Berita

Endriatono Sutarto/rmol

TIM BEKING KPK

10 Keanehan Melekat di Tubuh Endriartono Sutarto Cs

SABTU, 17 SEPTEMBER 2011 | 13:32 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Tim Analisis dan Advokasi KPK yang dibentuk untuk menghadang setiap upaya pelemahan terhadap KPK dan dimotori mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriatono Sutarto, malah menuai kritik tajam.

Seperti diketahui dari jumpa pers di kantor KPK kemarin (Jumat, 17/9), Tim Analisis dan Advokasi Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari Endriartono Sutarto (koordinator), Lelyana Santosa, Alexander Lay, Taufik Basari, Ery Septiawan, Harjon Sinaga, Hamid Halid, Abdul Haris M Rum, Ari Yulianto Gema, Ahmad Maulana, dan Yogi Sudrajat. Kesembilan anggota Tim Analisis dan Advokasi Komisi Pemberantasan Korupsi semuanya pengacara

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta Pane, yang juga Deklarator Komite Pengawas KPK menilai, pembentukan tim tersebut patut dipertanyakan. Bahkan, IPW mencatat 10 keanehan yang timbul setelah tim itu mendeklarasikan dirinya di kantor KPK kemarin.


Pertama, apa dasar hukum Tim, dan kedua, apakah pembentukannya untuk membela KPK atau untuk membela oknum-oknum elit KPK yang bermasalah.

"Ketiga, kalau benar-benar memang membela KPK, Tim itu harus menyelamatkan KPK, sehingga pimpinan KPK yang disebut bertemu Nazaruddin dan dituduh menerima suap harus didorong Tim untuk diperiksa secara hukum, baik oleh Polri maupun oleh Jaksa. Sebab tindakan oknum KPK itu sudah melanggar Pasal 65 jo Pasal 36 UU KPK, dengan ancaman di atas lima tahun penjara," kata Neta dalam pernyataan tertulis ke Rakyat Merdeka Online, Sabtu (17/9).

Poin keempat, kehadiran Tim itu akan menimbulkan tumpang tindih tugas dan kecemburuan di internal karena KPK sesungguhnya sudah memiliki unit-unit kerja di bidang hukum (advokasi) maupun Humas yang bertugas meng-counter dan membangun opini positif bagi KPK.

Kelima, Tim tersebut bisa dituding telah merampas tugas-tugas unit kerja di internal KPK.

"Untuk itu sebaiknya Tim membubarkan diri karena bisa dituding oleh pegawai KPK maupun masyarakat seolah anggota tim tersebut tidak punya kerjaan lain, dan hanya merebut kerjaan orang, padahal anggota tim adalah orang-orang terhormat," tegasnya.

Keenam, pembentukan Tim bisa dinilai sebagai gambaran bahwa telah terjadi konflik internal yang cukup parah di KPK sehingga sebagian elit pimpinan KPK tidak percaya lagi pada unit-unit kerja di internal dan terpaksa harus membentuk tim dari eksternal.

Ketujuh, patut dipertanyakan, pembentukan Tim ini apakah didukung seluruh pimpinan KPK atau hanya sebagian elitnya. Jika nanti muncul pimpinan baru KPK yang tidak setuju dengan Tim ini dan otomatis Tim bubar, tentulah keberadaan Tim ini bisa dinilai hanya mendukung oknum tertentu.

"Jika ini terjadi, citra orang-orang di dalam Tim pasti akan terganggu, mengingat mereka adalah tokoh-tokoh terhormat," kata Neta.

Kedelapan, mengingat keberadaan tim tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, ketika melakukan advokasi atas nama KPK mereka harus mendapat persetujuan semua pimpinan KPK. Jika tidak, Tim hanya mengadvokasi atas nama orang perorang pimpinan KPK. Tim tidak bisa mengatasnamakan KPK tapi atas nama orang per orang di jajaran pimpinan KPK atau bisa dikatakan, Tim cuma alat oknum peroknum di KPK.

Kesembilan, mengingat keberadaan Tim tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, Tim tidak boleh menggunakan anggaran maupun fasilitas KPK. Penggunaan anggaran dan fasilitas KPK bisa dinilai telah melakukan korupsi dan penyalahgunaan terhadap fasilitas negara.

"Jumpa pers tim kemarin di KPK bisa dinilai sebagai penyalahgunaan fasilitas negara," ketusnya.

Kesepuluh, mengingat anggota Tim adalah tokoh-tokoh terhormat, jangan sampai muncul tudingan bahwa mereka hendak mempolitisasi KPK dan harus dihindari juga munculnya isu-isu makelar kasus di balik pembentukan Tim ini di kemudian hari.[ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya