RMOL. Dua daerah penting di Pulau Jawa dalam waktu dekat akan menyelenggarakan Pilkada yaitu Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta. Banten akan menggelarnya pada tanggal 22 Oktober mendatang, sementara DKI Jakarta akan menggelar tahun berikutnya.
Calon dan bakal calon Gubernur yang duduk sebagai petahana (incumbent) dituding telah mengumpulkan pundi-pundi untuk persiapan ajang adu popularitas itu. Salah satunya dengan menumpuk dana hibah dan bantuan sosial.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), misalnya, melansir pada tahun 2008, di daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada telah terjadi kecenderungan atau tren kenaikan dana hibah. Variasinya bermacam-macam dari yang 10 persen, 50 persen bahkan sampai 100 persen. Termasuk DKI juga ternyata trennya naik, di tahun yang lalu Rp 400 miliar-an, sekarang Rp 900 miliar-an. Sementara ICW menuding, Pemprov Banten telah menaikkan dana hibah sampai Rp 340 miliar.
Demikian juga dengan LSM GEMMA Banten yang menilai telah terjadi kenaikan angka dana hibah di Kota Tangerang, dimana walikotanya Wahidin Halim mencalonkan diri dalam Pilkada Banten tahun ini, sampai 300 persen.
Koordinator Fitra Jakarta, Erwin Syahrial, menilai kenaikan anggaran hibah dan bantuan sosial Pemda DKI Jakarta rentan digunakan untuk dana kampanye Pilkada. Sedangkan peneliti ICW, Apung Wanadi, menilai, banyak indikasi penyelewengan dana negara yang dilakukan oleh Pemprov Banten. Menurutnya, indikasi tersebut dapat dilihat dari pengalokasian dana hibah dan bantuan sosial yang begitu besar.
Hal senada diungkapkan Direktur Gerakan Masyarakat Madani (GEMMA) Tangerang, Drajat Soemarsono, yang heran dengan kenaikan dana hibah Pemkot Tangerang sampai 300 persen. Menurut Drajat, di Kota Tangerang yang bukan Provinsi saja, kenaikannya sangat fantastis dari sebelumnya Rp 13,38 miliar bertambah menjadi Rp 45,67 miliar atau naik sebesar Rp 32,9 miliar. Bukan tidak mungkin, menurutnya, kenaikan tersebut digunakan untuk kepentingan Walikotanya yang sedang turut dalam Pilkada Banten.
Drajat bahkan mensinyalir alokasi dana dana hibah sebelumnya yang sebesar Rp 13,38 miliar yang diperuntukan bagi bantuan sosial seperti Masjid, Mushola dan Majelis Ta’lim telah digunakan untuk kepentingan kampanye terselubung. Dalam konteks itu, LSM GEMMA Tangerang telah melaporkan empat kepala dinas (Kadis) Kota Tangerang ke panitia pengawas pemilu (Panwaslu) setempat karena kedapatan melakukan kampanye terselubung saat kegiatan tarawih keliling (Tarling) bulan Ramadhan yang baru lalu, dimana telah terjadi pemberian dana bantuan sosial untuk masjid yang diserahkan kepala dinas disusul kampanye untuk calon.
Keempat kepala dinas yang dinilai tidak netral dan dilaporkan ke Panwaslu Tangerang itu adalah Kadis Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Thabrani, Kadis Informasi dan Komunikasi (Infokom) Syaeful Rahman, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Sayuti dan Kepala Kantor Arsip Daerah Kota Tangerang Rudi Supardi.
Tentu saja isu kenaikan dana hibah untuk kepentingan Pilkada ini dibantah oleh para pihak. Tim Sukses Atut-Rano, mengklaim, anggaran dana hibah senilai Rp 340 miliar untuk tahun ini sudah disepakati DPRD sejak 2010 lalu. Menurut dia, penyaluran dana tersebut sudah melalui prosedur yang berlaku. Dewan ikut mengusulkan kriteria penerima Bansos. Posisi eksekutif dalam hal ini hanya melaksanakan apa yang telah disepakati oleh Dewan.
Hal senada dibantah tim sukses Wahidin-Irna yang menyatakan, isu soal dana hibah sangat berkaitan dengan panasnya suasana kampanye dan perhelatan Pilkada.
[ald]