RMOL. Serikat Masyarakat Reformer Kota Tangerang (Smart) melaporkan ketidaknetralan Panitia Pemilihan Kelurahan (PPK) dan Lurah di Kota Tangerang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif kepada Panwaslu Propinsi Banten, Kamis (18/8).
Smart menemukan kecurangan PPK berupa penyusupan jadwal Imsakiyah bergambar calon gubernur Banten, WH-Irna dalam surat sosialisasi Daftar Pemilih Sementara yang dikirimkan oleh pihak kelurahan dan PPS kepada RT dan RW di Kota Tangerang.
Salah satu bukti yang mereka lampirkan adalah Surat PPS Nomor 04/PPS-Pdm/VII/2011 tertanggal 28 Juli 2011 yang ditandatangani Ketua PPS dan Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Menurut Ketua Smart, Syahrudin SE, dalam keterangan pers yang diterima Rakyat Merdeka Online (Kamis malam, 18/8).
Ketua PPS dan aparat kelurahan telah melanggar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa dalam pemilihan kepala daerah, Panitia Pemilihan harus bersikap netral. Dalam surat pengaduan bernomor 01/SMR-TNG/VIII/2011 tertanggal 18 Agustus 2011, Smart meminta Panwaslu untuk memanggil Ketua PPS dan Lurah Kelurahan Pedurenan Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang untuk diminta klarifikasi tentang keterlibatannya dalam mendukung salah satu Calon Gubernur.
LSM yang berkantor di Jalan Perintis Kemerdekaan II Nomor 3 Komplek Perkantoran Cikokol ini, juga meminta Panwaslu untuk memanggil Wahidin dan Irna untuk dimintai keterangan dan klarifikasinya. Soal mengapa tidak melaporkan kasus itu ke Panwaslu Kota Tangerang, Syahrudin mengaku meragukan independensi Panwaslu Kota Tangerang dalam menangani kasus pelanggaran Pilkada. Smart menangkap indikasi bahwa Panwas Kota Tangerang telah terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan Wahidin sehingga mustahil mengambil tindakan tegas terkait pelanggaran-pelanggaran kampanye yang menguntungkan Wahidin.
“Ketidakberanian Panwaslu menindak-tegas Marju Kodri adalah bukti nyata bahwa Panwaslu Kota Tangerang sudah terkontaminasi oleh kepentingan WH," ujar mantan Ketua PMII ini.
Secara hukum, lanjut Syahrudin, harusnya Panwaslu memberikan teguran keras kepada Marju Kodri, Dirut PDAM yang terang-terangan melakukan kampanye untuk WH. Atau minimal Panwaslu memberikan rekomendasi kepada atasan Marju untuk memberikan teguran kepada yang bersangkutan.
“Tapi kedua hal itu tidak dilakukan oleh Panwaslu. Mereka malah menyatakan kebingungan menindak karena alasan keterbatasan undang-undang, sebuah alasan yang tidak logis,†tandasnya.
Dia berharap, kasus yang dilaporkannya ini tidak berakhir seperti kasus Marju Kodri. Karena itulah mereka langsung datang ke Panwaslu Provinsi Banten, bukan ke Panwaslu Kota Tangerang.
[ald]