ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Kapolda Metro Jaya Irjen Untung S Radjab mulai membersihkan jajaran internalnya. Sebanyak 38 polisi yang bertugas di wilayah Polda Metro Jaya teridentifikasi melakukan 26 pelanggaran, kategorinya berat dan ringan.
Menurut Kepala Bidang HuÂmas Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar, sanksi peÂlanggaran berat hingga pelangÂgaran ringan diambil Polda Metro setelah menindaklanjuti laporan masyarakat.
Laporan maÂsuk ke Polda Metro ada yang langsung, lewat surat elektronik dan surat biasa. “Dari laporan-laporan itu, ada 26 jenis pelanggaran yang diduga dilaÂkukan anggota Polda Metro Jaya. Karena menyangkut peÂlanggaran anggota kepolisian, maka laporan-laporan itu diÂtangani Itwasda dan Bidpropam Polda,†ujarnya.
Dia merinci, 26 kategori peÂlangÂgaran oleh anggota Polda Metro diperoleh berkat 10 lapoÂran langÂsung masyarakat, tujuh laporan melalui surat elektronik. Sisanya, sembilan laporan disÂamÂpaikan secara tertulis melalui surat biasa.
Total laporan pengaduan itu, kata Baharuddin, sebenarnya sangat banyak. Namun, setelah diteliti secara cermat, hanya 26 laÂporan yang dinilai dapat diÂperÂtangÂgungjawabkan secara huÂkum. “Itu yang kami tindakÂlanjuti,†ucapnya.
Setelah menerima lapoÂran pada Januari hingga Agustus 2011, tim Propam dan Itwasda mengambil langkah-langkah. Antara lain, memanggil dan meminta keteÂrangan pelapor serta mengÂklÂariÂfikasi laporan terhadap anggota kepolisian. Selain meÂngorek keÂterangan pelapor dan anggota poÂlisi yang diduga meÂnyalahÂgunaÂkan jabatannya, peÂnyidik meÂngumpulkan bukti-bukti seÂputar laporan yang ada.
Mengenai 26 dugaan pelangÂgaÂran tersebut, ada yang masuk kuaÂlifikasi pelanggaran berat berupa pelanggaran tindak pidana, ada pula yang masuk kategori peÂlanggaran ringan.
“Jenisnya ada yang meÂnyaÂlahgunakan jabatan, menerima suap, memeras, penganiayaan dan lain-lain,†tandas dia.
Namun, Baharuddin mengaku tidak ingat persis daftar nama anggota kepolisian Polda Metro yang tengah diproses tersebut.
Dia menggarisbawahi, jika maÂsuk kategori pelanggaran berat, maka Polda Metro akan meÂnyeÂrahkan penanganan perÂkara itu ke pengadilan. Nantinya, proses peÂmecatan anggota terÂsebut diÂlakukan lewat perÂsiÂdaÂngan kode etik setelah ada puÂtusan peÂngadilan.
Untuk kategori pelanggaran ringan, seperti keseringan memÂbolos alias tidak menjalankan tugas akan diproses melalui siÂdang kode etik dan disiplin Polri.
Baharuddin juga mengaku tidak mengetahui, apakah dari 38 personel Polda itu ada yang meÂlakukan poligami seperti diÂinformasikan sumber Rakyat Merdeka di Polda Metro Jaya.
“Saya belum mendapat inforÂmasi soal itu. Kalau poligami buat anggota polisi, itu jelas maÂsuk kategori pelanggaran dan pasti ada sanksinya,†kata dia.
