Berita

ilustrasi

Harap-harap Cemas Menanti Kabinet Indonesia Boros Bikin Happy

JUMAT, 21 OKTOBER 2011 | 11:43 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Tidak bisa disangkal bahwa kabinet sekarang adalah Kabinet Indonesia Boros. Pemborosan akan disebabkan oleh adanya kenaikan anggaran fasilitas negara yang bakal diberikan kepada 19 Wakil Menteri. Sedangkan anggaran operasional untuk menteri yang diberikan negara atau yang disetujui DPR saja, minimal sebesar Rp 1,2 miliar per tahun.

Direktur Lingkaran Survei Indonesia, Budi Prasetyohadi, menyatakan, hingga kini SBY-Boediono belum dapat menjawab secara tepat apakah tujuan menambah 13 wakil menteri, bahkan ada satu kementerian yang mempunyai sekaligus dua wakil menteri. Alasan bahwa pengadaan itu disesuaikan kebutuhan pun tidak masuk akal.

"Ini memang pemborosan. Dia (menteri) punya dirjen atau sekjen atau irjen. Tapi karena ini sudah berjalan, saya lihat wakil menteri ini berarti harus punya otoritas, jadi menteri tak bisa serta merta putuskan keputusan tertentu," ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 21/10).


Jika demikian, jalur birokrasi untuk menghasilkan sebuah keputusan akan semakin panjang. Menurut dia selama dua tahun terakhir saja pemerintahan SBY tidak efektif dan menyebabkan popularitasnya terjun bebas. Nah, penambahan jumlah wakil menteri tersebut akan menambah ketidakefektivan tersebut.  

"Kalau sudah begitu bukan tambah efektif tapi tambah panjang jalur birokrasinya. Ini yang membuat kinerja pemerintah semakin tidak efektif, terlalu tidak efektif, yang sudah panjang jadi semakin panjang," jelas pengamat berkepala plontos ini.

Bahkan dia melihat, jabatan wakil menteri ini tidak lebih baik dari jabatan menteri muda di periode Orde Baru. Ketika Soeharto masih menjadi presiden, ada jabatan menteri muda.

"Kalau zaman Pak Harto dulu itu lebih jelas, sekarang ini wakil menteri jadi apa. Dulu ada menteri muda yang politis, dan ini orang-orang yang disuruh magang sebelum jadi menteri sesungguhnya di periode berikutnya. Sebetulnya tidak semua menteri jabatan politis, tapi Orde Baru membuat kanalisasi seperti itu," terang dia.
 
Dugaan Budi senada dengan pengamat lain yang menyebut wakil menteri di KIB II adalah alat SBY untuk "memata-matai" menteri, supaya menteri tak melakukan penyelewengan kekuasaan.

"Bisa jadi itu. Dia (SBY) kan paling senang bikin-bikin yang begini seperti komite-komite yang belum ada sebelumnya. Dan dalam sejarah kabinet ini pertama kalinya ada begitu banyak wakil menteri," tegasnya.
 
Mengenai dampaknya pada popularitas pemerintahan SBY-Boediono yang dalam dua tahun terakhir melorot jauh, menurut Budi, semua tergantung pada bagaimana SBY men-drive perangkat kerjanya.

"Mau dibuat wakil menteri segala macam, tapi kalau dia tidak bisa yakinkan rakyat kabinet ini akan lebih efektif, ya percuma. Kalau masyarakat bisa lebih happy, tentu akan berdampak baik. Kuncinya leadership SBY. Mau dibuat sebagus apa kalau masih melempem kayak kemarin, pemerintah tidak akan bisa lari cepat," urainya.

Sementara Koordinator Advokasi dan Investigasi pada Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, mengatakan, saat ini anggaran operasional untuk menteri yang diberikan negara atau yang disetujui DPR, minimal sebesar Rp 1,2 miliar per tahun. Rata-rata setiap bulan belanja operasional menteri sebesar Rp 100 juta per bulan.

Kalau ada 19 Wamen, maka anggaran operasional mereka saja akan menghambur-hamburkan uang negara sebesar Rp 22 miliar per tahun. Belum lagi anggaran untuk jamuan tamu Wamen, pengadaan pelengkapan Wamen, operasional keprotokolan, rapat-rapat kerja Wamen, terselenggaranya pelayanan Wamen, dan anggaran pengadaan mobil dinas. Padahal, beban negara sudah sangat berat untuk mengalokasikan anggaran kepada para menteri Rp 14 miliar per tahun.[ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya