Berita

Saud Usman Nasution

X-Files

Selain Duit, Freeport Bantu Barak, Makanan dan Mobil

Para Penerima Dana Itu Siap Jalani Audit
SELASA, 01 NOVEMBER 2011 | 04:46 WIB

RMOL. Bantuan duit dari PT Freeport kepada polisi yang menjaga keamanan di wilayah tambangnya, berbuntut panjang. Bantuan itu ternyata tak hanya berbentuk uang.

Polri tengah menginventarisir penerimaan dana dari PT Free­port sebesar Rp 14 juta dolar AS. Be­gi­tu proses inventarisir selesai, me­nu­rut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution, Ke­po­lisian siap memberikan kla­rifikasi mengenai penerimaan dana ter­se­but. “Kami siap mem­per­tang­gung­jawabkan­nya,”  ujar bekas Direktur Kriminal Polda Maluku ini.

Para penerima dana tersebut, lanjut Saud, juga siap menjalani audit. “Kami akan pertegas kla­rifi­kasi dana itu, ke mana, dan sia­pa sa­ja yang menerima,” kata bekas Ke­pala Detasemen Khusus 88 Polri ini.

Tapi, Usman tak mau buru-bu­ru bicara mengenai surat nomor B/918/IV/2011 yang dikirim Pol­da Papua kepada badan pekerja LSM Kontras Papua tanggal 19 April 2011, perihal dokumen pe­ngamanan PT Freeport di Ti­mika. “Semua masih perlu kami kla­rifikasi,” katanya.

Sebagaimana diketahui, surat itu menyoal pengamanan opera­sio­nal PT Freeport. Rincian per­so­nel pengamanan itu, dari Polda Papua 50 orang, Polres Mimika 69 orang,  Brimob Detasemen A Ja­yapura 35 orang, Brimob De­tasemen B Timika 141 orang, Bri­mob Mabes Polri 180 orang dan per­sonel TNI 160 orang. Dalam surat itu juga tertulis kontribusi PT Freeport setiap bulan ke­pa­da satgas pengamanan Rp 1,25 ju­ta tiap personel. Dana itu dibe­ri­kan lang­sung manajemen Freeport.

Sumber di Ke­polisian meng­akui, bantuan Freeport tidak me­lulu berbentuk uang, tapi juga barak, makanan dan kendaraan operasional untuk me­mantau keamanan sekitar wila­yah tam­bang. “Teknisnya di­atur mana­je­men Freeport. Tapi sa­ya garis­bawahi, fasilitas itu tidak untuk membela ke­pen­ting­an Freeport saat menghadapi kon­flik dengan masyarakat. Kami tetap bertindak proporsional,” katanya.

Pengamat Kepolisian dari In­donesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta Polri berani me­ng­ambil terobosan untuk me­ng­atasi masalah ini. Misalnya, me­ngirim data kepada KPK dan Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan audit.

“Nantinya laporan tersebut bisa me­nunjukkan, apakah uang dari Freeport bisa dikategorikan se­ba­gai suap, gratifikasi, atau peran masyarakat mendukung tugas-tugas Polri,” sarannya.

Jika bantuan dana itu tergolong suap atau gratifikasi, menurut Neta, oknum pejabat Polri yang menerimanya, bisa diproses se­suai ketentuan yang berlaku.

Tapi, menurut bekas Kepala Biro Perencanaan dan Ad­minis­trasi Bareskrim Polri Brigjen (Purn) Marsudhi Hanafi, peng­kritik dana Freeport untuk Kepo­lisian, perlu melihat beratnya situasi di Papua. “Kondisi di sa­na sangat berbeda dengan daerah lain,” ucapnya.

Untuk itu, ia meminta kalangan LSM dan politisi berhati-hati me­­lontarkan pendapat soal ini. “Ba­gaimana seandainya mereka yang diberi tugas menjaga ke­amanan di sana. Tidak usah ber­bulan-bu­lan, dua minggu saja lah. Apa me­reka mampu,” katanya.

Namun, Neta mengingatkan, Polri sudah mengantongi ang­gar­­an negara untuk meng­aman­kan obyek-obyek vital di Tanah Air. Hal yang berbahaya dalam pem­berian dana ini, lanjutnya, apakah Polri proporsional mena­ngani seng­keta antara Freeport dengan penduduk lokal.

“Kesan yang muncul selama ini, Polri ber­ha­dapan dengan masyarakat Papua, membela kepentingan Freeport. Dengan fenomena itu, dugaan dana dari Freeport sebagai suap tidak bisa dihindarkan,” tukas Neta.

Kadivhumas Polri Saud Usman menepis penilaian bahwa selama ter­jadi konflik di Papua, kepo­li­sian berpihak kepada Freeport. Menurutnya, tindakan kepolisian selalu pada porsi yang seimbang.

“Kami selalu berupaya optimal menangani konflik yang ber­kait­an dengan kepentingan ma­syarakat,” ujarnya.

Dia menambahkan, Polri juga siap bekerja sama dengan siapa pun untuk menuntaskan masalah ini. “Untuk mengedepankan per­tang­­gungjawaban anggaran, ka­mi siap menindaklanjuti hal ini ke KPK dan BPK. Itu men­jadi prio­ritas kami,” ucap Saud.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Saptor Pra­bo­wo, KPK akan mengkaji bantuan uang dari Freeport kepada ke­polisian ini. “Kami akan pelajari hal ini,” katanya.

Sedangkan Juru Bicara PT Free­port Ramdani Sirait tak mau memberikan tanggapan se­cara rinci. Prinsipnya, dia me­nya­ta­kan, Freeport telah melansir se­mua pengeluaran dana bagi per­sonel keamanan yang bertugas di wi­layah tambang. “Dana itu su­dah dijelaskan secara resmi me­la­lui website Freeport, www.­fcx.com,” katanya.

Minta BPK Audit Bantuan PT Freeport

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi me­minta masyarakat objektif me­nilai instansi kepolisian pasca terkuaknya penerimaan dana pengamanan dari PT Freeport se­besar 14 juta dolar AS. Se­hingga, katanya, tragedi ini tidak diperparah dengan aksi yang anarkis.

“Sebaiknya kita lihat dulu du­duk masalah ini yang se­be­nar­nya. Tapi, bukan berarti ini angin segar untuk instansi Ke­po­lisian. Mereka pun harus men­jelaskannya kepada ma­sya­rakat untuk apa saja uang itu,” katanya.

Menurut Andi, Komisi III se­gera memanggil Kapolri Jen­de­ral Timur Pradopo supaya men­jelaskan perihal uang 14 juta dolar AS itu. Andi juga meng­im­bau Badan Peme­rik­sa Keua­ngan (BPK) untuk mengaudit dana dari PT Free­port itu.

“Tentunya karena ini su­dah menjadi domain publik, nanti waktu rapat dengan Polri akan jadi bagian yang dite­kan­kan untuk dibahas,” ucapnya.

Menurutnya, jika uang se­besar itu ada laporan pertang­gung­jawabannya secara rinci dari Polri, maka aroma grati­fi­kasi dalam kasus ini akan hi­lang. Namun, jika sebaliknya, maka Kapolri harus bisa me­ngambil sikap tegas kepada ok­num-oknum yang bermain dalam kasus itu. “Terlebih jika KPK sudah menyatakan ada gratifikasi. Nah, sudah saatnya Polri mengambil sikap tegas,” tandas politisi Golkar ini.

Andi juga mengingatkan agar kasus uang pengamanan ini, tak sampai melupakan kasus se­rang­an bersenjata oleh pihak ter­tentu yang menewaskan warga sipil di Papua.

“Jika isu uang keamanan dari Freeport yang dijadikan prio­ritas per­soal­an, saya khawatir hal itu akan meruntuhkan mo­ral pra­jurit di lapangan. Sebab, sama artinya mereka diper­sa­lahkan saat sedang menjalan­kan tugas dengan risiko ting­gi,” ucap­nya.

Bisa Berpotensi Menimbulkan Dobel Anggaran

Ray Rangkuti, Direktur LSM LIMA

Direktur LSM Lingkar Ma­dani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berpendapat, Komisi III DPR perlu segera me­mang­gil Kapolri Jenderal Timur Pra­dopo guna menjelaskan pene­ri­maan dana 14 juta dolar AS dari PT Freeport.

Menurutnya, perbuatan se­ma­cam itu merupakan suatu tin­dakan yang tidak tepat.  “Per­ta­ma kali mendengarnya saya ka­get. Sebab, jika memang itu da­na pengamanan, maka seha­rus­nya tidak diberikan pihak swas­ta, tapi dengan APBN. Itu tu­gas­nya Komisi III DPR meminta keterangan Kapolri,” katanya.

Ray mengakui bahwa tugas personel kepolisian di Papua me­mang berat dan mem­bu­tuh­kan tambahan insentif. Namun, kata dia, bantuan semacam apa­pun hendaknya dipublikasikan kepada masyarakat luas supaya tidak menjadi pemicu ke­reng­gangan antara aparat penegak hu­kum dengan masyarakat si­pil. “Jadi, kesannya kurang baik jika ada lembaga yang me­ne­rima uang itu,” katanya.

Lembaga penegak hukum ma­napun, lanjut Ray, tidak di­benarkan menerima dana dari luar pemerintah. Sebab, lanjut dia, lembaga penegak hukum di In­donesia dibiayai anggaran ne­gara yang jumlahnya terus me­ningkat setiap tahunnya. Ter­lebih, katanya, pemerintah telah mengalokasikan dana re­mu­ne­rasi bagi personel Kepolisian.

Karena itu, Ray mensinyalir, pe­nerimaan dana dari PT Free­port berpotensi dobel anggaran, yak­ni mendapat anggaran dari pemerintah dan dari pihak yang merasa dilindungi. Seharusnya, kata dia, Kapolri bersikap tegas ke­pada anggotanya yang ter­bukti menerima uang tersebut.

“Kalau tidak, masalah ini akan menjadai preseden buruk bagi institusi Kepolisian di negeri ini,” ucapnya.

Ray juga mengkritik PT Free­port lantaran memberikan se­jumlah uang pengamanan ke­pa­da kepolisian ketimbang me­naik­kan gaji dan memberikan tun­jangan yang lebih kepada para karyawannya. Menu­rut­nya, tindakan seperti itu bisa jadi tergolong dalam gratifikasi.

“Ka­lau dia memberi ada mau­nya, maka itu gratifikasi,” tu­tur­nya.   [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya