Berita

ilustrasi, pesawat Merpati

X-Files

Bekas Bos PT Merpati Belum Pernah Diperiksa

Tiga Bulan jadi Tersangka & Sudah Dicekal
SELASA, 20 SEPTEMBER 2011 | 06:30 WIB

RMOL. Kejaksaan Agung akan melakukan pemeriksaan pertama terhadap bekas Direktur Utama PT Merpati Hotasi Nababan dan bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea, para tersangka dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 milik perusahaan Amerika Serikat, TALG. Pemeriksaan akan dilakukan Kamis (23/9) di Kejagung.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rochmad menegaskan, pe­manggilan kedua tersangka untuk mendalami perkara dan me­nambah bahan penyidikan. “Ka­mi sudah rancang agendanya. Mereka akan dipanggil pada hari Ka­mis. Kami akan periksa dulu Ho­tasi, baru Guntur,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Penetapan Hotasi dan Guntur sebagai tersangka dikeluarkan Kejagung melalui surat perintah DIK No. 95/F.2/fd.1/07/2011 tanggal 7 Juli 2011. Namun, se­la­ma hampir tiga bulan menjadi ter­sangka, Hotasi dan Guntur belum pernah diperiksa. Mereka baru akan diperiksa penyidik lusa.

 Noor juga menyebut bahwa Hotasi sudah resmi dicegah ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Ke­menterian Hukum dan HAM se­lama enam bulan. Menurutnya, pencegahan itu berdasarkan surat perintah cegah terhadap Hotasi dengan nomor register 233/D/DSP.3/09/2011 tanggal 12 September 2011. “Pencegahan dilakukan untuk memudahkan penyidikan. Selain itu biar tidak kabur,” tandasnya.

Tapi, pencegahan terhadap bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea tak se­mulus pencegahan bekas Dirut Mer­pati. “Saya kemarin sudah me­ngecek, dan memang ada se­dikit kekurangan administrasi ter­hadap tersangka Guntur Aradea. Na­mun itu akan segera dileng­kapi tim penyidik,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto di sela-sela seminar tentang pe­nya­dapan di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, kemarin.

Lantas, kapan Korps Adhyaksa akan mengajukan pencegahan terhadap Guntur Aradea? Andhi men­jawab belum tahu pasti ka­pan. Namun, dia berjanji, dalam wak­tu dekat Guntur akan dicegah ke luar negeri oleh Ditjen Imig­rasi. “Tenang saja. Pokoknya se­gera dicegah. Tak perlu khawatir dengan masalah itu,” ucapnya.

Kejaksaan Agung belum me­ne­tapkan tersangka baru dalam per­kara ini. Hingga kemarin, jumlah ter­sangka masih dua, yakni Ho­tasi dan Guntur. Ketika ditanya me­ngenai hal itu, Andhi me­nya­takan, penyidikan masih berjalan. “Peluangnya ada, tergantung pe­nyidik nanti mengembangkannya seperti apa,” ujarnya.

Pengacara Hotasi, Jurnalis Ka­maru menyatakan keberatan pada status cegah yang disematkan Ke­jagung terhadap kliennya. Soal­nya, Hotasi biasa bepergian ke luar negeri.  Apalagi, menurut Ka­maru, saat ini Hotasi bekerja pada sebuah perusahaan pener­bang­an asing, sehingga harus bolak-balik luar negeri.

“Kami segera mengajukan permohonan itu. Kami mohon semua pihak ti­dak ada yang keberatan,” ka­tanya.

Dia menambahkan, pihak ke­luarga serta pengacara men­jamin, Hotasi tetap kooperatif terhadap kejaksaan. Sehingga, lanjut Kamaru, Kejagung tidak perlu takut Hotasi akan kabur ke luar negeri. “Kami siap memberikan jaminan, jika sewaktu-waktu diperlukan, maka dia akan datang ke kejaksaan,” ujarnya.

Kapuspenkum Kejagung me­nang­gapinya dengan enteng. Dia mem­persilakan pengacara untuk mengajukan permohonan. “Aju­kan saja, tidak apa-apa. Tapi, yang bisa mengabulkan adalah JAM Intel,” kata Noor.

Hal senada dikatakan Jam­pid­sus Andhi Nirwanto. Me­nu­rutnya, Kejagung belum meng­abul­kan permohonan pencabutan cegah terhadap Hotasi. Andhi mengingatkan, pencegahan ter­hadap tersangka merupakan salah satu rangkaian untuk mem­per­mudah proses penyidikan. “Itulah salah satu pertimbangannya,” kata dia.

