dua kasus dari dua keÂmenterian. Total nilai dua kasus ini Rp 2,6 triliun. Ketiga, kasus-kasus yang dalam tahap pulbaket (pengumpulan bahan keteÂraÂngan). Jumlahnya 32 kasus di lima kementerian. Nilainya juga triliunan. Total nilai semua kasus itu adalah Rp 6, 037 triliun.
Busyro Muqoddas berjanji akan terus menyampaikan kepaÂda publik perkembangan peÂnguÂsutan kasus-kasus itu. “Kami akan terus bekerja dengan penuh tanggung jawab,†katanya.
Jejak Nazaruddin antara lain terendus dalam kasus dugaan koÂrupsi di Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan NaÂsioÂnal dan Kementerian Tenaga KerÂja dan Transmigrasi. Kasus-kasus tersebut ada yang ditangani KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. NaÂmun, Nazaruddin dalam berbaÂgai kesempatan membantah mÂeÂlaÂkuÂkan tindak pidana korupsi.
Nah, Kejaksaan Agung menaÂngaÂni dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di Badan Pengembangan dan PemÂbeÂrÂdaÂyaÂan SDM Kesehatan (BPPSDMK) pada Kementerian Kesehatan tahun 2010.
Yang sudah terang, Nazaruddin segera menjadi terdakwa kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Pengacara Nazar, Elza Syarief memperkirakan klienÂnya itu akan disidang di PeÂngadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada akhir NoÂvember atau awal Desember 2011.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, jaksa KPK akan mendakwa Nazaruddin melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 Undang-Undang PemÂberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Saya kira pasalnya sama dengan kasus suap Sesmenpora,†ujarnya.
Sebelumnya, gugatan praÂpeÂraÂdilan Nazaruddin ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta SeÂlatan. Menurut pengacara NaÂzar, Afrian Bondjol, kliennya pasÂÂÂrah menghadapi penolakan itu.
NaÂmun, lanjutnya, Nazar tetap opÂtimistis menyiapkan materi pembelaan dalam persidangan dua pekan mendatang. “Dia suÂdah tidak memikirkan guÂgatan praÂperadilan. Kami seÂkaÂrang foÂkus menghadapi sidang,†ujarnya.
Majelis hakim yang diketuai Dimyati menilai, PN Jaksel tidak berwenang mengadili sidang guÂgatan yang diajukan Nazaruddin itu. Majelis juga memutuskan mengabulkan keberatan KPK.
“Eksepsi KPK tepat, PengaÂdilan Negeri Jakarta Selatan tidak berÂhak menggelar perkara ini,†kata Dimyati dalam sidang pada Senin (14/11).
Mengenai penyitaan barang-barang milik Nazar, majelis meÂnilai, itu merupakan kewenangan KPK sebagai penyidik, sesuai Undang Undang Nomor 30 tahun 2002, juga sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 42 ayat (1) tenÂtang tata cara penyitaan. “Kami hormati putusan hakim,†kata Afrian.
Kasus Menguap Rakyat Muak
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengingatkan Kejaksaan Agung agar peÂnaÂnganan kasus korupsi di KeÂmenÂterian Kesehatan tahun angÂgaran 2010, menyentuh akar permasalahannya.
“Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad NaÂzaruddin berada di balik seÂjumlah pengadaan bermasalah di Kemenkes. Itu juga harus diÂusut tuntas,†ujarnya, kemarin.
Basarah juga menantang Kejagung untuk bisa memÂbongÂkar sejumlah pejabat dan bekas pejabat yang berada di baÂlik kasus itu.
“Saya sangat meÂnyayangkan, sejauh ini KeÂjagung belum mengembangkan penyidikan ke sana. Inilah golÂden moment untuk KejaÂgung membuktikan diri mampu meÂnaÂngani kasus-kasus korupsi secara akuntabel dan transÂparan,†ujarnya.
Bagi Kejagung, lanjut dia, peÂnuntasan kasus ini akan menÂjadi pembuktian bahwa mereka tidak mandul dalam menegakÂkan hukum. “Apalagi kasus ini diÂduga melibatkan bekas benÂdahara umum partai penguasa, sehingga ujian kredibilitas KeÂjagung dipertaruhkan. Rakyat sudah jenuh melihat berbagai kasus korupsi yang ditangani Kejagung menguap di tengah jalan,†tandasnya.
