ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Awalnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hanya ada di Jakarta. Belum ada terdakwa yang diputus bebas di pengadilan itu. Tapi, begitu pengadilan Tipikor terbentuk di 33 provinsi, 17 terdakwa divonis bebas.
Pengadilan Tipikor SuraÂbaya merupakan pengadilan yang terbanyak memberikan vonis bebas kepada terdakwa. Pada taÂhun 2011. Pengadilan yang diÂresÂmikan Mahkamah Agung pada 17 Desember 2010 ini, memberikan vonis bebas terhadap sembilan terdakwa.
Sembilan terdakwa itu didakÂwa terlibat kasus korupsi pengaÂdaan lift Pemerintah Kota SuÂraÂbaya dan Rumah Sakit Bakti DharÂma Husada (BDH) Surabaya sebesar Rp miliar 6,3 miliar. VoÂnis itu dijatuhkan majelis hakim sepanjang Agustus 2011.
Para terdakwa yang divonis bebas itu adalah Aris Abdullah (Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemkot SuraÂbaÂya), Hariyanto (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), Nur Wahyudi (Ketua Tim Pemeriksa Barang), Taufik Siswanto (anggota tim peÂmeriksa barang), Ananto SukÂmoÂno (Direktur PT Sentrum KonÂsultan), Aulia Fitriati (Direktur CV Aulia Konsolindo), Gatot SurÂyanto (team leader), Rudy KunÂtjoro (Direktur Ilin) dan Indra LienÂtungan (Direktur PT AnekaÂbangun Eka Pratama).
Peringkat kedua ditempati PeÂngadilan Tipikor Samarinda. PeÂngaÂdilan yang diresmikan MA pada 28 April 2011 ini, memÂbeÂriÂkan vonis bebas kepada empat anggota DPRD Kutai KarÂtaÂneÂgara yang menjadi terdakwa kaÂsus dana operasional APBD KuÂtai KarÂtanegara senilai Rp 2,98 miliar.
Empat terdakwa itu adalah Suryadi, Suwaji, Sudarto dan RusÂÂliandi. Vonis itu diberikan maÂÂjelis hakim yang diketuai CasÂmaya pada Senin, 31 Oktober lalu. Vonis bebas itu disinyalir baÂkal bertambah, lantaran terdakwa kasus ini 15 orang. Jadi, masih ada 11 anggota DPRD Kutai KarÂtanegara yang belum divonis.
Kasus tersebut bermula dari teÂmuan Badan Pemeriksa KeÂuangan (BPK) mengenai angÂgaÂran operasional DPRD Kutai KarÂtanegara senilai Rp 2,98 miliar yang diduga disalahguÂnakan pada periode 2004-2009.
Selanjutnya, Pengadilan TipiÂkor Bandung yang memberikan vonis bebas kepada tiga terdÂakÂwa. Yakni Bupati Subang nonÂakÂtif Eep Hidayat (divonis pada 22 Agusutus 2011), Wakil WaÂlikota BoÂÂgor Ahmad Ru’yat (diÂvonis pada 8 September 2011) dan WaÂliÂkota Bekasi Mochtar MochamÂmad (divonis pada 11 Oktober 2011).
Kemudian, Pengadilan Tipikor Semarang yang memvonis bebas satu terdakwa, yakni terdakwa duÂgaan korupsi proyek Sistem InÂformasi Administrasi KepenÂduÂdukan (SIAK) online Cilacap senilai Rp 16,7 miliar. Vonis beÂbas itu diÂberikan majelis hakim kepada DiÂrektur Utama PT KaÂrunia PriÂma Sedjati, Oei Sindhu Stefanus pada Senin, 10 Oktober 2011, sekiÂtar pukul 21.00 WIB.
Seperti diketahui, kini, pengaÂdilan Tipkor sudah ada di 33 proÂvinsi. Pengadilan Tipikor Jakarta, yang semula berada di bawah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, merupakan pengadilan Tipikor yang pertama kali dibentuk MA.
Sesuai amanat Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang PeÂngadilan Tipikor, maka di seÂtiap provinsi harus ada pengaÂdiÂlan Tipikor. Alhasil, pada 17 DÂeÂsemÂber 2010, MA meresmikan tiga pengadilan Tipikor, di SuÂraÂbaya, Semarang dan Bandung.
Pada 28 April 2011, MA meÂresmikan 14 pengadilan Tipikor, yakni Pengadilan Tipikor MeÂdan, Padang, Pekanbaru, PaÂlembang, Tanjung Karang, SeÂrang, YogÂyaÂkarta, Banjarmasin, Pontianak, SaÂmarinda, MakasÂsar, Mataram, Kupang dan Jayapura.
Pada 20 Oktober 2011, MA meÂresmikan 15 pengadilan TipiÂkor lagi, yakni Pengadilan TiÂpiÂkor Palangkaraya, Banda Aceh, Tanjung Pinang, Jambi, Pangkal Pinang, Bengkulu, Mamuju, Palu, Kendari, Manado, GoronÂtalo, Denpasar, Ambon, Ternate dan Manokwari.
Dari 33 pengadilan Tipikor, saat ini sudah empat Pengadilan TiÂpiÂkor yang memberikan vonis beÂbas terhadap terdakwa. ApaÂkah, daftar itu akan bertambah panÂjang?
Dari Anak Buah Nazar Hingga Bosnya Gayus
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta meÂruÂpaÂkan salah satu Pengadilan TipiÂkor yang para hakimnya, hingga kini belum mengeluarkan vonis bebas. Kendati begitu, putusan yang mereka keluarkan masih seÂring di bawah tuntutan jaksa.
Berikut ini beberapa putusan yang dikeluarkan majelis hakim di pengadilan yang bertempat di Lantai 1 dan 2 Gedung UPPINDO, Jalan Rasuna Said, KavÂling C-19, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kasus suap pembangunan WisÂma Atlet dengan terdakwa DirekÂtur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang (anak buah M Nazaruddin), Manager PeÂmasaran PT Duta Graha Indah, MuÂhammad El Idris. Rosa divoÂnis dua tahun enam bulan penjara, seÂdangkan El Idris divonis dua tahun penjara pada 21 September 2011.
Selanjutnya, vonis yang dijaÂtuhÂkan kepada Kurator PT Sky CamÂping Indonesia (SCI) Puguh WiÂraÂwan. Puguh yang didakwa meÂnyuap hakim Pengadilan Niaga Jakarta Syarifuddin Umar sebesar Rp 250 juta, divonis 3,5 tahun penjara, kemarin.
Majelis hakim Pengadilan TiÂpikor Jakarta meÂnyatakan, Puguh terbukti meÂnyuap Hakim SyaÂriÂfuddin untuk meloloskan perÂseÂtujuan perubaÂhan atas aset boedel pailit berupa seÂbidang tanah seÂluas 38.875 meÂter persegi di kaÂwaÂsan Gunung Putri, Bogor menÂjadi nonboedel.
Kemudian, terdakwa jaksa Cirus Sinaga yang divonis lima taÂhun penjara. Cirus dinyatakan terbukti bersalah dan mengÂhiÂlangÂkan pasal korupsi dalam kaÂsus PNS Direktorat Jenderal PaÂjak Gayus Tambunan. Jaksa peneliti perkara Gayus ini divonis pada Selasa, 25 Oktober 2011.
Masih terkait kasus Gayus, ada nama bekas Direktur KebeÂraÂtan dan Banding Ditjen Pajak BamÂbang Heru Ismiarso yang diÂvonis majelis hakim PengaÂdiÂlan Tipikor Jakarta. Bekas atasan Gayus TamÂbunan di Ditjen Pajak itu, diÂvonis dua tahun penjara lanÂtaran terbukti bersalah dalam peneliÂtian permohonan kebÂeÂraÂtan pajak PT Surya Alam TungÂgal atas suÂrat Ketetapan Pajak Kurang BaÂyar (SKPKB) PPN Pasal 16 D taÂhun 2004, dan Surat Ketetapan Pajak (STP) PPN PaÂsal 16 D taÂhun 2004. Sehingga, BamÂÂbang dinilai mengakiÂbatÂkan keÂrugian negara sebesar Rp 570,9 juta.
Banyak Hakim Kurang Paham Perkara Korupsi
Benjamin Mangkoedilaga, Bekas Hakim Agung
Bekas hakim agung BenÂjamin Mangkoedilaga menilai, majelis hakim Tipikor saat ini banyak yang kurang memahami perkara korupsi. Sehingga, kata dia, begitu banyak yang meÂngobÂral vonis bebas untuk terÂdakwa kasus korupsi.
“Pemahaman hakim terhadap suatu perkara harus terus digali. Tentunya, kita tidak ingin lemÂbaga peradilan di Tanah Air diisi hakim yang tidak mengerti substansi suatu permasalahan,†katanya, kemarin.
Benjamin pun mengenang saat ia masih muda. Saat itu, ceÂritanya, para hakim yang berÂguÂlat dengan berbagai kasus kuat, tidak satu pun yang memÂbeÂriÂkan vonis bebas. “Pada periode itu benar-benar tegas dalam meÂmutuskan perkara,†ucapnya.
Pada tahun 1950-an IndoneÂsia menghadapi berbagai masaÂlah separatisme dan diÂsinÂtegÂritas bangsa. Banyak pemÂbeÂronÂtakan besar-besaran yang dilaÂkukan kaum separatis. Namun, lanjut dia, tak satu pun terdakwa itu divonis bebas hakim.
“Sebut saja pemberontakan Kartosuwiryo dan Andi Aziz. MaÂjelis hakim saat itu satu suara dan tidak ada yang beÂrlainan,†tandasnya.
Terlebih, katanya, ketika meÂmasuki tahun 1960-an yang berÂkecamuk isu komunisme. MeÂnurutnya, komunisme saat itu bisa diminimalisir lantaran para hakim begitu teguh menjunjung tinggi nasionalisme.
“Istilahnya, saat itu tidak ada kata ampun bagi komunis. Nah, seharusnya saat ini juga begitu dong, tidak ada ampun bagi para pelaku korupsi,†tegasnya.
Agar masalah ini terÂseÂleÂsaiÂkan, menurut Benjamin, MahÂkamah Agung (MA) perlu turun guÂnung alias memberikan peÂlatiÂhan-pelatihan ke berbagai PeÂngadilan Tipikor di daerah. SoalÂÂnya, kata dia, MA merupaÂkan lembaga yang saat ini diisi haÂkim yang memiliki jam terÂbang tinggi.
“Mereka harus bisa berÂbagi ilmu dengan juniornya. Hal ini agar independensi peradilan juga terjaga dengan baik,†saran Benjamin.
Akibat Lemahnya Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menilai, banyak jakÂsa penuntut umum (JPU) leÂmah dalam membuat dakwaan. Sehingga, kata dia, vonis bebas marak terjadi di pengadilan Tipikor belakangan ini.
Jika dakwaan jaksa lemah, lanÂjutnya, maka hakim akan meÂlihat dakwaan itu sebagai tuÂduhan yang tidak bisa dibuktiÂkan. “Jangan kita terus menerus salahkan hakim. Hakim itu maÂnusia biasa seperti kita ini. MeÂreka itu bekerja sesuai dengan apa yang jaksa buat dalam dakwaan,†katanya.
Kendati begitu, dia menamÂbahkan, bebasnya 17 terdakwa kasus korupsi di empat peÂngaÂdilan Tipikor bisa menjadi preÂseden buruk bagi penegakan hukum saat ini. Menurutnya, hal itu terjadi karena dakwaan JPU kurang dalam.
“Jaksa harus cermat dalam membuat dakÂwaan. Masyarakat jangan langsung menuding haÂkimnya yang bermasalah,†ucapnya.
Dasrul berharap, Komisi KeÂjaksaan turun tangan untuk memberi pengarahan kepada jakÂsa yang akan mendakwa di suatu pengadilan tipikor. Sebab, kata dia, tuduhan saat ini hanya mengarah kepada majelis haÂkimÂnya. “Kita tidak mau ada lagi hakim yang memberikan vonis bebas kepada terdakwa koÂrupsi. Nah, itu semua harus diÂmulai dari jaksanya,†tuturnya.
Namun, politisi Demokrat ini juga meminta masyarakat meÂlaporkan majelis hakim peÂngaÂdilan Tipikor yang terbukti meÂlanggar etika hakim kepada Komisi Yudisial (KY). Hal itu, katanya, juga sebagai tindak lanjut dari penyelamatan lemÂbaga peradilan dari jeratan maÂfia peradilan. “Saya tidak meÂnampik bahwa saat ini banyak haÂkim yang terjerat kasus suap,†katanya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47