Menurut Baharuddin, proses hukum terhadap anggota Polda Metro yang bandel tidak akan pandang bulu. Siapa pun yang bersalah, kata dia, akan dikenai sanksi sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Dia menambahkan, 38 perÂsonel itu tengah menjalani proses. Rinciannya, 24 orang meÂnyanÂdang pangkat bintara, delÂaÂpan perÂwira pertama (pama) dan enam perwira menengah (paÂmen). OkÂnum dari Satuan DiÂtreskrimum Polda Metro Jaya, sambung dia,
paling banyak dilaporkan. Sedikitnya ada tujuh personel dari satuan ini yang tengah menjalani proses pemeriksaan. Sedangkan sisanya, 31 personel terdiri anggota di lingkup Satuan Lalu Lintas Polres Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Bekasi, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Tangerang dan Depok.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Gatot Edy P menolak memberikan keteÂrangan seputar anggota satuanÂnya yang diduga nakal. Dia meÂmilih menyerahkan penyelesaian kasus yang menyeret anak buahÂnya kepada Propam.
Salah satu personel Polda Metro Jaya yang terancam kena sanksi pemecatan adalah bekas Kasat Renakta AKBP A Rivai. Dia menjadi tersangka perkara suap penanganan kasus PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI).
Menurut Kepala Bidang HuÂmas Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar, sejauh ini penyidik Propam masih meÂlaksanakan pemeriksaan terhadap Rivai. “Pasti kalau sudah selesai akan dilimpahkan ke kejaksaan. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja,†ujarnya.
Reka Ulang
Paling Banyak Dilaporkan Soal Pelanggaran HAM
Pada Maret lalu, Polda Metro JaÂya tercatat menerima 75 aduan maÂÂsyarakat. Aduan tersebut diÂproses Bidang Profesi dan PeÂngamanan (Propam) Polda Metro Jaya.
“Ada 75 laporan pengaduan masyarakat yang masuk dan masih dalam proses penyelidikan, penyidikan dan audit investigasi Bidang Propam Polda Metro,†kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, (20/4).
Baharudin mengatakan, 47 laÂporan diproses Subbid PeÂngaÂmanan Internal (Paminal), 20 kaÂsus diproses di Subbid ProÂvost dan delapan kasus diproses di Subbid Pembinaan Profesi.
“LaÂporan ditujukan pada personil di Satuan Lalu Lintas, Reserse, Samapta dan lain-lain,†ujarnya.
Kapolda Metro Jaya Irjen UnÂtung S Radjab sebelumnya meÂngatakan, pihaknya berupaya opÂtimal dalam meminimalisasi keÂsalahan para anggotanya demi memberikan pelayan yang baik kepada masyarakat.
Masih soal laporan masyaraÂkat tentang polisi, menurut WaÂkil KeÂtua Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo, pada kurun 2010 Polri menÂjadi institusi yang paÂling baÂnyak dilaporkan ke KomÂnas HAM. Sedikitnya terdapat 1200 laporan yang masuk ke Komnas HAM menyangkut duÂgaan pelangÂgaran oleh anggota kepolisian.
“Polri adalah institusi nomor satu yang paling banyak dilaÂporÂkan ke Komnas HAM. Dari 6000 kasus yang diterima, 1200 kasus mengadukan Polri,†katanya pada seminar tentang HAM di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur (11/4).
Untuk tahun 2011 ini, Polri diprediksi masih menjadi institusi yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM. “Sepertinya trenÂnya masih akan seperti itu,†kata Yoseph.
Yang Ditangani Polda Metro Masih Minim
Neta S Pane, Ketua Presidium LSM IPW
Harapan masyarakat agar kinerja kepolisian meningkat, begitu tinggi. Sayang jika haraÂpan masyarakat itu pupus akibat tindakan indisipliner personel kepolisian.
Apalagi, menurut, Ketua PreÂsidium LSM Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, keÂpoÂlisian saat ini memiliki peran dominan di tengah masyarakat. Di satu sisi, berperan sebagai penegak hukum, di sisi lain memiliki peran sebagai penjaga Kamtibmas.
Dua peran dominan kepolÂisiÂan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat itu, lanjut Neta, membuat posisi kepoÂlisiÂan menjadi sentral. “Peran doÂmiÂnan inilah yang menjadi pilar sukses tidaknya kepolisian meÂngawal demokrasi,†katanya.
