ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Dua pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dua pengusaha ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008.
Keempat tersangka itu adalah Ketua Panitia Lelang Pengadaan Alat Laboratorium Irmanto ZaÂmahir Ganin dan Pejabat PemÂbuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium Siam Subagyo, Direktur PT Ramos Jaya Abadi SuÂrung H Simanjuntak dan DiÂrektur CV Masenda Putra ManÂdiri Ediman Simanjuntak yang merupakan rekanan BPOM.
Mereka yang terjerat dugaan korupsi pada proyek senilai Rp 10 miliar itu, kini ditahan di RuÂmah Tahan Salemba cabang KeÂjaksaan Agung. “Sudah ditahan. Kami masih terus mendalami kaÂsus ini,†ujar Kepala Pusat PeÂneÂrangan dan Hukum (KaÂpusÂpenÂkum) Kejaksaan Agung Noor RachÂmad, Jumat lalu (11/11).
Dijelaskan Noor, pada 2008 Pusat Pengujian Obat dan MakaÂnan Nasional (PPOMN) BPOM melaksanakan pekerjaan pengaÂdaÂan alat laboratorium yang diÂbagi dalam empat paket. Paket satu dan dua, dana pengadaan alat laboratoriumnya berasal dari APBN dan berada di bawah SaÂtuan Kerja (Satker) Pusat PPOMN BPOM.
Paket satu berupa pengadaan alat laboratorium PPOMN deÂngan pagu anggaran Rp 4,5 miliar untuk 66 item barang, sedangkan paket dua berupa pengadaan alat laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Nasional (PROMN) dengan pagu anggaran Rp 15 miÂliar untuk 46 item barang.
Dari hasil lelang, CV Masenda Putra Mandiri (MPM) memperÂoleh kontrak untuk paket satu deÂngan nilai kontrak Rp 43,49 miÂliar. Sementara paket dua diÂpeÂgang PT Ramos Jaya Abadi (RJA) dengan nilai kontrak Rp 13,02 miliar. “Dalam pelaksanaannya, kedua perusahaan mensuÂbÂkonÂtraÂkan seluruh pekerjaan tersebut keÂpada PT Bhineka Usada Raya, sehingga terjadi selisih harga atau kemahalan harga,†kata Noor.
Akibatnya, diduga terjadi keruÂgian keuangan negara sebesar Rp 10,8 miliar. Karenanya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-unÂdang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pihak Kejagung berjanji akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas. Bahkan, dijelaskan Noor, jaksa masih mengembangkan perkara ini untuk mencari apakah ada tersangka baru. “Proses peÂngembangan masih berjalan terus,†ucapnya.
Kepala Biro Hukum BPOM Hendri Siswadi menyampaikan, pengadaan proyek itu berjalan lancar. Namun, bila Kejagung meÂngendus adanya dugaan tinÂdak pidana korupsi, pihaknya tiÂdak akan menghambat proses hukum yang akan dilakukan.
“Laboratoriumnya jalan kok. Setahu saya pengadaannya transÂparan dan sesuai prosedur. Tapi, bila Kejaksaan menemukan adaÂnya dugaan korupsi, ya silakan diÂusut. Kami tidak akan mengÂhaÂlangi. Silakan proses hukum deÂngan transparan,†ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Hendri menyampaikan, pihak BPOM tidak akan mencampuri urusan persoalan hukum yang seÂdang berjalan bagi dua peÂjaÂbatÂnya yang sudah ditetapkan seÂbaÂgai tersangka itu.
Selama peÂnyeÂlidikan dan penyidikan KeÂjaÂgung, lanjut dia, sejumlah staf dan pejabat BPOM pun sudah ditanyai penyidik. “Ya, siapapun yang diduga terlibat silakan diÂproses. Kami pun siap membuat persoalan ini segera dituntaskan,†ujarnya.
Sejak dua pejabatnya ditahan KeÂjagung, lanjut Hendri, pihak BPOM tidak mencampuri proses hukumnya. Bahkan, bantuan huÂkum pun tidak diberikan. “KaÂreÂna sudah jadi tersangka, ya sudah ada pengacara mereka masing-masing. Sebelumnya memang ada pendampingan dari institusi BPOM. Selanjutnya, itu sudah menajdi persoalan hukum pribadi masing-masing. Bukan institusi BPOM,†ujar Hendri.
Awalnya Cuma Dua Tersangka yang Ditahan
Reka ulang
Pada Jumat (4/11), penyidik Pidana Khusus (Pidus) Kejagung menangkap dan menahan dua pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni PeÂjabat Pembuat Komitmen Siam Subagyo dan Kepala Panitia PeÂngadaan Irmanto Zamahir Ganin.
Penyidik menahan mereka unÂtuk memastikan, penyidikan kaÂsus korupsi pengadaan alat laÂboÂratoÂrium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008, tidak terÂganggu. “Mereka ditahan karena ada kekhawatiran akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad.
Kemudian, pada Kamis (10/11), Kejagung kembali menahan dua tersangka dalam kasus yang sama. Keduanya, adalah rekanan BPOM daÂlam pengadaan alat laÂboÂratoÂrium itu. Mereka, Direktur PT RaÂmos Jaya Abadi, Surung HaÂsihoÂlan Simanjuntak dan DiÂrekÂtur CV Masenda Putra ManÂdiri, Ediman Simanjuntak. “MeÂreÂka kami tahan di Rutan SalemÂba cabang KejaÂgung, “ ujar Noor Rachmad.
Dari hasil penelusuran peÂnyiÂdik Kejagung, diketahui, peÂruÂsaÂhaan Surung mengerjakan satu paket proyek bernilai Rp 13 miÂliar, dan Ediman mengerjakan dua proyek yang nilainya menÂcaÂpai Rp 43 miliar. Kedua peruÂsaÂhaan rekanan tersebut melakukan tindakan sepihak yang berakibat selisih harga atau kemahalan harÂga, sehingga merugikan keÂuaÂngan negara Rp 10,8 miliar.
Noor menjelaskan, penahanan terÂhadap Surung dan Ediman meÂrupakan tindak lanjut penahanan dua pejabat BPOM sebelumnya.
Kasus korupsi pengadaan lainÂnya yang tengah ditangani KeÂjaÂgung adalah proyek sistem inÂforÂmasi perpajakan di Direktorat JenÂderal Pajak, Kementerian KeÂuangan. Dalam kasus ini, Tim SaÂtuan Khusus Pemberantasan KoÂrupsi Kejaksaan Agung meÂlaÂkuÂkan pengembangan kasus peÂngaÂdaan alat sistem informasi perÂpaÂjaÂkan pada 2006 yang terindikasi korupsi. Alhasil, tim yang terdiri dari 15 personel ini, melakukan penggeledahan di empat tempat dan menetapkan dua tersangka dari Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Menurut Noor Rochmad, keÂdua tersangka itu ialah Bahar dan Pulung Soeharto. Bahar meruÂpaÂkan Ketua Panitia Pengadaan SisÂtem Informasi Manajemen. PuÂlung adalah Pejabat Pembuat KoÂmitmen. “Mereka ditetapkan seÂbaÂgai tersangka setelah dilakukan penggeledahan di sejumlah titik.â€
Selanjutnya, Noor bercerita bahÂwa penggeledahan dilakukan tim satuan khusus yang berisi 15 personel dari jajaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JamÂpidÂsus). Penggeledahan dilakukan di empat tempat, yakni kantor pusat Ditjen Pajak, kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di JaÂkarÂta Barat dan dua rumah Bahar di Jalan Madrasah, Gandaria, JaÂkarta Selatan serta Komplek CiÂnere, Depok, Jawa Barat.
Dari penggeledahan itu, peÂnyidik menemukan beberapa doÂkuÂmen serta surat-surat yang diÂduga berkaitan dengan kasus ini. Ditemukan pula beberapa dokuÂmen yang dicari, tapi sudah dipinÂdahkan dari kantor pusat Ditjen Pajak ke kantor pajak Jakarta BaÂrat. “Dokumen itu terkait pengaÂdaÂan barang sistem informasi terÂsebut. Yang lain masih diÂinÂvenÂtarisir penyidik,†katanya.
Di Jalan Ketimun Nomor 115, Blok A, Perumahan Cinere Estate yang merupakan rumah Bahar, penyidik menyita sejumlah baÂrang seperti laptop, tiga flashdisk dan sejumlah buku tabungan. Namun, tersangka sedang tidak di rumahnya saat penggeledahan. Di rumah itu hanya ada beberapa pemÂbantu dan tukang yang seÂdang merenovasi rumah.
Jangan Sampai Kejagung Cincai
Alvon Kurnia Palma, Wakil Ketua YLBHI
Wakil Ketua Yayasan LemÂbaÂga Bantuan Hukum IndoÂneÂsia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengingatkan KejakÂsaÂan Agung agar serius meÂnunÂtasÂkan kasus dugaan korupsi di BaÂdan Pengawas Obat dan MaÂkanan (BPOM) ini.
Menurut Alvon, agar kasus terÂsebut tidak di-cincai, sebaikÂnya Kejagung membuka perÂkaÂra ini sejak dari penganggaran. Pihak-pihak yang menjadi peÂmegang Kuasa Pengguna AngÂgaran (KPA) dan pihak PengÂguna Anggaran (PA) dalam peÂngadaan proyek tersebut harus ditelusuri terlebih dahulu.
“Mestinya penyidik KeÂjaÂgung sudah tahu dong siapa KPA dan PA-nya. Nah dengan demikian mekanisme pengÂguÂnaÂan anggaran dalam pengaÂdaÂan laboratorium di BPOM itu pun sudah lebih mudah diteÂluÂsuÂri. Sejumlah pejabat yang terlÂibat di dalamnya pun akan gampang terlacak. Silakan KeÂjagung mulai dari KPA dan PA-nya dulu,†saran Alvon.
Menurut Alvon, penyidik KeÂjakÂsaan Agung tahu siapa saja yang terlibat dalam pngadaan seÂperti itu. “Tidak mungkin haÂnya dua pejabat BPOM dan dua peÂnguÂÂsahanya saja yang diseret. PasÂtinya ada pihak yang lain,†ujarnya.
Berdasarkan sejumlah peÂngaÂlaÂman yang dimiliki YLBHI keÂtika bersentuhan dengan perÂkaÂra yang ditangani kejaksaan, lanjut Alvon, tidak jarang terjadi deal-deal antara jaksa dengan piÂhak-pihak yang memiliki keÂpentingan dalam perkara.
KaÂrena itu, dia mengingatkan agar dalam pengusutan perkara dugaan korupsi di BPOM ini Kejagung tidak melakukan taÂwar menawar kasus.
Salah satu upaya agar tidak terjadi pembelokan penanganan perkara di BPOM ini, jelas AlÂvon, adalah dengan keterbukaan proses yang dilakukan.
“Kejagung harus melakukan gelar perkara dalam kasus ini. Silakan dibuka dengan transÂpaÂran. Itu perlu agar publik tahu, apakah Kejagung meÂlaÂkukanÂnya sesuai koridor atau tidak. MeÂlakukan gelar perkara itu adalah sesuatu yang penting,†ucapnya.
Tidak Boleh Masuk Angin
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menÂduÂkung Kejaksaan Agung untuk mengusut berbagai kasus koÂrupsi, termasuk dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan MaÂkanan Nasional BPOM ini.
Jika benar-benar menunÂtasÂkan kasus itu, maka Korps Adhyaksa akan mendapat tamÂbahan nilai positif dari maÂsyaÂraÂkat. “Upaya pengusutan kasus BPOM ini mesti didukung,†ujar anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Eva menambahkan, setiap taÂhunnya, kinerja pemberantasan korupsi oleh Kejagung meÂmÂbaik. “Kejagung itu tangani kaÂsus tindak pidana korupsi seÂbanyak dua ribu perkara per taÂhun. Kepolisian di urutan kedua dengan 50 perkara per tahun, dan KPK sebanyak 20 perkara per tahun.â€
Agar pengusutan dugaan kasus korupsi di BPOM itu tidak masuk angin, lanjut Eva, mesti dilakukan pengawasan yang terbuka. Dia pun menÂdesak Kejagung agar menjerat aktor-aktor kakap dalam kasus itu. “Agar penanganan kasus itu hasilnya maksimal dan sampai pada aktor intelektualnya, maka publik harus diberikan akses untuk mengawasi dan meneÂkan,†ujar Eva.
Dia juga mengingatkan agar KeÂjagung terus meningkatkan komÂpetensi para penyidiknya agar bisa menjerat tersangka baru. “Tergantung pada komÂpeÂÂtenÂsi para penyidik KejaÂgung unÂtuk mencari bukti-bukÂti huÂkum, sehingga penyidikan bisa diÂkembangkan, termasuk untuk menÂÂjerat terdakwa baru,†ucapnya.
Dia menyinggung, maraknya vonis bebas untuk terdakwa kaÂsus korupsi di sejumlah peÂngadilan tipikor bisa jadi akibat lemahnya dakwaan dan bukti-bukti yang dimiliki penyidik sejak awal kasus diproses.
“Saya khawatir, bebasnya para terdakwa di pengadilan TiÂpikor merupakan akibat dakÂwaan yang lemah. Mungkin saja kondisi itu membuat KeÂjaÂgung super hati-hati meÂneÂtapÂkan tersangka baru,†ujarnya.
Bagaimana pun, lanjut dia, proses yang dilakukan KejaÂgung tetap harus diawasi. “Yang paling penting Kejagung harus transparan agar terjaga keÂwiÂbawaannya,†saran Eva. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47