Berita

ilustrasi

Adhie M Massardi

Suksesnya Sandiwara Kabinet

Oleh Adhie Massardi
SENIN, 17 OKTOBER 2011 | 07:11 WIB

ORANG-orang Istana tampak sumringah. Mereka yakin sandiwara pergantian (reshuffle) anggota kabinet yang diulur-ulur, seperti kebiasaan TV swasta kita memperlakukan sinetron yang laris, bisa mengalihkan isu perampokan sistemik terhadap APBN yang dilakukan Nazaruddin dan komplotannya di partai (Demokrat) pimpinan Presiden Yudhoyono.

Keyakinan orang Istana bahwa isu reshuffle bisa mengubah pola pemberitaan media massa, yang semula ditanggapi dingin-dingin saja, muncul setelah Yudhoyono sekonyong-konyong menanggapi SMS reshuffle yang beredar di masyarakat, yang (seolah) bukan berasal dari Istana.

Meskpun dicibir masyarakat karena untuk kesekian kalinya Presiden dianggap lebih responsif terhadap isu yang ditebarkan SMS ketimbang nasib rakyatnya, isu reshuffle akhirnya memang mulai naik ke permukaan. Lebih-lebih setelah Yudhoyono memamerkan kepiawaiannya menyutradarai “sinetron kabinet” dengan memanggil sejumlah orang untuk di-casting guna memainkan peran menteri dan wakil menteri.

Agar drama politik pergantian kabinet menjadi lebih meriah, tak lupa Yudhoyono memanggil pentolan parpol yang terlibat koalisi seperti Aburizal Bakrie (Golkar), Suryadharma Ali (PPP), Hatta Radjasa (PAN), Lutfi Hassan (PKS) dan dua pimpinan parpol yang namanya sudah diberkas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Anas Urbaningrum (Partai Demokrat) serta Muhaimin Iskandar (PKB).

Tapi benarkah sinetron reshuffle bisa mengalihkan isu korupsi besar-besaran di pusat kekuasaan, setelah berbagai isu lain yang dihembuskan (teroris, pocong, perbatasan dengan Malaysia, mafia anggaran, dll) tak kunjung berhasil? Nanti dulu! Sebab faktanya, sinetron reshuffle ternyata seperti “menepuk air di dulang” terpercik ke muka Yudhoyono sendiri.

Buktinya, pemanggilan pentolan parpol koalisi dengan alasan membicarakan reshuffle dalam pandangan banyak orang jadi tampak bodoh karena kecuali Golkar dan PKS, selebihnya adalah anak buah Yudhoyono di kabinet dan (Anas) di parpol yang dia pimpin sendiri (Anas). Jadi sungguh menggelikan bila mereka diundang ke rumahnya di Cikeas hanya untuk membicarakan hal yang sesungguhnya tidak diinginkan oleh mereka semua.

Sementara mayoritas rakyat yang terlanjur mendengar sandiwara politik gaya Cikeas ini, apa boleh buat, tak tertarik sama sekali. Sebab bagi mereka, seribu kali reshuffle, niscaya tak ada artinya sama sekali. Yang diinginkan dari pemerintah adalah lahirnya kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Kalau ada yang lain, menteri-menteri yang terindikasi korupsi segera diadili dan lekas masuk bui…!

Bagi sejumlah orang yang paham politik dan ketatanegaraan, kocok ulang anggota kabinet kali ini benar-benar karya politik Yudhoyono paling mubazir dan menjengkelkan. Sebab di tengah kehidupan rakyat yang kian melarat, Yudhoyono malah menggemukkan rezimnya dengan menambah sejumlah wakil menteri.

Padahal kita tahu, posisi sekelas wakil menteri (wamen) memerlukan rumah dinas dan mobil dinas setara menteri, lalu perlu renovasi ruangan karena di sejumlah kementerian tidak tersedia ruangan bagi wamen. Belum lagi untuk membantu sang wamen, diperlukan beberapa pejabat eselon 1, ajudan, sekretaris, staf ahli, dll.

Keuangan negara masih akan digali untuk keperluan perjalanan dinas wamen yang pasti juga VVIP, termasuk pengawalan ekstra. Padahal sampai detik ini, belum ada inpres, keppres maupun PP yang mengatur “apa sih tugas wamen?” Yang terbayang di mata rakyat adalah bakal munculnya “para begundal baru” di seputar wamen yang niscaya bakal menjadi calo yang menyuburkan korupsi sebagaimana terjadi di banyak kementerian selama ini.

Betul, menurut UU no 39/Th 2008, “dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu”.

Tapi betulkah para menteri dalam kabinet Yudhoyono sudah bekerja keras sehingga perlu dikasih wakil?

Entahlah!

Yang jelas, upaya mengalihkan isu korupsi dengan sandiwara reshuffle ternyata malah memperkuat kemungkinan bakal semakin menjadi-jadinya korupsi di lingkar dalam kekuasaan. [***]

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Prabowo-Erdogan Saksikan Penandatanganan 12 MoU Kerja Sama

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:35

Prabowo Tanggung Beban Utang Jokowi, Pemerintahan Jadi Korban Efisiensi Anggaran

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:34

KPK Jangan Jadi Alat Kepentingan dalam Kasus Hasto

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:32

Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.583 Triliun per Akhir 2024

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:09

Bertemu Erdogan, Prabowo Tekankan Penguatan Kemitraan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:58

Mandiri Investment Forum 2025, Strategi Investasi dan Inovasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:53

Ketua Komisi VII Pastikan Tak Ada Kontributor dan Karyawan TVRI-RRI yang Dirumahkan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:51

Anggaran KPU Dipangkas Hampir Rp 1 Triliun

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:40

Efisiensi Anggaran Prabowo Dinilai Tepat, Pengamat: Penyusunan Selama Ini Ugal-ugalan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:35

Singgung Efisiensi, Hasto Minta Kepala Daerah PDIP Tak Berpikir Anggaran Dulu

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:31

Selengkapnya