Berita

PBHI Minta Stop Penyisiran di Papua

SELASA, 25 OKTOBER 2011 | 18:15 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Wacana meningkatkan status keamanan di Papua, dan pernyataan dari kepala kepolisian di Jayapura, Papua yang berjanji "menyikat" siapapun yang mendukung Papua merdeka sangat disayangkan.

Menurut Ketua Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Angger Jati Wijaya, pendekatan keamanan seringkali tereduksi menjadi keamanan pihak tertentu, bukan keamanan masyarakat Papua.

"Interpretasi atas keamanan nasional kemudian menjadi wewenang orang-orang yang memiliki otoritas untuk menerjemahkannya, seperti Presiden, Menteri Pertahanan, Polri dan Panglima TNI. Ketakutan dan tercerabutnya hak atas rasa aman adalah wujud pengingkaran terhadap hak dasar setiap manusia," katanya kepada wartawan, Selasa petang (25/10).


Dalam kasus protes pekerja Freeport di Timika yang telah menewaskan 6 orang, lagi-lagi negara menurunkan pasukan tambahan. Tuduhan tanpa pembuktian yang dilansir oleh banyak media, tentang jatuhnya korban tewas dari pihak kepolisian, menurut Angger telah menunjukkan inkonsistensi aparat negara dalam menerapkan prinsip praduga tidak bersalah.
     
Karena itu, mendasarkan pada rentetan peristiwa yang terjadi di Papua, PBHI mendesak Presiden, Menko Polhukam, Kapolri, dan Panglima TNI, untuk mengkaji ulang pendekatan keamanan yang dilegitimasi sedemikian rupa menjadi kepentingan nasional.
 
"Keamanan manusia merupakan hak setiap orang yang harus diprioritaskan. Penyelesaian atas situasi di Papua harus mengedepankan perlindungan dan penghormatan kepada hak manusia. Segala tindakan yang berpotensi melanggar hak manusia, harus dievaluasi dan dibatalkan," tegas dia.
 
PBHI juga meminta penghentian penyisiran, pengejaran dan penangkapan terhadap orang orang yang diduga menghadiri atau terlibat dalam Kongres Rakyat Papua III. Setiap orang berhak atas rasa aman, kebebasan berpikir, berkumpul, berpendapat dan menyiarkan pendapatnya.

Selain itu perlu adanya pembatasan penggunaan senjata yang mematikan. Aparat keamanan tidak seharusnya menggunakan senjatanya, terkecuali dalam rangka membela diri atau mempertahankan kehidupan orang lain.

"Bebaskan setiap orang yang ditangkap karena aktivitas, pikiran dan pendapat politiknya. Adalah hak bagi setiap orang untuk memiliki pandangan dan sikap politik. Penangkapan dan penahanan atas orang orang yang berseberangan secara politik hanya akan memperjelas pelanggaran atas hak sipil politik warga," tandasnya.[ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya