Berita

Komisi Yudisial (KY)

X-Files

Vonis Bebas Untuk Lima Kepala Daerah Dikaji KY

MA Juga Mau Analisis Berkas Putusan
MINGGU, 23 OKTOBER 2011 | 05:00 WIB

RMOL. Lantaran vonis bebas diberikan kepada sejumlah terdakwa kasus korupsi, Komisi Yudisial (KY) akan melakukan ekasaminasi untuk mencari tahu, apakah putusan tersebut sudah sesuai koridor hukum atau tidak.

Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengem­bangan KY Jaja Ahmad Jayus merasa prihatin dengan sejumlah vo­nis bebas yang dijatuhkan ke­pada ter­dakwa kasus korupsi. Jaja me­rasa heran ketika sejumlah hakim di berbagai tingkat penga­dilan me­ngeluarkan vonis bebas tersebut.

“Terlebih jika itu Pengadilan Tipikor. Kebanyakan perkara ko­rupsi yang ditangani KPK jarang yang lolos, tapi sekarang kan ba­nyak nih yang ternyata diputus be­bas, itu yang jadi perhatian kita,” katanya ketika dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain akan melakukan kajian, menurut Jaja, KY menurunkan tim untuk melakukan investigasi, apakah ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim pemutus bebas sejumlah ter­dak­wa kasus korupsi tersebut.

“Efek­tifnya pada 2012. Syu­kur-syukur Desember nanti akan berjalan,” ucapnya.

Selain vonis bebas di­berikan oleh majelis hakim Pe­ngadilan Tipikor Bandung kepada tiga pejabat daerah yang tersangkut kasus ko­rupsi, vonis bebas juga terjadi di Provinsi Lampung.

Pa­da Senin, 17 Oktober 2011, ma­jelis hakim Pe­ngadilan Negeri Tanjung­ka­rang, Lampung mem­berikan vo­nis bebas terhadap Bupati non­aktif Lampung Timur, Satono. Sa­tono merupakan ter­dak­wa ka­sus korupsi dana kas APBD Lam­pung Timur senilai Rp 119 miliar.

Hanya berselang dua hari, Rabu 19 Oktober, giliran bekas Bu­pati Lampung Tengah Andi Ahmad Sampurna Jaya yang di­vonis bebas oleh majelis hakim Pe­ngadilan Negeri Tanjung­ka­rang. Bupati periode 2005-2010 ini didakwa terlibat korupsi kas daerah Pemkab Lampung Tengah se­besar Rp 28 miliar. Kedua per­kara korupsi itu diketuai hakim yang sama, yakni Andreas Suharto.

Terkait vonis bebas untuk dua pejabat daerah Lampung itu, Ke­tua Muda Bidang Pengawas Mah­kamah Agung (MA) Hatta Ali mengaku akan melakukan evaluasi kepada majelis hakim Pe­ngadilan Negeri Tanjung­ka­rang, Lampung.

Menurutnya, MA akan me­ngu­sut vonis bebas tersebut dengan menganalisis berkas putusan. “Sudah pasti kami akan evaluasi. Kami akan meminta putusannya untuk dievaluasi,” kata Hatta.

 Selain itu, MA juga meminta se­luruh elemen masyarakat be­kerja sama agar dapat mem­be­ri­kan laporan dan masukan me­ngenai dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim tersebut.

“Sebenarnya kami mengha­rap­kan masukan-masukan dari mas­yarakat kalau ada anggapan ma­jelisnya melakukan penyim­pa­ngan-penyimpangan, melang­gar kode etik dan pedoman pe­rilaku hakim,” katanya.

 Sepanjang tahun 2011, seti­dak­nya sudah lima kepala daerah yang menjadi terdakwa kasus korupsi, divonis bebas. Kelima ter­dakwa itu ialah Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat (divonis bebas pada 22 Agusutus 2011), Wakil Walikota Bogor Ahmad Ru’yat (divonis bebas pada 8 Sep­­tember 2011), Walikota Be­kasi Mochtar Mochammad (di­vonis bebas pada 11 Oktober 2011), Bupati nonaktif Lampung Timur Satono (divonis bebas pada 17 Oktober 2011) dan bekas Bupati Lampung Tengah Andi Ahmad Sampurna Jaya (divonis bebas pada 19 Oktober 2011).

Jaja menilai, vonis bebas itu bisa terjadi karena kontruksi dak­waan jaksa lemah atau me­mang hakimnya yang berma­salah. “Ar­tinya, kami harus tang­gap untuk menindaklanjuti kasus tersebut,” tandasnya.

Jaja mengatakan, ketaatan hukum hakim-hakim dari tingkat pertama hingga pengadilan tinggi masih minim. Hal tersebut di­sam­paikan setelah KY yang bekerja sama dengan peneliti dari ber­ba­gai perguruan tinggi di Indonesia, melakukan penelitian terhadap sejumlah putusan hakim.

Menurutnya, jika dibanding­kan hasil penelitian yang sama pada 2009, tahun ini tercatat pa­ling banyak putusan ha­kim yang tidak memenuhi hu­kum acara. Pada 2009, kata dia, dari 682 pu­tusan yang diteliti, 175 di antara­nya atau setara de­ngan 23,81 per­sen tidak me­me­nuhi hukum aca­ra.

