Berita

margarito kamis/ist

PENGETATAN REMISI

Jalan Keluar Mudah, Tapi Pemerintahan SBY Lebih Senang Kegaduhan

SABTU, 12 NOVEMBER 2011 | 15:00 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Ide pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi dan terorisme pantas diacungi jempol. Pengetatan itu mesti jelas dan tegas sehingga membuat orang takut untuk korupsi atau terlibat terorisme.

"Tapi cara Kementerian Hukum dan HAM keliru. Soal remisi dan pembebasan bersyarat itu sudah diatur UU dan PP, tidak bisa direduksi oleh surat edaran apalagi cuma dari Dirjen Lapas. Itu keliru 100 persen," ujar pakar tata negara Margarito Kamis kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu siang (12/11).

Dia mengatakan hak diskresi hanya dimiliki oleh menteri, bukan wakil menteri apalagi Dirjen. Maka untuk memecah kebuntuan polemik perkara pengetatan itu, bagi Margarito mudah saja.


"Revisi UU dan PP. Dalam perubahan itulah dijelaskan apa saja detail gagasan pengetatan," ucapnya.

Pilihan lain yang lebih mudah dan cepat, Presiden SBY keluarkan keputusan presiden atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU. Tapi, hingga kini tidak ada satupun upaya penyelesaian yang coba dilakukan pemerintah. Orang-orang pemerintah malah terus bersitegang dengan kekuatan yang kontra kebijakan.

"Paling masuk akal saat ini mengakomodasi gagasan itu, tapi tidak ada langkah terobosannya. Pemerintahan ini senang dengan kegaduhan, padahal persoalan kecil ini bersumber dari orang yang paham hukum. Polemik dibiarkan, padahal jalan keluarnya simpel saja," sesal Margarito.

Mengenai gugatan dari partai politik pada kebijakan tak berdasar itu, pemegang gelar doktor hukum ini mengatakan langkah itu wajar karena sejumlah kader mereka dirugikan tidak jadi bebas dari bui.

"Sah sekali kalau mereka ambil tindakan hukum, misalnya menggugat pemerintah dalam ini Menteri Hukum dan HAM, karena tanggungjawab itu yang memikul Menteri Hukum dan HAM," tandasnya.

Sekali lagi dia tegaskan bahwa dirinya 100 persen memahami dan mendukung semangat pengetatan itu. Namun, untuk melakukan perluasan karakter pembinaan narapidana diperlukan aturan formal yang terang benderang.

"Jangan cuma koar-koar soal kadar rasa keadilan rakyat. Sekarang bagaimana kita identifikasi rasa keadilan itu? Fenomena sekarang ini belum tentu yang genuine, bisa jadi artifisial. Sehingga lebih baik bikin aturan tegas, jangan ujug-ujug kebijakan," tandasnya.[ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya