M Nazaruddin
M Nazaruddin
RMOL.Salah satu kasus korupsi yang membelit bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin adalah dugaan penggelembungan harga pengadaan alat-alat pendidikan kesehatan di Kementerian Kesehatan. Kasus ini ditangani Polri dan hingga kemarin belum ada tersangkanya. Hal serupa juga terjadi untuk kasus Nazar di Kementerian Pendidikan Nasional.
Padahal, kasus Nazaruddin yang ditangani KPK, yakni perÂkara suap pembangunan wisma atlet, sudah jelas siapa saja terÂsangÂkanya dan siapa saja yang diÂmintai keterangan sebagai saksi.
Sehingga, berbagai kalangan daÂpat mengontrol kinerja KPK daÂÂlam menuntaskan kasus terÂsebut. Berbagai kalangan seperti DPR, LSM, pengamat hukum dan maÂsyarakat dapat memberikan maÂsukan mengenai kekurangan KPK dalam menangani perkara itu.
Menurut Kepala Bareskrim PolÂri Komjen Sutarman, kepoÂlisian telah mendapat persetujuan KPK menangani kasus KeÂmenkes dan Kemendiknas. “Kami sudah koordinasi dengan KPK. Karena ini sudah kami tangani, maka saya minta untuk ditangani kami. Jadi, untuk kasus KeÂmenÂkes dan Kemendiknas, kami yang taÂngani,†ujarnya.
Saat ditanya, kenapa Polri yang menangani kasus Kemenkes seÂjak 2010 belum juga berhasil meÂnetapkan tersangka, dia meÂnÂjaÂwab, banyak saksi yang perlu diÂmintai keterangan.
Selain itu, meÂnurutnya, BaresÂkrim sempat disiÂbukkan berbagai kasus Gayus TamÂbunan pada pertengahan 2010. Jadi, katanya, kelambanan sama sekali bukan dipengaÂruÂhi posisi Nazaruddin di Partai Demokrat.
Menurut Sutarman, hasil peÂnyiÂdikan sementara pada kasus Kemenkes telah mengarah pada teÂmuan adanya dua calon terÂsangka. “Ada dua orang, saya belum tahu namanya. Inisialnya nanti,â€Â ujar bekas Kapolda Metro Jaya ini.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, seÂjauh ini kepolisian telah meÂmeÂriksa 30 kepala rumah sakit daeÂrah terkait kasus Kemenkes. PeÂmeriksaan dilakukan untuk meÂÂnyingkap dugaan korupsi daÂlam proyek Kemenkes sebeÂsar Rp 417 miliar di 30 provinsi.
“Kepala rumah sakit ada yang sedang diperiksa sekarang,†kaÂtanya, kemarin. Tapi, bekas KaÂpolda Jatim ini menolak memÂbeberkan identitas para kepala rumah sakit itu.
Menurut Direktur III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim BrigÂjen Ike Edwin, untuk meÂnunÂtasÂkan kasus yang berkaitan dengan perusahaan milik Nazaruddin, pihaknya telah berkoordinasi deÂngan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dia menambahkan, hasil audit BPKP atas dugaan penyimpaÂngan keÂuangan negara pada proÂyek KeÂmenkes terjadi di 30 proÂvinsi. “Dugaan kerugian negara seÂmentara pada proyek KemenÂkes di 30 provinsi sekitar Rp 417 miliar,†ujarnya.
Ike mengaku, sejauh ini jajaÂranÂnya belum menetapkan terÂsangÂka kasus tersebut. “Kami masih menÂdalami kasus ini,†alasannya.
Namun, Ike menampik bahwa Polri lamban menangani kasus ini, meski pihak kepolisian mengÂklaim telah menangani kasus ini sejak tahun 2010. Dia juga memÂbantah bahwa Polri kalah intensif diÂbanding KPK dalam meÂnaÂngani kasus Nazaruddin. AlaÂsanÂnya, ada kendala-kendala teknis dalam menuntaskan kasus bekas Bendahara Umum Partai DeÂmokrat itu.
Kendati begitu, katanya, kasus ini tetap didalami Polri. PemeÂrikÂsaan terhadap 30 kepala ruÂmah saÂkit daerah serta saksi-saksi dari Kemenkes maupun pengelola tender proyek, lanjut Ike, sampai saat ini masih dilaÂkukan kepoÂlisian.
“Surat pemanggilan pemeÂrikÂsaan sudah disampaikan. SeÂbaÂgian kepala rumah sakit terÂsebut sudah ada yang diperiksa. SeÂbagian lagi ada yang tengah dalam proses dan ada juga yang belum datang dengan alasan siÂbuk,†ujarnya.
Ike menambahkan, kasus duÂgaÂÂan korupsi di Kementerian KeÂÂseÂhatan terjadi pada proyek peÂngaÂdaÂan alat bantu pendidikan bagi teÂnaÂga kesehatan di rumah sakit daeÂrah pada tahun angÂgaran 2009.
Reka Ulang
Dari Ito Sumardi Hingga Sutarman
Kasus dugaan korupsi di KeÂmenÂterian Kesehatan ditangani Polri sejak Kabareskrim dijabat Komjen Ito Sumardi. Namun, hingga Kabareskrim dijabat KomÂjen Sutarman, tetap saja terÂsangka perkara pengÂgeÂlemÂbuÂngan harga alat pendidikan keseÂhatan ini, tak jelas.
Menurut Ito, kasus itu mulai diÂtangani sejak 2010 berdasarkan teÂmuan penyidik maupun laporan masyarakat. Penyelidikan kasus itu, kata dia, sempat terhenti lanÂtaran seluruh penyidik Direktorat III Tipikor Bareskrim fokus ke peÂnanganan kasus pajak Gayus.
“Waktu itu konÂsenÂtrasi sampai lima bulanan. Setelah selesai, kami lanjutkan proses penyeÂlidiÂkan,†katanya pada 4 Juli 2011.
Ito mengatakan, pihaknya suÂdah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi di Kemenkes itu. Tanpa menyebut identitas, Ito meÂnyatakan bahwa tersangka berÂasal dari rekanan Kemenkes. Tapi, hingga Sutarman mengÂganÂtikan Ito sebagai Kabareskrim, tak kunjung jelas siapa saja terÂsangka kasus ini. Bahkan, menuÂrut Sutarman, baru ada dua calon tersangka, belum tersangka.
Menurut Ito, penyidik sempat menemui pihak KPK saat KPK juga menangani kasus tersebut. Hasil koordinasi itu, kata dia, KPK mempersilakan Bareskrim Polri meneruskan penyelidikan.
Pernyataan ini disampaikan Ito menanggapi kabar bahwa dirinya menerima suap dari Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat yang dijadikan terÂsangka oleh KPK.
Terseretnya nama Ito dilatari dugaan temuan penyidik KPK saat menggeledah kantor NazaÂruddin di Tower PerÂmai, MamÂpang Prapatan, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilaÂkuÂkan sehari setelah KPK menangÂkap Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazaruddin. Temuan itu memuat pengeluaran NazaÂrudÂdin dalam Rupiah dan Dolar AS serta nama-nama penerimanya.
Dalam daftar, Ito disebut meÂneÂrima 50 ribu Dolar Amerika SeÂrikat. Sementara dalam kuiÂtanÂsi tertulis dua kali pengeÂluaÂran untuk Bareskrim, masing-maÂsing senilai 75 ribu Dolar AS dan 25 ribu Dolar AS. Ito membantah dirinya disebut menerima suap.
“Kasus ini masih ditangani seÂcara serius. Kemudian tiba-tiba ada berita saya disuap NaÂzaÂrudÂdin untuk ambil alih kasus itu. Kan sangat ganjil. Tidak mungkin polisi ambil alih kasus yang sudah ditangani KPK,†bantahnya.
Sementara itu, Kabareskrim Komjen Sutarman membantah jajarannya telah menetapkan KeÂpala Bagian Program dan InforÂmaÂsi Sekretariat Badan PengemÂbangan dan Pemberdayaan SumÂber Daya Manusia (PPSDM) KeÂmenterian Kesehatan Syamsul Bahri sebagai tersangka. BanÂtaÂhan disampaikan seusai salat Idul Fitri di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri. “Belum ada terÂsangka. Siapa yang meneÂtapÂkan?†ujarnya.
Saat itu, Sutarman juga meÂnyaÂtakan, kasus dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan tersebut masih dalam tahap penyelidikan Bareskrim polri.
Seperti diketahui, kasus duÂgaÂan korupsi di Kemenkes juga diÂtangani KPK. Terkait dualisme penÂÂanganan kasus ini, Sutarman mengaku tak memperÂmasaÂlahÂkanÂnya. “Sama saja. Siapapun yang menangani, yang penting masalahnya ditangani. Untuk kasus Kemenkes, kamis masih koÂordinasi dengan KPK,†imÂbuhÂnya.
Tak Ada Kemajuan Meski Sudah Setahun
Syarifudin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengiÂngatÂkan Polri agar tidak berlarut-larut dalam menangani kasus koÂrupsi yang menyangkut beÂkas Bendahara Umum Partai DeÂmokrat Nazaruddin di KeÂmenÂterian Kesehatan.
Soalnya, tegas Syarifuddin, penÂÂanganan kasus dugaan koÂrupsi di Kementerian KeseÂhaÂtan sama sekali belum meÂnunÂjukkan kemajuan. Padahal, ingat anggota Komisi Hukum DPR ini, Polri sudah meÂnaÂngani kasus tersebut selama satu tahun.
Menurut Syarifuddin, penaÂngaÂnan perkara korupsi di keÂpoÂlisian seringkali tidak transÂparan. Hal tersebut mau tidak mau memicu penilaian, masih adanya keberpihakan
Polri. Selain itu, ketertutupan meÂnimbulkan pertanyaan, beÂnarkah Polri telah mengorek keterangan sejumlah saksi dan tersangka yang dirahasiakan itu.
“Semestinya kepolisian lebih terbuka, sehingga tidak lagi mencuat adanya kesan keberÂpiÂhakan dan sejenisnya. Apalagi, perÂkara Kemenkes ini masuk kategori kasus besar,†tandasnya.
Jadi, menurut Syarifuddin, keÂpolisian tidak perlu menutup-nutupi hasil penyidikan yang sudah ada supaya masyarakat perÂÂcaya. “Kalau sudah ada terÂsangka, segera umumkan siapa saja mereka. Biar kasus ini tidak menÂjadi teka-teki,†saran angÂgota Komisi Hukum DPR ini.
Untuk itu, sambungnya, diperÂluÂkan terobosan dalam mengusut dan menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Terobosan hukum, menurut dia, menjadi penting. Soalnya, langkah beÂrani itu akan menunjukkan bahÂwa pada dasarnya Polri masih memiliki komitmen meÂnunÂtasÂkan kasus korupsi, walaupun sebagian sudah ditangani KPK.
Dengan terobosan tersebut, tentu tandas politisi Partai HaÂnuÂra ini, penanganan perkara korupsi akan lebih cepat selesai. “Masyarakat tidak bertanya-tanya lagi, ada apa kok tidak seÂlesai-selesai. Saya di DPR pun akan menanyakan apa kendala penanganan kasus ini langsung pada Kapolri,†tambahnya.
Syarifuddin pun menilai, koorÂdinasi antara Polri dan KPK dalam penanganan kasus NaÂzaruddin masih lemah.
Kasus Korupsi Kerap Terganjal Masalah Teknis
Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian
Menurut pengamat keÂpoÂlisian Alfons Leomau, berlarut-larutnya penanganan kasus koÂrupsi di kepolisian bisa diseÂbabkan berbagai faktor.
Selain energi Polri terkuras meÂnangani kasus Gayus TamÂbunan, diduga ada kesulitan tekÂnis bagi penyidik dalam meÂnemukan bukti-bukti korupsi di Kemenkes.
“Saya melihat yang keÂbaÂnyakan memenangkan tender proyek di Kemenkes itu kan perusahaan BUMN. Ini yang agak menyulitkan kepolisian meÂnentukan ada tidaknya koÂrupsi di Kementerian KeseÂhatan,†ujar Kombes (Purn) Alfons Leomau.
Menurut Alfons, jika tender proyek di Kemenkes diÂmeÂnangÂkan perusahaan BUMN, maka keuntungan atas proyek terÂseÂbut akan kembali ke negara. Dengan demikian, penyidik keÂpolisian kesulitan meÂneÂnÂtukan adanya unsur korupsi.
Kata dia, hal teknis seperti itulah yang membuat peÂnaÂngaÂnan kasus dugaan korupsi proÂyek Kemenkes sebesar Rp 417 miliar jadi berlarut-larut. Lain halnya, sambung dia, jika tenÂder proyek Kemenkes yang diÂmenangkan oleh perusahaan BUMN itu disub-kan lagi peÂngerjaannya pada pihak swasta.
“Kalau ada keterlibatan piÂhak swasta, tentu penaÂngaÂnanÂnya akan lebih mudah dan ceÂpat,†katanya.
Bekas Kepala Bidang BiÂnamitra Polda NTT itu meÂnamÂbahkan, koordinasi Polri deÂngan KPK dalam penanganan kasus korupsi ini pun masih sangat lemah. Dengan masih adaÂnya kelemahan itu, maka tarik ulur dalam penanganan kasus ini menjadi dominan.
“Ini hendaknya diantisipasi sejak dini. Jangan ada lagi konÂflik kepentingan antar lembaga penegak hukum tersebut,†sarannya. Sebaiknya, menurut Alfons, peran supervisi KPK ditingÂkatÂkan dalam mengawal kepolisian menuntaskan semua kasus koÂrupsi, termasuk perkara di KeÂmenterian Kesehatan tersebut. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47