Namun, peran strategis keÂpoÂliÂsian ini masing seringkali diÂsalahgunakan. Dia menyebut, masih saja terdengar kabar adaÂnya tindakan indisipliner angÂgoÂta kepolisian. “Ini meÂresahÂkan dan membangkitkan keÂkeÂcewaan masyarakat,†ucapnya.
Buntutnya, kata dia, banyak laporan masuk ke kepolisian dan lembaga lain menyangkut pola perilaku personel kepoÂlisian. “Saya pikir jumlah perÂsoÂnel dan perkara yang ditaÂngani Polda Metro Jaya itu maÂsih minim. Mungkin itu yang baru bisa ditangani. Sisanya masih belum,†tandasnya.
Untuk itu, ia mendesak agar prioritas penanganan penyeÂleÂweÂngan oleh oknum internal keÂpolisian dilaksanakan lebih proÂgresif. Soalnya, sambung dia, seÂbagai lembaga yang menÂeÂrima remunerasi besar dari neÂgara, Polri memiliki kewajiban memperbaiki kualitas peneÂgaÂkan hukum serta kualitas pelaÂyanan masyarakat.
Jika tidak ada niat memÂbeÂnahi institusi, urainya, dapat dipastikan Polri akan kembali terpuruk alias berada di titik naÂdir. “Harapan masyarakat terÂhadap Polri akan sia-sia. Yang ada justu pengaduan masyaÂraÂkat akan meningkat karena tiÂdak mendapat perlakuan hukum yang adil dari kepolisian,†tandasnya.
Penanganan Polisi-polisi Nakal Harus Transparan
Azis Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III DPR
Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin meÂngiÂngatÂkan kepolisian agar mampu meÂnunjukkan sikap humanis daÂlam mengemban setiap tugasnya.
Dengan pendekatan humanis tersebut, Azis berharap agar tinÂdaÂkan indisipliner terkait sepak terjang anggota kepolisian bisa diminimalkan. “Kita senantiasa mendorong kepolisian untuk menjadi lebih humanis dalam melaksanakan tugas dan tangÂgungjawab,†ujarnya.
Soalnya, lanjut Azis, pola-pola pendekatan humanis diÂrasakan sangat mendesak lanÂtaÂran hak dan kewajiban angÂgoÂta kepolisian sama dengan masyarakat sipil. “Jadi, peran dan tindakannya harus terukur,†ucapnya.
Lebih jauh ia meminÂta peÂnaÂnganan dugaan penyeÂleÂwengan oleh oknum kepolisian dilakÂsaÂnaÂkan secara transparan. PasalÂnya, penuntasan perkara yang tertutup akan memunculkan konflik baru.
Kekecewaan masyarakat terhadap pola penanganan perÂkara yang tertutup, menurut dia, seringkali menimbulkan peniÂlaiÂan adanya keberpihakan. “Jadi, bukan dinilai sebagai insÂtitusi yang diandalkan dalam meÂnyelesaikan perkara. Malah yang ada justru dicap sebagai pemÂbuat masalah. Asumsi ini yang henÂdaknya dihapus oleh kepolisian sekarang,†tandas Azis.
Apalagi, sambungnya, saat ini kepolisian diberikan sarana dan prasarana yang cukup daÂlam melaksanakan tugas-tuÂgasÂnya. Dengan sarana dan prÂaÂsaÂrana ini, dia meminta keÂpolisian menunjukkan komitmennya dalam melayani masyarakat.
“Tidak boleh tidak. MaÂsyaÂrakat itu stakeholdernya Polri. Masyarakat harus mendapat pelayanan dari kepolisian yang baik,†tandasnya.
Dia menambahkan, sudah seÂharusnya kepolisian saat ini mamÂpu menuntaskan perkara menyangkut oknum internalnya secara cepat dan transparan. Hal tersebut semata ditujukan agar laporan pengaduan masyarakat bisa selesai serta tingkat keperÂcayaan pada kepolisian bisa meningkat. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47