RMOL. Setelah menjalani serangkaian perawatan di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Jakarta, bekas Kepala Satuan Remaja, Anak dan Wanita (Kasat Renakta) Polda Metro Jaya AKBP Achmad Rivai yang merupakan tersangka kasus suap PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI), ditahan di sel isolasi khusus Polda Metro Jaya.
Keterangan seputar penahaÂnan Rivai tersebut, disampaikan Kepala Bidang Provesi dan PeÂngamanan (Kabidpropam) Polda Metro Jaya Kombes Agusli RasÂyid saat ditemui di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.
“Yang berÂsangÂkutan sudah keÂluar dari rumah sakit dan langÂsung kami tahan. Kami juga maÂsih proses soal pelanggaran kode etiknya,†kata dia.
Hal senada disampaikan KeÂpala Bidang Humas (KabidÂhuÂmas) Polda Metro Jaya Kombes Baharuddin Djafar. Menurut dia, proses penahanan dilakukan beÂgitu Rivai keluar dari RS AngÂkatan Laut. “Sudah, dia suÂdah ditahan,†kata bekas KaÂbidhumas Polda Sumatera Utara ini.
Menindaklanjuti hasil peÂmeÂrikÂsaan awal, kata BaÂhaÂrudÂdin, rangkaian pemeriksaan terÂhadap bekas Kapolsek Tanah Abang terÂsebut masih diÂlakÂsaÂnaÂkan. PeÂmeÂriksaan menyangkut dugaan tinÂdak pidana, dilakuÂkan tim dari Reserse Polda Metro Jaya. SeÂdangÂkan pemeriksaan menyangÂkut dugaan pelanggaran kode etik profesi kepolisian, diÂlaksanakan tim Bidang Propam Polda Metro Jaya. “Masing-maÂsing tim meÂmeÂÂriksa untuk menyusun keÂlengÂkapan berkas perkara,†ujarnya.
Menurut Baharuddin, tersangÂka Rivai ditahan di Rumah TaÂhaÂnan (Rutan) Narkotika Polda MetÂro Jaya. Meski demikian, bekas Kapolsek Tanah Abang itu tidak ditahan bersama-sama deÂngan para tahanan lain. Rivai diÂtahan di sel isolasi yang khusus digunakan untuk menahan angÂgota kepolisian.
Kendati begitu, Baharuddin beralasan, penempatan Rivai atau anggota kepolisian di sel isolasi tersebut, tidak bisa diartikan bahÂwa kepolisian memberikan perÂlakuan istimewa kepada tahanan yang berasal dari Korps BaÂyangkara.
“Semua tahanan diperlakukan sama saja. Tidak ada tahanan yang dibedakan,†klaimnya.
Hanya saja, lanjut Kabidhumas Polda Metro Jaya, penahanan di sel isolasi tersebut untuk mengÂhindari bahaya dan ancaman dari sesama tahanan.
Menurut Baharuddin, kepolisiÂan juga tidak menahan Rivai di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, semata agar tim Polda Metro Jaya lebih muÂdah melakukan pemeriksaan. “Jadi, kami bisa lebih cepat keÂtika membutuhkan keterangan dia. Soalnya, kasus ini masih terus kami dalami,†katanya.
Sumber
Rakyat Merdeka di Polda Metro Jaya mengÂinÂfÂorÂmaÂsiÂkan, sel isolasi yang dihuni Rivai di Rutan Narkotika Polda Metro Jaya itu, lebarnya tiga meter dan panjangnya lima meter. Selain dilengkapi sebuah kasur busa kecil dan lemari kecil, sel isolasi itu juga memiliki kelengÂkapan berupa kamar mandi mini.
“Ada ruangan khusus untuk tamu seperti pengacara dan keÂluarga yang membesuk tahanan. Penjagaan sel blok isolasi itu ketat,†ucap perwira yang enggan disebut namanya ini.
Disinggung mengenai keÂlanÂjuÂtan pemeriksaan terhadap Rivai, Baharuddin menyatakan, penguÂsuÂtan perkara tersebut maÂsih berÂjalan. Namun, dia menolak meÂnyebutkan substansi pemeriksaan yang dilakukan para penyidik. Saat ditanya, apakah suap yang diduga diterima Rivai juga meÂngalir ke atasannya, lagi-lagi dia menolak untuk menjawab.
“Biarkanlah tim penyidik menyelesaikan penyidikan kasus ini lebih dahulu. Nanti semuanya akan terurai dengan jelas. Ke mana uang tersebut mengalir akan ketahuan setelah penyidikan selesai. Kita tunggu, kasus ini maÂsih dalam proses,†elak Kabidhumas Polda Metro Jaya.
Penetapan tersangka terhadap Rivai merupakan buntut dari penanganan kasus dugaan peÂnipuan dan penggelapan aset PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI). Kasus tersebut ditangani AKBP Achmad Rivai.
Menurut Direktur Reserse Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Gatot Edy, Rivai menjadi tersangka lantaran diduga menyelewengkan penyiÂdiÂkan kasus yang ditanganinya. Gatot mengemukakan, penetapan status tersangka terhadap bekas Kapolsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu didasari hasil pemeÂriksaan intensif.
Dalam pemeriksaan, penyidik menemukan bukti adanya dugaan penyelewengan. Bukti yang diÂmaksud adalah penerimaan uang Rp 200 juta. Uang tersebut diÂduga diberikan debitur PT SPI pada 2006. “Setelah pemeÂrikÂsaan, sudah tersangka. Dia meÂneÂrima suap,†tandasnya.
Oknum Lain Yang Terlibat Mesti Diproses
Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin beÂruÂsaha bersikap proporsional atas peristiwa yang menjerat bekas Kepala Satuan Reserse Anak dan Wanita (Kasat Renakta) Polda Metro Jaya, Achmad RiÂvai dalam perkara dugaan peÂnerimaan suap sebesar Rp 200 juta dari PT Sarana Perdana InÂdoglobal (SPI).
Dia berharap kasus ini dapat dibuka sejelas mungkin oleh Polda Metro Jaya dan memÂbeÂkuk oknum lainnya yang diduga terlibat. “Demi tegaknya keÂadiÂlan, sebaiknya segera temukan piÂhak lain yang ikut terlibat. Jangan hanya mengorbankan satu orang saja. Apa bedanya nanti kasus ini dengan kasus Gayus yang hanya menjerat peÂgawai bawahannya saja di Ditjen Pajak,†katanya.
Menurutnya, Polda Metro Jaya perlu membuat tim khusus untuk menelisik keterlibatan pihak lainnya dalam perkara tersebut. Sehingga, perkara itu dapat terbuka jelas dan transÂparan di mata masyarakat. “JaÂngan ada yang diÂsemÂbuÂnyikan lagi. Kita dorong terus langkah Polda untuk membuka perkara ini hingga tuntas,†ucapnya.
Politisi Demokrat ini pun yakin, satuan Polda Metro Jaya dapat mengaminkan apa yang diharapkannya. Sebab, dilihat dari segi personel dan keÂlengÂkapan peralatannya, lembaga yang dipimpin oleh Irjen UnÂtung S Rajab ini cukup meÂmaÂdai. “Saya tidak meragukan seÂdikitpun apa yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya. Saya yaÂkin mereka dapat bekerja secara maksimal,†tandasnya.
Didi juga mengapresiasi keÂbeÂranian Polda Metro untuk meÂngungkap masalah ini ke haÂdapan publik, meski pun ada saÂlah seorang anggota Polda yang terlibat dalam perkara ini. Dia berharap, metode ini dapat terus diÂpertahankan pihak Polda di teÂngah carut marutnya kinerja Korps Bhayangkara saat ini.
“Mungkin ini dapat menjadi peÂlaÂjaran tersendiri bagi insÂtansi keÂpolisian ke depannya,†ucapnya.
Belum Ada Yang Berikan Efek Jera
Andi W Syahputra, Koordinator LSM GOWAKoordinator LSM GoÂvernÂment Watch (GOWA) Andi W Syahputra merasa prihatin denÂgan maraknya serentetan peÂristiwa penyuapan yang meÂnimpa parat penegak hukum, baik itu di kalangan polisi, jaksa maupun hakim.
Menurutnya, fenomena seÂperÂti ini terjadi karena instansi peÂnegak hukum tidak memÂpuÂnyai sumber daya manusia yang memadai pasca meletusnya reformasi pada tahun 1998.
“IniÂlah yang kita sama-sama seÂsalkan. Seharusnya, reforÂmaÂsi itu diiringi dengan tuÂmÂbuhÂnya SDM yang memadai dan bebas dari jeratan praktik korupÂsi daÂlam bentuk apapun,†katanya.
Menurutnya, perkara peÂnyuaÂpan yang menjerat aparat peÂneÂgak hukum tidak akan berÂhenti sampai pada kasus bekas Kasat Renakta Polda Metro Jaya ini. Dia meramalkan, kaÂsus peÂnyuaÂpan yang menjerat aparat penÂeÂgak hukum akan terus terjadi manakala tak ada penindakan tegas terhadap para pelakunya.
“Paradigma saat ini, orang menÂÂding terima suap sebanyak Rp 5 miliar terus hanya diÂhukum dua tahun penjara. Jadi, tidak ada efek jeranya,†tandasnya.
Andi kembali mengingatkan arti reformasi dalam arti luas. Menurutnya, reformasi itu tak hanya mengubah suatu sistem pemerintahan yang sedang berÂjalan. Tetapi, katanya, harus diÂsertai dengan mengubah sistem penegakan hukum di negeri ini. “Misalnya, dengan memberikan hukuman seumur hidup bagi para koruptor. Sehingga dengan jelas dapat terlihat efek jeÂraÂnya,†ucapnya.
Ketika ditanya, siapa seÂbeÂnarÂnya yang paling bertangÂgung jawab atas maraknya prakÂtik penyuapan terhadap apaÂrat penegak hukum ini? Andi menjawab, semua lemÂbaÂga penegak hukum ikut berÂtangÂgung jawab atas maraknya prakÂtik ini. Namun, dia lebih meÂneÂkankan kepada Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) yang kurang bergerak dalam bidang pencegahan dan penunÂtutan.
“KPK kurang melakukan pencegahan. Kita juga masih melihat banyaknya pemberian hukuman yang masih di bawah dua tahun kepada para pelaku korupsi,†katanya.
[rm]