Bambang Heru Ismiarso
Bambang Heru Ismiarso
RMOL.Sidang pembacaan tuntutan terhadap bekas Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak Bambang Heru Ismiarso gagal dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum merampungkan surat penuntutan. Alhasil, pembacaan tuntutan akan dilakukan pada hari ini pukul 10.00 WIB.
Namun, Kepala Pusat PeneÂraÂngan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad mengaku tidak mengetahui perisÂtiwa tersebut. “Saya baru menÂdeÂngarnya dari Anda. Coba nanti saya cek dulu ke Kejari Jaksel meÂngenai masalah ini,†katanya ketika dihubungi Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Kendati begitu, Noor berÂpenÂdapat, penundaan itu bukanlah sesuatu yang sengaja dirancang untuk mengundang pihak tertentu menegosiasikan lamanya tunÂtuÂtan. Menurutnya, JPU punya alaÂsan tersendiri mengenai peÂnunÂdaan pembacaan tuntutan terÂhaÂdap bekas bos Gayus Tambunan di Ditjen Pajak itu.
“Tidak ada kongkalikong deÂngan pihak tertentu. Kami yakin, ini hanya sekadar belum ramÂpungnya surat itu. Tapi, nanti akan saya cek dulu kepastiannya ke Kejari Jaksel,†katanya.
Saat ditanya, apakah penunÂdaÂan tersebut termasuk pelanggaran oleh jaksa, Kapuspenkum enggan berkomentar. Alasannya, dia haÂrus tahu persis kejadian yang seÂbenarnya terlebih dahulu. “MaÂkaÂnya, saya harus cek dulu . Nanti saya kabari,†katanya.
Sesuai kesepakatan pada siÂdang sebelumnya, seharusnya JPU membacakan tuntutan terhaÂdap Bambang Heru Ismiarso di PeÂngaÂdilan Tipikor, kemarin. TetaÂpi, tiba-tiba saja JPU meÂruÂsak jadwal yang telah disepakati bersama deÂngan majelis hakim dengan alaÂsan, surat penuntutan Bambang belum seratus persen selesai.
Adalah JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Purnomo yang mengatakan di depan MaÂjelis Hakim Pengadilan Tipikor, bahÂwa surat tuntutan terhadap Bambang belum tuntas.
“Pagi ini, kami belum bisa bacakan surat penuntutan karena kami belum merampungkan surat tersebut,†katanya di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Namun, Purnomo tidak menÂjelaskan secara rinci apa penyeÂbab surat tuntutan itu belum ramÂpung. Dia hanya meminta izin keÂpada majelis hakim untuk meÂnunda pembacaan tuntutan terhaÂdap terdakwa yang diduga meÂrugikan negara Rp 570 juta dalam penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) itu. “Kami mohon majelis hakim bisa mengabulkan penundaan pemÂbacaan tuntutan,†ucapnya.
Majelis hakim yang diketuai Jupriadi mengabulkan permoÂhoÂnan penundaan itu dengan waktu yang singkat, yakni 24 jam. Artinya, hari ini JPU harus memÂbacakan tuntutan terhadap BamÂbang. Jupriadi berharap JPU tidak menunda lagi pembacaan tunÂtutan terhadap Bambang.
“Karena ini permintaan jaksa, maka kami putuskan untuk meÂnundanya. Sidang akan dilanÂjutÂkan Selasa 13 September 2011 pada pukul 10.00 WIB,†tanÂdasÂnya. Sebelum sidang tersebut dituÂtup, majelis hakim meminta jaksa supaya hadir tepat waktu dalam sidang hari ini.
Sekadar latar, Bambang didakÂwa bersama-sama dengan Gayus Tambunan, Humala Setia LeoÂnarÂdo Napitupulu, Maruli PanÂdaÂpoÂtan Manurung melakukan perÂbuatan melawan hukum serta memÂperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 570,952 juta pada penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal.
Menurut JPU, Bambang diduÂga telah menyetujui hasil telaah yang dilakukan Gayus Tambunan saat menangani keberatan pajak PT SAT. Padahal, kata JPU, BamÂbang mengetahui bahwa Gayus bekerja secara asal-asalan alias tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Bambang yang mengenakan kemeja batik cokelat berlengan panjang, tampak santai memaÂsuki arena persidangan. Dia meÂnyaÂtakan siap mengikuti pemÂbaÂcaan tuntutan yang dijadwalkan akan digelar pada hari ini.
“Ya kalau ditunda sampai Selasa, saya siap saja. Saya selalu siap mengÂhadapi persidangan ini,†katanya saat keluar dari ruang sidang.
Reka Ulang
Didakwa Rugikan Negara Bersama Gayus
Bekas Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Bambang Heru Ismiarso dituding Jaksa PeÂnuntut Umum (JPU) telah melaÂwan hukum karena tidak bertanya terlebih dahulu kepada pihak KanÂtor Pelayanan Pajak (KPP) SiÂdoarÂjo, Jawa Timur, perihal perÂmoÂhoÂnan keberatan yang diajuÂkan PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).
Padahal, dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.45/1996 disebutkan, weÂweÂnang penyelesaian keberatan diÂatur KPP. Hal itu terekam dalam dakwaan terhadap Bambang Heru yang dibacakan JPU di PengaÂdiÂlan Tipikor, Jakarta, Senin (6/6).
Jaksa Freddy Simandjuntak meÂnyebutkan, PT SAT selaku wajib pajak mengajukan keberaÂtan kepada Dirjen Pajak atas SKPKB PPN Pasal 16 D Nomor 00007/237/04/617/07 Tahun 2004. Atas dasar permohonan kebÂeratan itu, selanjutnya KPP Sidoarjo meneruskan permoÂhoÂnan itu kepada Direktorat KeÂbeÂratan dan Banding disertai dokuÂmen pendukungnya.
Tapi, setelah surat keberatan itu sampai kepada Bambang, meÂnuÂrut JPU, Bambang tidak menaÂnyaÂkan terlebih dahulu tentang uraian keberatan dari KPP atau Kanwil DJP setempat. Alhasil, pada 4 April 2007, Bambang langsÂung memberikan disposisi kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan dengan perintah “Selesaikan.â€
Selanjutnya, lembar disposisi dari Bambang itu diberikan lagi kepada Kepala Seksi PenguÂraÂngan dan Keberatan IV dengan peÂtunjuk “teliti dan proses sesuai dengan ketentuan.†Kemudian, pada 12 April 2007, Kasi PenguÂraÂngan dan Keberatan IV menÂanÂdaÂtangani surat itu untuk dibeÂriÂkan kepada Gayus Tambunan deÂngan perintah “untuk diteliti formal dan buat resume awal.â€
Menurut JPU, meski tak punya argumen dari Kanwil DJP Jawa Timur selaku pemerikÂsaÂnya, BamÂbang tetap menerbitkan surat tugas Nomor ST-1068/PJ.071/2007 tangÂgal 9 Mei 2007. Surat itu berÂisiÂkan perintah keÂpada MarÂjanto (Kasubdit PeÂnguÂrangan dan Keberatan), Maruli PanÂdaÂpotan (Kasi Pengurangan dan KebeÂraÂtan), Humala NapiÂtuÂpulu (PeÂneÂlaah Keberatan) dan Gayus TamÂbuÂnan selaku pelakÂsana unÂtuk meÂlaÂkukan penelitian terhaÂdap perÂmohonan keberatan dan penghaÂpusan sanksi admiÂnistrasi PT SAT.
Setelah surat itu terbit, maka pada 16 Juli 2007, Direktur UtaÂma PT SAT Hindarto Gunawan memberikan penjelasan kepada Gayus dan Humala yang keteraÂngannya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Tim KebeÂraÂtan dengan PT SAT.
Pasca dilakukan pembahasan antara Gayus, Humala dan HinÂdarto Gunawan, menurut JPU, Maruli memerintahkan kepada Gayus untuk menerima keberatan wajib pajak. Sehingga, tanpa meÂlaÂkukan penelitian yang tepat dan menyeluruh terhadap PT SAT, Gayus membuat laporan yang dituangkan dalam laporan peneÂlitian Nomor: LAP-656/PJ.071/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang laporan penelitian keÂbeÂratan PT SAT.
Tidak hanya itu, Gayus juga membuat laporan Nomor: LAP-657/PJ.071/2007 tanggal 9 AgusÂtus 2007 tentang laporan peneÂliÂtian atau penghapusan sanksi administrasi PT SAT. Menurut JPU, setelah laporan itu ditanÂdaÂngani Gayus, Humala, Maruli dan Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan KeÂberatan, selanjutnya laporan itu diserahkan kepada Bambang unÂtuk dilakukan penelitian.
Tetapi, dakwa JPU, setelah menerima laporan itu, Bambang melawan hukum karena tidak melakukan kewajibannya yang tertuang dalam Surat Edaran DirÂjen Pajak Nomor: SE/68/PJ/1993 tentang petunjuk pelaksanaan pasal 16, pasal 26 dan pasal 36, yakni sebagai Direktur Keberatan dan Banding, harus memastikan kapan sebenarnya dilakukan penyerahan atas ikatan jual beli aset-aset yang diperoleh PT SAT.
Namun, menurut JPU, BamÂbang tidak melakukan hal itu, tapi langsung menyetujui konsep laporan yang dibuat Gayus secara asal-asalan. Hasilnya, Bambang menandatangani hasil penelitian tersebut. Artinya, pembayaran pajak yang telah dilakukan PT SAT sebesar Rp 429.200.000 dianggap sebagai pembayaran lebih dan harus dikembalikan kepada PT SAT.
Timbul Persepsi Kongkalingkong
Johnson Panjaitan, Direktur Advokasi AAI
Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum Asosiasi AdÂvokat Indonesia (AAI) Johnson Panjaitan mengingatkan, moÂlorÂnya pembacaan tuntutan terÂhadap bekas Direktur KebeÂraÂtan dan Banding Ditjen Pajak Bambang Heru Ismiarso jangan sampai karena praktik kongÂkaÂlikong antara jaksa penuntut umum dengan pihak terdakwa.
Seharusnya, kata dia, jaksa peÂnuntut umum (JPU) bersikap profesional dengan mentaati jadwal persidangan yang telah disepakati. “Pasti pada persiÂdangan sebelumnya, majelis haÂkim menanyakan dulu kepada jaksa perihal kesiapan pemÂbaÂcaÂan tuntutan. Kalau sama-sama sudah sepakat, seharusnya tidak ada pengunduran waktu seperti ini,†katanya.
Seharusnya, lanjut Johnson, JPU menepati janjinya untuk membacakan tuntutan kemarin. “Penundaan ini bisa menimÂbulÂkan persepsi masyarakat bahwa ada kongkalingkong. Sebab, saat ini semua lembaga penegak hukum tengah terpuruk citraÂnya,†tandas dia.
Sebagai bekas pengacara Humala Napitupulu yang juga terlibat dalam kasus Gayus, Johnson sangat berharap jaksa mampu mengungkap kasus lainnya yang lebih besar dariÂpada kasus PT SAT. Sebab, kata dia, kejahatan perpajakan tak hanya kasus penanganan kebeÂratan pajak PT SAT.
“Makanya, ketika awal-awal saya selalu bilang kasus ini seÂbenarnya sudah dibonsai. Jadi, yang kena apes itu hanya GaÂyus dan kawan-kawan. SemenÂtara yang lain masih bebas,†tandasnya.
Karena itu, Johnson meÂngimÂbau kepada aparat penegak hukum supaya bangkit dari keterpurukan saat ini. TermaÂsuk, kata dia, dengan tidak teÂbang pilih dalam menangani suatu perkara.
“Saya minta seÂluruh aparat penegak hukum berÂtindak beÂrani dalam meÂnguÂsut suatu perÂkara. Tak peduli siapa pun yang dihadapinya, semua orang diÂmata hukum itu sama deraÂjatÂnya,†ujarnya.
Menilai Hakim Terlalu Lemah
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah angkat bicara perihal molornya pembacaan tuntutan terhadap bekas atasan Gayus di Ditjen Pajak, BamÂbang Heru Ismiarso. MenÂuÂrutÂnya, jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus ini tidak bekerja secara profeÂsional serta tidak sensitif dalam menangani perkara tersebut.
“Ini namanya mengeÂceÂwaÂkan publik. Kasus yang ada GaÂyus-nya itu sudah menjadi trend topic perbincangan masyarakat. Seharusnya, penanganannya juga harus cepat. Jangan diulur-ulur seperti ini,†katanya.
Karena itu, Basarah menÂdeÂsak Jaksa Agung Muda PengaÂwaÂsan (Jamwas) Marwan EfÂfenÂdy menurunkan tim peÂngaÂwas untuk memonitoring jalanÂnya persidangan bekas Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak itu. Sebab, katanya, kasus ini sangat rawan untuk dimaiÂnÂkan mafia hukum.
“Kalau bisa KPK pun jangan seÂgan untuk turun tangan. Awasi saja jaksa yang menaÂngaÂni perkara itu,†ujarnya politisi PDIP ini.
Dia bersikeras supaya KPK turut serta memantau persidaÂngan karena khawatir di balik persidangan kasus ini ada lobi-lobi khusus antara pihak JPU deÂngan pihak terdakwa. “Bisa saja mundurnya penuntutan itu ada upaya lobi atau permuÂfakaÂtan jahat lainnya. Kami di Komisi Hukum DPR sering mendapat laporan bahwa jaksa kerap menunda proses persidaÂngan seperti itu,†tandasnya.
Seharusnya, lanjut dia, haÂkim Pengadilan Tipikor yang meÂmimpin jalannya persidÂaÂngan itu, jangan langsung meÂneÂrima usulan jaksa yang meÂminta pembacaan tuntutan diÂundur. Sebab, katanya, hal itu sama dengan membatalkan suaÂtu perjanjian yang telah diÂseÂpakati. “Harusnya hakim jangan terlalu lemah. Kok hakim langÂsung menerima permintaan jaksa,†katanya.
Selain masalah itu, Basarah menginginkan perkara Gayus Tambunan terbuka secara transÂparan di hadapan maÂsyaÂrakat. Dia menagih janji aparat peÂneÂgak hukum yang mÂeÂngaÂtaÂkan akan menyelesaikan perÂkara itu secara objektif. “Tapi haÂsilnya nihil. Seharusnya kaÂsus ini bisa menjerat pejabat tinggi Ditjen Pajak. Kalau beÂgini, rasanya sulit untuk memÂbongkar gurita mafia pajak,†ujarnya. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47