Andhi menambahkan, Keja­gung masih fokus mendalami per­kara dua orang yang pernah menjabat sebagai Direktur PT Mer­pati itu. Namun, ketika dita­nya apa saja yang sedang difo­kuskan dari dua tersangka itu, Andhi enggan membeberkannya. “Po­koknya ada di tangan penyidik,” ujarnya.

Kapuspenkum juga mengaku tidak mengetahui secara pasti materi apa saja yang sudah di­siapkan penyidik untuk me­me­rik­sa kedua tersangka itu. “Nanti saya cek dulu kepada tim pe­nyidik, karena itu kewenangan me­reka,” ucapnya.


Sudah Bayar, Tapi Pesawatnya Tak Datang

Bekas Direktur Utama PT Mer­pati Nusantara Airlines Hotasi Na­baban dan Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea di­sangka Kejaksaan Agung me­ru­gikan negara satu juta Dolar AS dalam kasus sewa pesawat dari per­usahaan Amerika Serikat, Thir­dstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) pada 2006. Hingga kini, pesawat tersebut tak kunjung datang meski telah dibayar maskapai penerbangan milik negara itu.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, kasus itu terjadi pada 2006. Saat itu, Direksi PT Merpati Nusantara Airlines menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat, sehar­ga 500 ribu Dolar AS untuk setiap pesawat. Tapi, katanya, setelah dila­kukan pembayaran sebesar satu juta Dolar AS ke rekening law­yer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates melalui transfer Bank Mandiri, hingga kini pesawat tersebut belum per­nah diterima PT Merpati Nu­san­tara Airlines.

Tim jaksa penyidik, lanjut Ho­tasi, mencium indikasi korupsi sebesar satu juta Dolar AS dalam kasus tersebut. Kemudian, pe­nyi­dik meningkatkan status kasus ter­sebut, dari penyelidikan ke pe­nyi­dikan. “Ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk membuat te­rang tindak pidananya dan me­ne­mukan tersangkanya,” tandas dia.

Hal senada disampaikan Direk­tur Penyidikan Pidana Khusus Ke­jak­saan Agung Jasman Pan­djait­an (kini Kepala Kejaksaan Ting­gi Kalimantan Barat). Dia me­­negaskan, perusahaan itu di­duga melanggar kontrak karena ti­dak menyediakan dua pesawat jenis Boeing 737 seri 400 dan 500 yang dijanjikan sebelumnya. Pa­dahal, Merpati telah mentransfer duit jaminan 1 juta Dolar AS atau se­tara Rp 9 miliar. Namun, duit yang disetor ke rekening lawyer yang ditunjuk TALG, yakni Hu­me & Associates melalui transfer Bank Mandiri, tak bisa ditarik kembali.

Menurut Jasman, kebijakan me­ngirim uang ke rekening law­yer itulah yang membuat Merpati sulit menarik kembali duit ja­min­an tersebut. Seharusnya, lanjut dia, duit jaminan disimpan pada lem­baga penjamin resmi. Ma­ka­nya, dia curiga ada keinginan se­jum­lah pihak untuk menye­lewe­ngkan dana itu. “Kenapa seolah dipaksakan disimpan di sana,” Katanya di Kejagung (16/8).

Sementara itu, kuasa hukum Hotasi Nababan, Lawrence TB Si­burian mengatakan bahwa pe­netapan kliennya sebagai ter­sang­ka tidak tepat. Soalnya, menurut dia, kasus sewa pesawat ini murni per­­kara perdata, bukan pidana. Law­rence menilai, Kejaksaan Agung terlalu memaksakan diri me­­netapkan kasus ini ke ranah pidana.

Apalagi, lanjut Lawrence, per­buat­an korupsi harus memiliki tiga unsur. Yakni melawan hu­kum, ada kerugian negara yang me­nguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi. “Ke­tiga hal tersebut yang harus ter­pe­nuhi, tidak bisa jika hanya sa­tu,” katanya pada Kamis (18/8).  Dari Berbagai Sumber


Jangan Tambah Daftar Buronan

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar meminta Ke­jak­saan Agung tak hanya me­ng­usut dugaan korupsi sewa pe­sawat Boeing 737 dari Thir­dstone Aircaft Leassing Group (TALG) Amerika pada PT Mer­pati Nusantara Airlines. Soal­nya, masih ada dugaan korupsi lainnya di tubuh PT Merpati yang hingga kini belum keta­hu­an penuntasannya.

“Masih ingat kasus pem­be­lian 15 pesawat MA 60 buatan Cina dengan bandrol 46 juta Dolar AS. Itu saja hingga kini be­lum jelas seperti apa kelan­jutannya. Saya harap nanti ke­tika pemeriksaan tersangka, dita­nyakan pula poin itu,” katanya.

Dasrul menambahkan, angka dugaan kerugian negara pada pembelian 15 unit pesawat MA 60, lebih besar ketimbang sewa pesawat Boeing 737 seri 400 dan 500. Karena itu, dia me­min­ta Kejagung melanjutkan pe­ngu­sutan kasus tersebut. Soal­nya, kata dia, hingga kini kasus tersebut masih dalam tahap pe­nyelidikan. “Dengan jumlah kerugian negara yang besar itu, tak mungkin juga kalau tidak ada tersangkanya.”

Dia juga menyesalkan sikap Kejagung yang tidak menahan dua tersangka kasus sewa pesa­wat PT Merpati itu. Padahal, kata dia, Korps Adhyaksa mem­punyai kewenangan menahan kedua direktur itu pasca pe­ne­tapan tersangka. “Jangan beri ruang gerak yang cukup leluasa bagi para tersangka kasus korupsi,” tandas politisi Partai De­mokrat ini.

Dasrul juga mengimbau Ke­jagung supaya mencegah bekas Direktur Keuangan PT Merpati Guntur Aradea ke luar negeri. Dia khawatir jika tak keburu dicegah, maka tersangka kasus ter­sebut akan kabur ke luar ne­geri. “Jangan sampai me­nam­bah daftar buronan korupsi lagi. Buronan yang dulu aja belum ada yang ditangkap,” tegasnya.

Mengenai dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737, Dasrul merasa prihatin pada kinerja PT Merpati. Menu­rut­nya, sistem manajemen pada tingkat direksi PT Merpati harus segera diperbaiki. Sehingga, katanya, PT Merpati bisa menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki citra baik di mata masyarakat. “Karena itu, saat menunjuk di­reksi hendaknya dipilih orang-orang yang kredibel dan terpercaya,” ujarnya.      

Selain itu, dia juga berharap Kementerian BUMN mau mem­­berikan teguran lisan atau­pun tertulis kepada PT Merpati. Sebab, kata dia, isu dugaan korupsi di PT Merpati sudah naik ke permukaan. “Pem­belian pesawat MA 60 dan kasus ini hendaknya menjadi bahan re­nungan serius di Kementerian BUMN,” ucapnya.


BUMN Masih Jadi Sapi Perah Banyak Pihak

Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum

Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan berpendapat, terjadinya korupsi di BUMN biasanya karena jajaran direksi yang kurang mengerti aturan main menjalankan suatu perusahaan. Hasilnya, kata dia, alih-alih negara mendapatkan untung, justru mengalami kerugian yang besar.

“Ini akibat praktik salah urus yang hanya ingin menjadikan BUMN sebagai sapi perah ber­bagai kepentingan. Semestinya, pe­ngelolaan BUMN itu diawali niat ingin menguntungkan ne­gara,” kata bekas hakim Penga­dilan Negeri Jakarta Pusat ini.

Asep menambahkan, untuk memberantas korupsi di ruang lingkup BUMN tak bisa sekadar penegakan hukum terhadap para tersangka. Tapi, dibu­tuh­kan juga reformasi pengelolaan BUMN yang komprehensif. Misalnya, lanjut dia, dengan mengedepankan transparansi. “Harus dimasukkan pula prin­sip-prinsip dan etika anti korup­si dalam berbisnis,” ucap dia.

Dia berharap, kasus korupsi ditubuh PT Merpati dapat berakhir pasca dua direksinya ditetapkan sebagai tersangka. Soalnya, PT Merpati akan men­jadi salah satu BUMN yang men­dapatkan predikat paling bu­ruk. “Tentunya harus terus me­nerus ada perombakan da­lam tubuh Merpati,” tandasnya.

Selain itu, kata dia, peme­rin­tah harus mengambil sikap te­gas dengan cara mem­bersihkan ling­kungan bisnis yang me­nyu­burkan praktik KKN. Se­bab, saat ini praktik KKN me­ru­pakan cara berbisnis yang dianggap wajar dan dianggap harus dilakukan karena para competitor juga melakukan hal yang sama.

“Sejauh ini, saya belum me­lihat peran serta pemerintah untuk membersihkan sektor BUMN dari penyakit korupsi,” ka­tanya.   [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya