Komisi Yudisial
Komisi Yudisial
RMOL. Komisi Yudisial telah menerima salinan putusan bebas Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mochammad pada Rabu, 26 Oktober 2011. Salinan putusan yang diterima KY dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung itu, akan diteliti 12 anggota tim ahli yang terdiri dari bekas hakim, akademisi dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.
Menurut Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, salinan putusan yang akan diteliti itu tebalnya sekitar 100 halaman. Namun, dia belum mengetahui secara pasti kapan tim tersebut akan mulai bekerja.
Selain itu, kata Imam, KY tidak akan mengkaji soal putusan, melainkan hanya mengkaji huÂkum acaranya. “Misalnya, ada tiÂdaknya keterangan saksi yang diÂabaikan oleh majelis hakim atau pelanggaran kode etik lainnya,†katanya kepada Rakyat Merdeka.
Imam menambahkan, setelah tim ahli sampai pada kesimpulan, langkah selanjutnya ialah pemÂbentukan tim panel KY untuk meÂnguji lebih dalam hasil penelitian itu. Namun, dia tak menyebutkan seÂcara rinci berapa lama waktu yang dibutuhkan tim ahli untuk sampai pada kesimpulan.
“PoÂkokÂnya nanti saat tim panel terÂbentuk, hanya terdiri dari tiga orang komisioner KY,†ucapnya.
Selanjutnya, kata Imam, jika tim panel menemukan pelangÂgaÂran kode etik, langkah berikutnya ialah membawa putusan itu ke rapat pleno. Saat pleno inilah reÂkomendasi KY akan terbit.
“Kalau melanggar, ya kami rekomendasikan untuk diberi sanksi. Baik itu sanksi berat maupun ringan,†katanya seraya menargetkan, kasus tersebut akan selesai dalam 90 hari.
Menurut Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, KY telah meÂngumÂpulkan data seputar sidang perÂkara tersebut. “Setelah putusan dipelajari, nantinya disandingkan dengan hasil telaah KY atas proÂses persidangan yang terjadi. SeÂmua mekanisme ini dilakukan untuk mengetahui, apakah ada atau tidak pelanggaran kode etik dan perilaku hakim,†ucapnya.
Namun, Asep mengingatkan, yang dilakukan KY bukan untuk menilai benar atau salah putusan majelis hakim Pengadilan TipiÂkor Bandung. “Intinya, kami teÂtap meneliti pelanggaran kode etik,†tandasnya.
Ditanya berapa lama proÂses eksaminasi yang dilakuÂkan KY dalam menelusuri ada atau tiÂdaknya pelanggaran kode etik itu, Asep menjawab, pihakÂnya hanya membutuhkan waktu 90 hari kerja. “Itu di luar peÂmeÂrikÂsaan, karena tergantung baÂnyak sediÂkitnya yang perlu diÂminÂtai keteÂrangan,†ucap bekas Direktur LSM Indonesian Legal RoundÂtable (ILR) ini.
Selain telah menerima salinan puÂtusan bebas Mochtar, lanjut Asep, pihaknya juga telah meÂngiÂrimkan surat ke Pengadilan NeÂgeri Tanjungkarang guna menÂdaÂpatÂkan salinan putusan vonis beÂbas yang diberikan kepada Bupati Lampung Timur nonaktif Satono dan bekas Bupati Lampung TeÂngah Andy Achmad Sampurna Jaya.
Sambil menunggu salinan puÂtuÂsan bebas dari PN TanjungÂkarang, kata Asep, KY meÂlaÂkuÂkan analisis berbagai macam inÂforÂmasi seputar proses persiÂdaÂngan kedua pejabat daerah LamÂpung itu. “Informasinya kami perÂoleh dari masyarakat dan invesÂtiÂgasi yang dilakukan KY,†katanya.
Khusus untuk bebasnya kedua pejabat daerah Lampung itu, Asep menyatakan, KY telah memÂbentuk tim investigasi. MeÂnurutnya, tim itu terdiri dari beÂberapa Komisioner KY. Namun, dia tak menjelaskan siapa saja anggotanya. “Sudah dibentuk sejak Senin lalu,†ujarnya.
Namun, menurut Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, pihaknya belum menemukan dugaan pelanggaran etik terhadap tiga hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang memutus bebas Walikota Bekasi nonaktif MochÂtar Mochammad.
“Sedang dievaluasi, tapi samÂpai saat ini belum ada dugaan peÂlanggaran,†katanya, di sela sela acara pelatihan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan PeÂradilan (Balitbangkumdil) MA.
Kuasa hukum Mochtar MochaÂmmad, Sirra Prayuna meminta KY tak hanya mengeksaminasi putusan bebas kliennya. Sirra berharap, KY mau mengeksaÂmiÂnasi pula sejumlah vonis bebas yang diberikan peÂngadilan Tipikor di berbagai temÂpat.
“Coba bandingkan dengan PeÂngadilan Tipikor Surabaya yang ada 116 perkara korupsi yang maÂsuk, 77 perkara dalam proÂses, dan 22 diputus bebas. BaÂgaimana siÂkap KY dengan hal itu, kok tamÂpak diam saja,†katanya ketika diÂhuÂbungi Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Sirra merasa Mochtar telah menÂjadi bulan-bulanan sejumlah lembaga penegak hukum yang tidak menyukai kliennya itu beÂbas murni. Padahal, kata dia, terÂdakwa yang diduga terlibat koÂrupsi bukan hanya kliennya.
“Lagi pula kalau namanya inÂvestigasi itu seharusnya diÂlaÂkuÂkan sejak awal persidangan. TiÂdak serta merta melihatnya dari puÂtusan hakim. Sebab, yang naÂmanya putusan itu ialah suatu proÂduk hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap,†tuturnya.
Dia mengimbau KY untuk meÂlakukan eksaminasi juga terhadap sejumlah putusan bebas yang diÂberikan kepada terdakwa lain di sejumlah pengadilan Tipikor. Jika tidak, Sirra menilai KY tebang piÂlih dalam mengusut suatu perÂkara. “Tak fair dong kalau hanya klien kami yang putusannya diperiksa. Periksa pula majelis hakim lainnya,†pintanya.
Ingatkan KY Agar Objektif
Ahmad Kurdi Moekri, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ahmad Kurdi Moekri menÂduÂkung langkah Komisi Yudisial (KY) mengeksaminasi putusan bebas Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mochammad. AsalÂkan, yang dilakukan KY tidak meÂnyimpang dari batas-batas hukum yang telah disepakati.
Menurutnya, proses eksaÂmiÂnasi merupakan salah satu cara yang baik untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran kode etik majelis hakim yang meÂnyidangkan perkara Mochtar.
“Kalau memang ada laporan yang masuk dan sudah ada saÂlinan putusannya, silakan saja diÂlakukan. Kami harap KY melakukannya secara objektif,†katanya.
Moekri menambahkan, vonis bebas yang saat ini marak terÂjadi sudah semestinya ditelisik secara profesional oleh KY. SeÂhingga, kata dia, masyarakat tiÂdak menaruh rasa curiga yang berlebih terhadap lembaga peraÂdilan di Tanah Air saat ini.
“Masyarakat tentu akan terus menanyakan jika perkara ini tidak diusut secara tuntas. AniÂmo masyarakat kita saat ini kan tengah bergejolak,†ucapnya.
Namun, politisi PPP ini tak mempercayai sepenuhnya bahÂwa vonis bebas terhadap MochÂtar adalah murni kesalahan maÂjelis hakim. Soalnya, kata dia, dalam suatu persidangan itu ada tiga tokoh besar yang sangat berÂperan atas putusan hakim.
“Pertama itu jelas hakimnya, kedua jaksa dan ketiga peÂngaÂcara. Jadi, tak serta merta itu keÂsalahan hakim, bisa juga pihak lainnya,†tandasnya.
Karena itu, Moekri meminta Komisi Kejaksaan pun turun tangan menyoroti dakwaan jakÂsa pada perkara ini. Dengan deÂmikian, kata dia, tuduhan seperÂti ini tak mengarah hanya kepaÂda majelis hakimnya.
Sebab, lanjutnya, saat ini tuÂduhan negatif hanya meÂngarah keÂpada majelis hakim PeÂngaÂdiÂlan Tipikor Bandung.
“Siapa tahu karena KPK itu kan tidak ada SP3. Jadi, mereka meÂmaÂkÂsaÂkan diri untuk memÂbuat dakÂwaan, padahal bukti-bukti yang disajikan sangat leÂmah,†ucapÂnya.
Tantangan Bagi KY dan KPK
Soekotjo Soeparto, Bekas Komisioner KY
Bekas Komisioner Komisi Yudisial (KY) Bidang HubuÂngan Antar Lembaga, Soekotjo Soeparto berpendapat, lembaga peradilan bukanlah tempat untuk menghukum seseorang. Menurutnya, lembaga peradilan merupakan tempat untuk menÂcari keadilan.
Lantaran itu, Soekotjo meÂminta sejumlah pihak tidak teÂrus menerus meneriaki secara neÂgatif lembaga peradilan saat ini. “Kalau toh majelis hakim memberikan vonis bebas, itu perÂlu diteliti dengan cermat. Bisa saja dakwaan jaksanya leÂmah atau ada hal-hal lain yang membuat hati nurani hakim conÂdong menilai lemah dakÂwaan,†katanya.
Soekotjo menilai, vonis beÂbas yang diberikan majelis haÂkim suatu pengadilan terhadap seorang terdakwa, tak bisa seÂlalu dikatakan sebagai suatu maÂsalah. Tapi, Soekotjo tetap menyarankan bekas lemÂbaÂgaÂnya itu untuk mengeksaminasi setiap putusan bebas yang terÂjadi di sejumlah pengadilan.
“Itu justru tantangan bagi KY untuk menunjukkan kinerjanya saat ini. Saya pikir ini juga tanÂtangan buat KPK untuk meÂmantau para hakim dari prakÂtik penyuapan,†ucapnya.
Sebagai bekas salah satu pungÂÂgawa KY, Soekotjo menÂceÂritakan sedikit mengenai peÂngalamannya selama lima tahun di KY. Dia mengaku, tidak muÂdah untuk meneliti putusan haÂkim yang memberikan vonis beÂbas terhadap terdakwa kasus koÂrupsi. Karena itu, dia meÂminta KY tak perlu tergesa-gesa dalam menelusuri ada atau tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.
Dia juga meminta MahÂkaÂmah Agung untuk melakukan pemÂbiÂnaan terhadap para haÂkim di seÂluruh lembaga peraÂdiÂlan tingÂkat manapun. Sebab, kata dia, tanpa adanya pemÂbiÂnaÂan yang intensif dari MA, maka lemÂbaÂga peÂradilan tidak bisa menjadi temÂpat untuk menÂÂcari keadilan. “SuÂdah saatÂnya semua pihak merasa peÂduli dengan lembaga peradilan kita saat ini,†katanya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47