ilustrasi, pesawat Merpati
ilustrasi, pesawat Merpati
RMOL. Kejaksaan Agung akan melakukan pemeriksaan pertama terhadap bekas Direktur Utama PT Merpati Hotasi Nababan dan bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea, para tersangka dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 milik perusahaan Amerika Serikat, TALG. Pemeriksaan akan dilakukan Kamis (23/9) di Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rochmad menegaskan, peÂmanggilan kedua tersangka untuk mendalami perkara dan meÂnambah bahan penyidikan. “KaÂmi sudah rancang agendanya. Mereka akan dipanggil pada hari KaÂmis. Kami akan periksa dulu HoÂtasi, baru Guntur,†katanya keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Penetapan Hotasi dan Guntur sebagai tersangka dikeluarkan Kejagung melalui surat perintah DIK No. 95/F.2/fd.1/07/2011 tanggal 7 Juli 2011. Namun, seÂlaÂma hampir tiga bulan menjadi terÂsangka, Hotasi dan Guntur belum pernah diperiksa. Mereka baru akan diperiksa penyidik lusa.
Noor juga menyebut bahwa Hotasi sudah resmi dicegah ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi KeÂmenterian Hukum dan HAM seÂlama enam bulan. Menurutnya, pencegahan itu berdasarkan surat perintah cegah terhadap Hotasi dengan nomor register 233/D/DSP.3/09/2011 tanggal 12 September 2011. “Pencegahan dilakukan untuk memudahkan penyidikan. Selain itu biar tidak kabur,†tandasnya.
Tapi, pencegahan terhadap bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea tak seÂmulus pencegahan bekas Dirut MerÂpati. “Saya kemarin sudah meÂngecek, dan memang ada seÂdikit kekurangan administrasi terÂhadap tersangka Guntur Aradea. NaÂmun itu akan segera dilengÂkapi tim penyidik,†kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto di sela-sela seminar tentang peÂnyaÂdapan di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, kemarin.
Lantas, kapan Korps Adhyaksa akan mengajukan pencegahan terhadap Guntur Aradea? Andhi menÂjawab belum tahu pasti kaÂpan. Namun, dia berjanji, dalam wakÂtu dekat Guntur akan dicegah ke luar negeri oleh Ditjen ImigÂrasi. “Tenang saja. Pokoknya seÂgera dicegah. Tak perlu khawatir dengan masalah itu,†ucapnya.
Kejaksaan Agung belum meÂneÂtapkan tersangka baru dalam perÂkara ini. Hingga kemarin, jumlah terÂsangka masih dua, yakni HoÂtasi dan Guntur. Ketika ditanya meÂngenai hal itu, Andhi meÂnyaÂtakan, penyidikan masih berjalan. “Peluangnya ada, tergantung peÂnyidik nanti mengembangkannya seperti apa,†ujarnya.
Pengacara Hotasi, Jurnalis KaÂmaru menyatakan keberatan pada status cegah yang disematkan KeÂjagung terhadap kliennya. SoalÂnya, Hotasi biasa bepergian ke luar negeri. Apalagi, menurut KaÂmaru, saat ini Hotasi bekerja pada sebuah perusahaan penerÂbangÂan asing, sehingga harus bolak-balik luar negeri.
“Kami segera mengajukan permohonan itu. Kami mohon semua pihak tiÂdak ada yang keberatan,†kaÂtanya.
Dia menambahkan, pihak keÂluarga serta pengacara menÂjamin, Hotasi tetap kooperatif terhadap kejaksaan. Sehingga, lanjut Kamaru, Kejagung tidak perlu takut Hotasi akan kabur ke luar negeri. “Kami siap memberikan jaminan, jika sewaktu-waktu diperlukan, maka dia akan datang ke kejaksaan,†ujarnya.
Kapuspenkum Kejagung meÂnangÂgapinya dengan enteng. Dia memÂpersilakan pengacara untuk mengajukan permohonan. “AjuÂkan saja, tidak apa-apa. Tapi, yang bisa mengabulkan adalah JAM Intel,†kata Noor.
Hal senada dikatakan JamÂpidÂsus Andhi Nirwanto. MeÂnuÂrutnya, Kejagung belum mengÂabulÂkan permohonan pencabutan cegah terhadap Hotasi. Andhi mengingatkan, pencegahan terÂhadap tersangka merupakan salah satu rangkaian untuk memÂperÂmudah proses penyidikan. “Itulah salah satu pertimbangannya,†kata dia.
Andhi menambahkan, KejaÂgung masih fokus mendalami perÂkara dua orang yang pernah menjabat sebagai Direktur PT MerÂpati itu. Namun, ketika ditaÂnya apa saja yang sedang difoÂkuskan dari dua tersangka itu, Andhi enggan membeberkannya. “PoÂkoknya ada di tangan penyidik,†ujarnya.
Kapuspenkum juga mengaku tidak mengetahui secara pasti materi apa saja yang sudah diÂsiapkan penyidik untuk meÂmeÂrikÂsa kedua tersangka itu. “Nanti saya cek dulu kepada tim peÂnyidik, karena itu kewenangan meÂreka,†ucapnya.
Sudah Bayar, Tapi Pesawatnya Tak Datang
Bekas Direktur Utama PT MerÂpati Nusantara Airlines Hotasi NaÂbaban dan Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea diÂsangka Kejaksaan Agung meÂruÂgikan negara satu juta Dolar AS dalam kasus sewa pesawat dari perÂusahaan Amerika Serikat, ThirÂdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) pada 2006. Hingga kini, pesawat tersebut tak kunjung datang meski telah dibayar maskapai penerbangan milik negara itu.
Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, kasus itu terjadi pada 2006. Saat itu, Direksi PT Merpati Nusantara Airlines menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat, seharÂga 500 ribu Dolar AS untuk setiap pesawat. Tapi, katanya, setelah dilaÂkukan pembayaran sebesar satu juta Dolar AS ke rekening lawÂyer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates melalui transfer Bank Mandiri, hingga kini pesawat tersebut belum perÂnah diterima PT Merpati NuÂsanÂtara Airlines.
Tim jaksa penyidik, lanjut HoÂtasi, mencium indikasi korupsi sebesar satu juta Dolar AS dalam kasus tersebut. Kemudian, peÂnyiÂdik meningkatkan status kasus terÂsebut, dari penyelidikan ke peÂnyiÂdikan. “Ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk membuat teÂrang tindak pidananya dan meÂneÂmukan tersangkanya,†tandas dia.
Hal senada disampaikan DirekÂtur Penyidikan Pidana Khusus KeÂjakÂsaan Agung Jasman PanÂdjaitÂan (kini Kepala Kejaksaan TingÂgi Kalimantan Barat). Dia meÂÂnegaskan, perusahaan itu diÂduga melanggar kontrak karena tiÂdak menyediakan dua pesawat jenis Boeing 737 seri 400 dan 500 yang dijanjikan sebelumnya. PaÂdahal, Merpati telah mentransfer duit jaminan 1 juta Dolar AS atau seÂtara Rp 9 miliar. Namun, duit yang disetor ke rekening lawyer yang ditunjuk TALG, yakni HuÂme & Associates melalui transfer Bank Mandiri, tak bisa ditarik kembali.
Menurut Jasman, kebijakan meÂngirim uang ke rekening lawÂyer itulah yang membuat Merpati sulit menarik kembali duit jaÂminÂan tersebut. Seharusnya, lanjut dia, duit jaminan disimpan pada lemÂbaga penjamin resmi. MaÂkaÂnya, dia curiga ada keinginan seÂjumÂlah pihak untuk menyeÂleweÂngkan dana itu. “Kenapa seolah dipaksakan disimpan di sana,†Katanya di Kejagung (16/8).
Sementara itu, kuasa hukum Hotasi Nababan, Lawrence TB SiÂburian mengatakan bahwa peÂnetapan kliennya sebagai terÂsangÂka tidak tepat. Soalnya, menurut dia, kasus sewa pesawat ini murni perÂÂkara perdata, bukan pidana. LawÂrence menilai, Kejaksaan Agung terlalu memaksakan diri meÂÂnetapkan kasus ini ke ranah pidana.
Apalagi, lanjut Lawrence, perÂbuatÂan korupsi harus memiliki tiga unsur. Yakni melawan huÂkum, ada kerugian negara yang meÂnguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi. “KeÂtiga hal tersebut yang harus terÂpeÂnuhi, tidak bisa jika hanya saÂtu,†katanya pada Kamis (18/8). Dari Berbagai Sumber
Jangan Tambah Daftar Buronan
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar meminta KeÂjakÂsaan Agung tak hanya meÂngÂusut dugaan korupsi sewa peÂsawat Boeing 737 dari ThirÂdstone Aircaft Leassing Group (TALG) Amerika pada PT MerÂpati Nusantara Airlines. SoalÂnya, masih ada dugaan korupsi lainnya di tubuh PT Merpati yang hingga kini belum ketaÂhuÂan penuntasannya.
“Masih ingat kasus pemÂbeÂlian 15 pesawat MA 60 buatan Cina dengan bandrol 46 juta Dolar AS. Itu saja hingga kini beÂlum jelas seperti apa kelanÂjutannya. Saya harap nanti keÂtika pemeriksaan tersangka, ditaÂnyakan pula poin itu,†katanya.
Dasrul menambahkan, angka dugaan kerugian negara pada pembelian 15 unit pesawat MA 60, lebih besar ketimbang sewa pesawat Boeing 737 seri 400 dan 500. Karena itu, dia meÂminÂta Kejagung melanjutkan peÂnguÂsutan kasus tersebut. SoalÂnya, kata dia, hingga kini kasus tersebut masih dalam tahap peÂnyelidikan. “Dengan jumlah kerugian negara yang besar itu, tak mungkin juga kalau tidak ada tersangkanya.â€
Dia juga menyesalkan sikap Kejagung yang tidak menahan dua tersangka kasus sewa pesaÂwat PT Merpati itu. Padahal, kata dia, Korps Adhyaksa memÂpunyai kewenangan menahan kedua direktur itu pasca peÂneÂtapan tersangka. “Jangan beri ruang gerak yang cukup leluasa bagi para tersangka kasus korupsi,†tandas politisi Partai DeÂmokrat ini.
Dasrul juga mengimbau KeÂjagung supaya mencegah bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea ke luar negeri. Dia khawatir jika tak keburu dicegah, maka tersangka kasus terÂsebut akan kabur ke luar neÂgeri. “Jangan sampai meÂnamÂbah daftar buronan korupsi lagi. Buronan yang dulu aja belum ada yang ditangkap,†tegasnya.
Mengenai dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737, Dasrul merasa prihatin pada kinerja PT Merpati. MenuÂrutÂnya, sistem manajemen pada tingkat direksi PT Merpati harus segera diperbaiki. Sehingga, katanya, PT Merpati bisa menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki citra baik di mata masyarakat. “Karena itu, saat menunjuk diÂreksi hendaknya dipilih orang-orang yang kredibel dan terpercaya,†ujarnya.
Selain itu, dia juga berharap Kementerian BUMN mau memÂÂberikan teguran lisan atauÂpun tertulis kepada PT Merpati. Sebab, kata dia, isu dugaan korupsi di PT Merpati sudah naik ke permukaan. “PemÂbelian pesawat MA 60 dan kasus ini hendaknya menjadi bahan reÂnungan serius di Kementerian BUMN,†ucapnya.
BUMN Masih Jadi Sapi Perah Banyak Pihak
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum
Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan berpendapat, terjadinya korupsi di BUMN biasanya karena jajaran direksi yang kurang mengerti aturan main menjalankan suatu perusahaan. Hasilnya, kata dia, alih-alih negara mendapatkan untung, justru mengalami kerugian yang besar.
“Ini akibat praktik salah urus yang hanya ingin menjadikan BUMN sebagai sapi perah berÂbagai kepentingan. Semestinya, peÂngelolaan BUMN itu diawali niat ingin menguntungkan neÂgara,†kata bekas hakim PengaÂdilan Negeri Jakarta Pusat ini.
Asep menambahkan, untuk memberantas korupsi di ruang lingkup BUMN tak bisa sekadar penegakan hukum terhadap para tersangka. Tapi, dibuÂtuhÂkan juga reformasi pengelolaan BUMN yang komprehensif. Misalnya, lanjut dia, dengan mengedepankan transparansi. “Harus dimasukkan pula prinÂsip-prinsip dan etika anti korupÂsi dalam berbisnis,†ucap dia.
Dia berharap, kasus korupsi ditubuh PT Merpati dapat berakhir pasca dua direksinya ditetapkan sebagai tersangka. Soalnya, PT Merpati akan menÂjadi salah satu BUMN yang menÂdapatkan predikat paling buÂruk. “Tentunya harus terus meÂnerus ada perombakan daÂlam tubuh Merpati,†tandasnya.
Selain itu, kata dia, pemeÂrinÂtah harus mengambil sikap teÂgas dengan cara memÂbersihkan lingÂkungan bisnis yang meÂnyuÂburkan praktik KKN. SeÂbab, saat ini praktik KKN meÂruÂpakan cara berbisnis yang dianggap wajar dan dianggap harus dilakukan karena para competitor juga melakukan hal yang sama.
“Sejauh ini, saya belum meÂlihat peran serta pemerintah untuk membersihkan sektor BUMN dari penyakit korupsi,†kaÂtanya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47