Sementara tahun 2010, dari 1324 pu­tu­san yang diteliti, 225 di ant­a­ra­nya atau setara 14,06 per­sen tidak memenuhi hukum ma­teril. Sedangkan pada 2011, dari 623 putusan diteliti, sebanyak 173 atau setara dengan 40,71 persen tak memenuhi hukum acara.

Sebelumnya, Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh menga­ta­kan, dalam menilai putusan ha­kim dan proses di baliknya, di­bu­tuhkan kecermatan dan ke­akuratan data. Menurutnya, hal ini sebagai wujud profesionalitas dalam menjaga independensi hakim. Dia menyatakan, selain ke­pada pihak pengadilan, KY juga meminta data tambahan ke pihak lain, seperti KPK.

“Untuk sejumlah kasus vonis bebas, tentunya KY akan awali de­­ngan proses pengumpulan data. Tanpa adanya data kita tidak bisa lakukan apa-apa,” kata Imam kepada Rakyat Merdeka.

KY Bisa Segera Ambil Tindakan

Adhie Massardie, Aktivis LSM GIB

Aktivis LSM Gerakan Indo­nesia Bersih (GIB) Adhie Ma­s­sardie menilai, terulangnya vo­nis bebas kepada terdakwa ka­sus korupsi merupakan hal iro­nis bagi penegakan hukum serta wacana pemerintah yang me­nye­rukan perang terhadap korupsi.

Menurutnya, vonis bebas itu bisa terjadi karena dua kemung­kinan. Pertama, kata dia, per­tim­bangan hukum yang dilaku­kan oleh majelis hakim sudah be­nar-benar menyimpang.

“Kedua, bisa jadi dakwaan jaksa itu lemah sehingga ha­kim memang benar-benar tidak me­lihat dakwaan kuat yang bisa menghukum seorang terdak­wa,” kata Adhie kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

 Adhie menuturkan, jika ha­kim tidak mempertimbangkan fakta hukum yang ada, maka patut diperiksa Komisi Yudisial (KY). Soalnya, kata dia, hal itu termasuk ke dalam kategori pe­langgaran kode etik yang dila­ku­kan hakim.

“Hakim harus se­nantiasa memperhatikan fakta persida­ngan dalam menge­luar­kan per­timbangan hukum. Jika ini tidak diperhatikan, ma­sya­rakat bisa me­lapor kepada KY dan KY bisa segera bertindak,” ucapnya.

 Dia juga mengkritisi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlalu percaya diri kala menangani suatu perkara. Karena itu, dia meminta KPK selalu serius dalam mena­ngani perkara. “Kalau memang dak­wa­an jaksa lemah, berarti me­mang KPK yang kurang teliti dalam me­nyusun dak­waan,” tandasnya.

 Selain itu, Adhie juga me­minta KPK membersihkan lem­baga peradilan dari jeratan ma­fia hukum. Soalnya, lanjut dia, pemberian vonis bebas itu bisa juga karena adanya mafia hu­kum yang berkeliaran di suatu lembaga peradilan.

“Jadi, saya melihat KPK ini tidak punya konsep untuk mem­bersihkan lembaga peradilan. Hasilnya, lembaga peradilan kita bisa menjual beli hukum seperti ini,” ucapnya.

Tak Mau Terus Lihat  Terdakwa Bebas

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mendukung langkah Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan eksaminasi se­jumlah putusan bebas terha­dap terdakwa kasus korupsi yang saat ini marak terjadi. Soal­nya, dengan eksaminasi itu akan terlihat apakah putusan hakim itu benar atau menyimpang.

“Kami di DPR tidak mau terus menerus melihat sejumlah ter­dakwa kasus korupsi dapat menghirup udara bebas. Kalau begitu, kapan mau beresnya masalah korupsi ini,” katanya

Pasca disahkannya Undang-Undang (UU) pada 10 Oktober lalu, Nudirman meminta KY mulai menunjukkan taringnya sebagai lembaga pengawas ha­kim. Sebab, kata dia, dalam UU yang baru, lembaga yang diko­mandoi oleh Eman Suparman itu diberikan kewena­ngan untuk melakukan penya­da­pan terhdap seorang hakim.

“Meski, pada mekasnis­menya KY harus berko­ordinasi dengan aparat hukum lain,” ucap politisi Partai Golkar itu.

 Tapi, kata dia, UU tersebut masih terdapat ke­kurangan. Menurutnya, da­lam UU yang baru, KY tetap tidak bisa me­nindak hakim yang terbukti melakukan pelanggaran.

“Tapi, saya tetap mendukung supaya KY bisa member­hen­ti­kan para hakim yang mudah ter­kena suap. Lagi-lagi dalam hal ini KY harus bentrok dengan MA,” tandasnya.  

 Nudirman pun sangat men­dukung KY untuk menindak tegas para hakim yang gemar memberikan vonis bebas ter­ha­dap para terdakwa korupsi. Se­bab, katanya, jika terus di­biar­kan, lama kelamaan lembaga peradilan makin tak menentu putusannya. “Jelas tidak boleh dibiarkan. Selidiki itu hakim yang beri vonis bebas, apabila terbukti, segera tindak, jangan mengulur waktu,” katanya.

Ketua Bidang Sumber Daya Ma­nusia, Penelitian dan Pe­ngem­bangan KY Jaja Ahmad Jayus menilai, vonis bebas bisa terjadi karena kontruksi dak­waan jaksa lemah atau memang hakimnya yang bermasalah. “Ar­tinya, kami harus teliti da­lam menindaklanjuti kasus-ka­sus tersebut,” tandasnya.   [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya