Berita

Darmono

X-Files

Kasus 9 Kepala Daerah Mangkrak di Kejagung

Darmono: Penghitungan Kerugian Negaranya Belum Terbit
SELASA, 23 AGUSTUS 2011 | 06:59 WIB

RMOL. Sembilan kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi bisa agak menghirup nafas lega. Soalnya, kasus mereka mangkrak alias tidak ada kemajuan. Kejaksaan Agung (Kejagung) belum mampu melakukan pemeriksaan dengan alasan, penghitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum terbit.

Sembilan kepala daerah itu ada­lah Bupati Ogan, Muhtaddin Serai yang merupakan tersangka ka­sus korupsi pembangunan pro­yek pasar tradisional Saka Sela­bung Muara Dua senilai Rp 1,5 miliar. Bupati Batang Bambang Bin­toro yang merupakan tersang­ka pemberian bantuan purnatugas bagi anggota DPRD periode 1999-2004 sebesar Rp 796 juta dari dana APBD 2004. Bupati Bu­lungan Budiman Arifin yang me­rupakan tersangka korupsi se­besar Rp 7 miliar pada pengadaan ta­nah seluas 47 hektar di Nunuk­an, Kalimantan Timur. Bupati Men­tawai Edison Seleleobaja yang merupakan tesangka kasus korupsi dana Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) senilai Rp 1,5 miliar.

Walikota Medan Rahudman Harahap juga dinyatakan terlibat korupsi dana Tunjangan Peng­ha­silan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Pemerintah Kabupaten Ta­panuli Selatan (Tapsel) tahun 2005 sebesar Rp 1,5 miliar. Bupati Kolaka Buhari Matta yang merupakan tesangka kasus ko­rupsi surat izin kuasa pertam­bang­an nikel illegal di Pulau Lemo. Wakil Bupati Purwakarta Du­dung B Supari yang dite­tap­kan sebagai tersangka kasus du­gaan korupsi dana makan dan mi­num APBD pemerintah ka­bu­paten (pemkab) setempat senilai Rp 12 miliar.


Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk sebagai tersangka kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang diduga merugi­kan keuangan negara Rp 576 mi­liar. Gubernur Kalimantan Se­lat­an Rudy Arifin yang merupakan ter­sangka kasus korupsi ganti rugi lahan pabrik kertas Marta­pu­ra sebesar Rp 6,3 miliar.

Lantas, apa yang membuat instansi kejaksaan tak berkutik da­lam menuntaskan proses hu­kum sembilan kepala daerah itu? Wakil Jaksa Agung Darmono me­nyatakan, kendala yang dialami kejaksaan hanyalah hasil peng­hi­tungan kerugian negara dari BP­KP yang belum terbit. Ia meng­instruksikan agar kejaksaan di dae­rah berkoordinasi dengan BPKP untuk mempercepat peng­hitungan kerugian negara. “Harus be­tul-betul dicek,” katanya di Ge­dung Kejaksaan Agung, Jakarta.

Menurut Darmono, kejaksaan segera melanjutkan perkara itu de­ngan mengajukan izin pe­me­rik­saan ke Presiden, jika kerugian negara dalam masalah ini sudah terlihat dengan jelas. Disinggung apakah hal ini ada batas wak­tu­nya, Ketua Tim Pemburu Ko­rup­tor ini dengan tegas mengatakan, tidak ada. “Kerugian negara itu di luar institusi kejaksaan,” ujarnya.

Guna meyakinkan masyarakat, Ketua Tim Pemburu Koruptor ini kem­bali memastikan bahwa  mo­lornya kelanjutan proses hu­kum sembilan kepala daerah itu bukan disebabkan adanya tekanan atau intervensi dari pihak tertentu. Dia menegaskan bahwa pihaknya masih terus mendalami perkara ini. “Kami bekerja secara pro­fe­sio­nal dan berdasarkan hukum yang berlaku. Tidak ada inter­ven­si dalam bentuk apapun,” ucapnya.

Menurutnya, salah satu perkara yang sedang menjadi perhatian lembaganya ialah kasus korupsi yang menjerat Gubernur Kali­man­tan Timur, Awang Farouk Ishak dan Gubernur Kalimantan Se­lat­an, Rudi Arifin. “Perkaranya ma­sih ditelaah tim penyidik Pi­dana Khusus Kejagung,” ucapnya.

Darmono mengatakan, perkara Gubernur Kalsel Rudy Arifin me­rupakan salah satu kasus yang men­jadi prioritas Kejagung untuk se­gera diselesaikan. Pasalnya, su­dah sekitar delapan bulan Ke­ja­gung menetapkan Rudy Arifin menjadi tersangka, namun belum juga selesai hingga kini. “Ini ter­masuk bagian yang harus segera di­putuskan selesai, karena ini juga mengenai statusnya juga kan,” ujarnya.

Untuk perkara Awang Farouk, Korps Adhyaksa telah memper­pan­jang  status cekal Gubernur Kal­tim tersebut pada tanggal 29 Juli 2011 lalu. Kepala Pusat Pe­nerangan Hukum (Kapus­pen­kum) Kejagung Noor Rochmad memastikan bahwa Awang Fa­rouk telah dicekal untuk enam bu­lan ke depan. Menurut Noor, surat cekal Awang itu bernomor  208/D/DSP.3/07/2011. “Sudah diperjanjang surat cekal tehadap Awang Farouk,” katanya.

Sementara itu, Juru Bicara Ke­men­terian Dalam Negeri, Redon­nyzar Moenek menga­takan bahwa pihaknya tidak bisa serta-merta menonaktifkan para kepala daerah yang terjerat kasus korup­si. Pasalnya, dalam Undang-Un­dang Nomor 32 Tahun 2004 ten­tang Pemerintahan Daerah dise­butkan, kepala daerah baru bisa dinonaktifkan manakala yang ber­sangkutan telah menyandang status terdakwa. “Kalau baru se­batas tersangka, kami tidak bisa me­nonaktifkan,” katanya ketika di­hubungi Rakyat Merdeka, ke­marin.

Meski begitu, pria yang akrab disapa Donny ini merasa sangat prihatin dengan maraknya praktik korupsi yang dilakukan oleh ke­pala daerah. Menurutnya, ber­da­sarkan catatan di Kemendagri, para pejabat daerah yang mela­ku­kan tindak pidana korupsi jum­lahnya mencapai 158. “Ini kan angka yang cukup miris. Kami mengupayakan supaya ke de­pan­nya hal itu bisa dikurangi,” ucap­nya.

Usulkan Supaya Potong Anggaran Kejaksaan Agung
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon Junaidi Mahesa men­desak Kejaksaan Agung segera tuntaskan kasus dugaan korupsi sembilan kepala daerah. Soal­nya, hal itu merupakan per­ta­ruhan citra instansi kejaksaan di mata masyarakat.

Desmon juga berharap ke­sung­guhan Korps Adhyaksa se­gera melakukan penahanan ter­hadap sembilan kepala daerah itu. “Sebelum reses bulan Ra­ma­dhan ini, kami sudah meng­gelar rapat dengar pendapat de­ngan Kejagung. Hasilnya, kami di Komisi Hukum meminta tun­taskan kasus itu dan Ke­ja­gung men­jawab siap untuk me­nun­taskannya. Jadi, kami menagih utang Kejagung,” katanya.

Menurutnya, apabila dalam batas waktu hingga akhir tahun ini, Korps Adhyaksa tidak juga menyelesaikan perkara itu, maka dia akan mengusulkan pe­mo­tongan anggaran untuk Ke­jagung. “Daripada beban APBN kian besar, lebih baik kita potong saja anggaran untuk Ke­jagung,” tandasnya.

Desmon menambahkan, apa yang diucapkannya ini bu­kan­lah suatu bentuk ancaman kepada Kejagung atau mere­meh­­kan kinerja Kejagung. Namun, lanjut dia, hal ini untuk me­ningkatkan motivasi Ke­jagung sebagai lembaga pene­gak hukum yang berani me­num­pas praktik korupsi hingga ke akarnya. “Sama sekali bukan untuk mendiskreditkan Keja­gung. Saya hanya minta Keja­gung menepati janjinya mana­kala RDP dengan kami di DPR,” ucapnya.

Ketika ditanya, berapa besar­nya anggaran yang akan dipo­tong jika Kejagung tidak mam­pu menuntaskan kasus ini hingga tuntas? Politisi Gerindra tak memberikan gambaran yang pasti. Menurutnya, pemotongan anggaran besarnya bisa ber­variatif. “Ya nanti tergantung hasil rapat dengan para pim­pinan Komisi Hukum DPR,” katanya.

Jika kasus ini tetap tak ditun­taskan oleh Kejagung, Desmon sangat berharap Komisi Pem­be­rantasan Korupsi (KPK) segera me­lakukan supervisi atau lang­sung mengambil alih kasus ter­sebut supaya tidak terlalu lama mangkrak di Kejagung. “Suatu langkah yang bagus bagi KPK jika berkenan mengambil alih ka­sus ini,” ujarnya.

Minta KPK dan Jamwas Turun Tangan
Uchok Sky Khadafi, Koordinator LSM FITRA

Koordinator Investigasi dan Advokasi LSM Forum In­do­nesia untuk Transparansi Ang­garan (FITRA) Uchok Sky Khadafi berpendapat, Kejak­sa­an Agung tebang pilih dalam menuntaskan perkara sembilan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Uchok menya­ran­kan kepada Komisi Pem­be­rantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus tersebut.

“Saya kira tidak akan tuntas ditangani oleh Kejagung. Saya baru bisa percaya manakala KPK mau turun tangan mengam­bil alih kasus tersebut,” katanya.

Dia khawatir, belum tuntas­nya perkara ini bukan karena Ke­jagung menunggu terbitnya peng­hitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Ke­uang­an dan Pembangunan (BPKP), bukan pula karena me­nunggu izin Presiden. Lantaran itu, Uchok mempertanyakan, apa­kah perkara ini mangkrak ka­rena ada konspirasi antara oknum kejaksaan dengan para tersangka yang berlatar bela­kang pejabat tinggi daerah.

Lantas, apa yang mendasari Uchok melontarkan kecurigaan se­perti itu? Dia menjawab, su­dah ada bukti konkret yang me­nyebutkan adanya konspirasi antara oknum kejaksaan dengan orang yang terlibat suatu per­kara hukum. “Misalnya kasus jak­sa Urip yang bisa berne­go­siasi harga dengan Artalyta Sur­yani. Nah, kita tidak mau kasus se­perti itu terjadi pada kasus sem­bilan kepala daerah ini,” ujarnya.

Guna mencegah terjadinya ka­sus itu, Uchok meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan be­serta jajarannya segera turun ta­ngan mengawasi jalannya pe­ngusutan kasus tersebut. Jika tidak, katanya, maka peluang ter­jadinya konspirasi antara ok­num jaksa dengan para ter­sangka semakin terbuka lebar. “Meskipun saya tak percaya ju­ga kinerja Jamwas seratus per­sen. Tapi, ini mungkin suatu usa­ha yang bisa membuat jaksa se­lalu merasa diawasi,” tan­das­nya.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya