RMOL. Tuntutan agar warga negara juga bisa mengajukan gugatan pembubaran sebuah parpol menguat. Tapi, wacana itu harus terlebih dulu dikaji secara kritis dalam perpektif hak-hak sipil dan politik (civil and political rights).
Koordinator Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu, Girindra Sandino, menyatakan empat pertimbangan menanggapi uji materi pasal menyangkut pembubaran parpol ke Mahkamah Konstitusi.
Pertama, menurutnya, gagasan atau tuntutan pembubaran parpol bertentangan dengan UUD 1945 serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di bidang hak asasi manusia.
Secara konstitusional kemerdekaan berserikat dan berkumpul dijamin dalam pasal 28 UUD 1945, juga dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945 yang melindungi hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Legalitas hak warga negara untuk berorganisasi dan mendirikan partai politik juga diatur dalam UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik.
Selanjutnya dia jelaskan bahwa Pasal 41 UU 2/2008 sebagaimana diubah dengan UU 2/2011 tentang Partai Politik menentukan Partai Politik bubar apabila tiga syarat, membubarkan diri atas keputusan sendiri, menggabungkan diri dengan Partai Politik lain dan dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi
"Pemohon pembubaran parpol oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pasal 68 ayat 1 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi adalah pemerintah, yang wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonan tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan parpol yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945," kata Girindra kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (15/8).
Dalam pandangannya, tuntutan agar warga negara dapat mengajukan permohonan pembubaran parpol mengingkari perjuangan panjang kelompok-kelompok pro-demokrasi dan LSM selama masa Orde Baru untuk penghormatan dan perlindungan hak berserikat secara bebas termasuk hak membentuk parpol.
"Apabila warga negara atau kelompok warga negara diberi hak untuk menuntut pembubaran parpol, maka jelas terbuka potensi terjadinya kekerasan politik, atau setidak-tidaknya insinuasi politik terhadap parpol tertentu yang jelas merupakan perilaku kontra-demokrasi," tandasnya.
Pekan lalu, beberapa orang dan LSM mendaftarkan uji materi terhadap ketentuan pembubaran partai politik yang diatur di dalam pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka yang mengajukan uji materi di antaranya, Pong Hardjatmo, Ridwan Saidi, Judil Herry Justam, M Ridha, Gatot Sudarto dan Masyarakat Hukum Indonesia (MHI).
[ald]