Pengusutan kasus korupsi peÂngadaan alat pendidikan dokter di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (BPPSDMK) Kemenkes, meÂnurut Basarah, akan memÂperÂÂlihatkan wajah Kejagung yang sebenarnya.
Di tengah pesimisme publik terhadap kinerja Kejagung, dia berharap, Jaksa Agung Basrief Arief bisa menuntaskan kasus koÂrupsi di Kemenkes tersebut.
“Jika dia tidak mampu meÂnunÂjuÂkan keberaniannya meÂneÂÂgakÂkan hukum dalam kasus itu, maka anggapan publik bahwa Kejagung telah menÂjadi alat penguasa akan seÂmakin jelas,†ingatnya.
Negara ini, kata dia, tidak berdÂiri hanya setahun dua tahun. Kejagung pun tidak haÂnya seÂsaat. Karena itu, jika KeÂjagung mampu memÂbukÂtiÂkan penegakÂan hukum tanpa panÂdang bulu, lembaga itu pun akan kian dipercaya masyarakat.
“Kejagung jangan mimpi mendapat dukungan politik DPR untuk menangani kasus-kasus korupsi besar jika kreÂdiÂbilitas dan citra mereka belum diÂperbaiki. Agresivitas KejaÂgung menangani kasus-kasus koÂrupsi besar akhir-akhir ini jaÂngan sampai membawa agenda peÂnguasa,†ujar Basarah.
Tersangkanya Masih Cere Tuh...
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpuÂnan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer SitungÂkir menilai, proses pengusutan kaÂsus korupsi tidak memiliki taji yang tajam bagi para peÂtingÂgi di suatu instansi.
Kerap kali pelaku-pelaku kaÂkap dalam kasus korupsi tidak tersentuh tangan-tangan hukum secara fair. Nah, untuk kasus koÂrupsi kali ini, dia berharap KeÂjagung mampu menyeret otakÂnya, yakni elite yang suka meÂngorbankan para anak buahÂnya demi penyelamatan priÂbaÂdi.
“Penerapan administrative peÂnal law yang diadopsi dalam UnÂdang Undang PemÂbeÂranÂtaÂsan TinÂdak Pidana Korupsi haÂrus diÂperluas menjadi peÂrtangÂgungÂjaÂwaÂban ke atas,†ujarnya, kemarin.
Sangat tidak adil apabila daÂlam berbagai perkara koÂrupsi, jakÂsa hanya bisa menjerat peÂlaku-pelaku kecil. Lantaran itu, Sandi mendesak Kejagung mampu menangkap kaÂkapnya.
Dia pun memÂperÂtaÂnyaÂkan, jika penegak hukum hanya berÂhenti pada kuasa pengguna anggaran, pimpro dan konÂtrakÂtor, bagaimana status yang meÂnanÂdatangani Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran dan pimÂpronya. Soalnya, menteri atau dirjen-lah yang meneken SK tersebut.
“Mengenai kasus di KeÂmenÂkes, Kejagung baru mamÂpu meÂnetapkan tiga orang cere seÂbaÂgai tersangka. Padahal, mereka haÂnya orang-orang yang dipeÂrinÂtah atasannya,†kritiknya.
Menurut Sandi, dalam sisÂtem pertÂanggungajawaban piÂdana dengan sistem adÂmiÂnistrative peÂnal law, perbuatan atasan terÂsangka pun adalah tindak pidana.
“Tidak perlu diperumit, yang membuat SK menerima uang atau tidak. Sistem pemÂbukÂtian dalam hukum pidana adaÂlah delik formal, jadi tidak perÂlu diÂbuktikan apakah ataÂsanÂnya daÂpat uang atau tidak,†ucapnya.
Dia menilai, tidak sulit meÂnyeÂret para petinggi yang diduÂga terlibat, asalkan ada niat seÂrius untuk menuntaskan perkara korupsi ini. Soalnya, sudah ada beÂberapa pengakuan sejumlah pihak di KPK yang bisa segera ditindaklanjuti kejaksaan.
“Ada keterangan saksi dan dua alat bukti, cukuplah untuk menjerat seseorang menurut hukum piÂdana,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47