RMOL. Waspada, Indonesia telah memasuki situasi darurat pangan. Pemerintah harus segera fokus membangun swasembada pangan dan mengurangi impor.
Saat ini, ketergantungan pangan pada produk luar negeri sangat tinggi. Dan kenaikan garha sembilan bahan pokok atau sembako secara merata di berbagai daerah beberapa waktu terakhir ini memperjelas darurat pangan itu.
Secara tegas Wakil Ketua DPD, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, menyatakan, tren kenaikan harga yang terjadi saat ini bukan lagi masalah rutin yang selalu terjadi pada bulan Ramadhan. Dia mengamati, harga sembako sudah naik sejak Januari dan secara umum terus naik, meskipun terjadi fluktuasi pada beberapa jenis. Pada saat yang sama, impor pangan terjadi secara tidak terkontrol.
Hampir semua bahan pangan yang mestinya dapat dipenuhi di dalam negeri, kini diimpor dalam jumlah besar. Bahkan, singkong pun sudah diimpor berton-ton dari Cina dan beberapa negara lain. Begitu juga garam yang diimpor hampir dua juta ton dari Australia, Singapura, Selandia Baru, Jerman, dan India.
"Karena itu, penanganannya tak dapat bersifat parsial memfokuskan pada situasi Ramadhan, tapi harus menyeluruh pada situasi mengatasi kondisi darurat pangan dengan menyegerakan gerakan swasembada pangan," ujar istri dari Sultan Jogja ini dalam pesan tertulis yang diterima
Rakyat Merdeka Online, Rabu (10/8).
Menurutnya, kebijakan pro-impor dilakukan pemerintah demi menguntungkan pihak tertentu. Indonesia sudah menjadi negara pengimpor segalanya. Sebut saja sepanjang Januari hingga Juni 2011, jutaan ton beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging, mentega, minyak goreng, susu, telur, ayam, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkeh, kakao, cabe kering, cabai, garam, tembakau, kacang-kacangan, jagung. Bawang merah diimpor belasan ribu ton dari India, Filipina, Thailand. Sedangkan sentra bawang di Brebes dan Tegal yang dulu berjaya, kini merana terbengkalai. Diperkirakan, total impor Januari-Juni 2011 mencapai Rp 45 triliun.
"Situasi ini menunjukkan Indonesia telah memasuki kondisi darurat pangan dan telah kehilangan kedaulatannya terhadap bahan pangan masyarakat. Tidak ada gunanya lagi bermain-main dengan menyatakan persediaan pangan cukup, bahkan ada yang dinyatakan surplus, bila dalam kenyataan di pasar-pasar harga tetap membumbung," tegasnya.
Melalui seruan itu, DPD RI mengingatkan bahwa masalahnya kini bukan hanya soal harga-harga yang naik menjelang dan saat Ramadhan, tapi masalah darurat pangan dan hilangnya kedaulatan negara terhadap pangan. Ini masalah serius yang terus makin serius dan dalam jangka pendek dapat menjadi bencana. DPD memandang, masalah harga dan pangan merupakan masalah kebijakan dan manajemen.
"Pemerintah hendaknya menjadikan persoalan kenaikan harga sebagai prioritas kewajiban kerjanya yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Hal ini menyangkut amanat konstitusi yang harus dipenuhi pemerintah," tutup GKR Hemas.
[ald]