RMOL. Shafa dan Azka harus hidup dengan bantuan alat di rumah sakit. Kedua bocah mengidap penyakit Guillain-Barre Syndrome (GBS) yang mengacaukan sistem daya tubuh. Mahalnya biaya pengobatan penyakit itu mendorong sejumlah kalangan menggalang dana.
Senin lalu (7/8), Gerakan SeÂriÂbu Rupiah Peduli Shafa dan Azka dideklarasikan. Sejumlah posko pun dibentuk untuk meÂngumÂpulÂkan dana. Posko induk berada di Jalan Kayumanis X Nomor 67, KaÂyumanis, Jakarta Timur.
Tujuh koordinator wilayah (korwil) dibentuk di Jabotabek. Korwil 1 di Perum Taman Kota Blok A3 Nomor 35 Bekasi (Eva 0817807272). Korwil 2 di Klinik drg. M. Ikhsan Hsb Jalan Taya Mustika Jaya Nomor 3 Kota LeÂgenda Bekasi (Drg. M. Ikhsan 081310409492).
Selanjutnya Korwil 3 di Jalan Pepaya Nomor 16, Kampung Utan, Ciputat (Nadia Hermawan 081288263942). Korwil 4 di Jalan Kelapa Hijau Nomor 26, Utan Kayu, Matraman (Novarina 087884888649). Korwil 5 di UniÂversitas Jayabaya (Mapussi JayaÂbaya) (Rubyn 082110092592). Korwil 6 di Jalan H Yahya Nomor 4, Pondok Cina, Depok (Asrul 081319427425), Korwil 7 di KamÂpung Dongeng, Jalan MuÂsyawarah Nomor 26, Kampung Sawah, Ciputat (Bunda Yulliana 082112880189).
Selain itu, gerakan ini juga membuka rekening untuk meÂnyaÂlurkan bantuan bagi Shafa dan Azka yakni di nomor rekening BCA 7510.4159.60 atas nama Melva Tobing atau melalui NoÂmor Rekening Bank Mandiri 10.1000.4880.56.1 atas nama drg. Silvia Wahyuni.
Kemarin,
Rakyat Merdeka berÂkunjung ke Posko Induk gerakan ini di Kayumanis, Jakarta Timur. Sebuah spanduk biru berukuran 3x1 meter yang dipasang di dinÂding depan rumah menyambut keÂdatangan. “Gerakan Seribu Rupiah Peduli Shafa dan Azka Penderita GBSâ€. Begitulah isi spanduk tersebut.
Tak jauh dari spanduk tersebut diletakkan sebuah banner. Isi dan pesan yang disampaikan persis sama dengan spanduk. Suasana tempat ini terlihat sepi. Gerbang rumah tempat spanduk dipasang juga terkunci rapat. Tak tampak aktivitas penggalangan dana.
Mengetahui kedatangan tamu, seorang wanita keluar dari dalam rumah yang posisinya berseÂbeÂlahan dengan rumah yang terÂkunci tersebut. Wanita ini meÂngeÂnalkan dirinya Eydna, istri dari koordinator Posko Gerakan PeÂduli Rp 1.000 Shafa dan Azka, Taufik Hidayat.
Eydna menuturkan, posko terÂsebut hanya berfungsi sebagai sekretariat. Penggalangan dana tidak dilakukan di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan posko ini terlihat sepi.
“Kita memang sengaja nggak bikin kotak penggalangan dana di sini. Kita fokuskan bantuan meÂleÂÂwati rekening atau yang mau daÂtang ke tujuh Korwil aja,†ujarnya.
Eydna pun menyarankan
RakÂyat Merdeka mendatangi Korwil 4 di Jalan Kelapa Hijau Nomor 26, Utan Kayu, Matraman. KeÂbeÂtulan jarak dari posko induk cukup dekat, hanya sekitar satu kilometer.
Tempat yang dimaksudkan meÂrupakan sebuah warung internet (warnet) dan
game online. “ClaÂfer Netâ€. Tulisan tersebut terÂtera di dalam sebuah spanduk berÂukuÂran 3x2 meter di bagian depan bangunan berlantai dua tersebut.
Rumah bercat biru langit ini sehari-hari berfungsi warnet. Namun, semenjak keluarga Shafa dan Azka kekurangan dana untuk mengobati penyakit BGS, warnet ini juga difungsikan jadi tempat mengumpulkan dana.
Sebuah meja kecil diletakkan di bagian depan warnet ini. BerÂdampingan meja tersebut dipaÂjang sebuah banner seperti yang terlihat di posko induk. Di atas meja diletakkan kotak sumÂbaÂngan berukuran kecil. DiÂdeÂkatnya diletakkan brosur berÂwarna pink.
Brosur ini berisi tentang tuÂjuanÂnya dibentuknya Gerakan Peduli Shafa dan Azka. Di dalam brosur juga dijelaskan latar beÂlaÂkang Shafa dan Azka beserta foto keduanya yang sedang terbaring di rumah sakit. Selain itu, dijelaskan mengenai penyakit GBS.
Gerakan ini cukup mendapat respons positif dari masyarakat. Saat
Rakyat Merdeka mengunÂjungi tempat ini, secara berÂganÂtian masyarakat yang meÂnyemÂpatkan diri mampir ke tempat ini.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga terlihat antusias meÂnunjukkan kepeduliannya terÂhadap derita yang dialami Shafa dan Azka. Anak-anak tersebut berbaris rapi, kemudian satu perÂsatu memasukkan lembar uang seribu rupiah.
Rizki (10), misalnya. Ia terÂguÂgah menyumbang setelah melihat pemberitaan mengenai Shafa dan Azka di layar kaca. Meski tidak mengetahui secara jelas penyakit GBS, ia ingin menyumbang dari menyisihkan uang jajan untuk pengobatan Shafa dan Azka.
“Saya kasihan sama mereka pas lihat di televisi. Tadi pas diÂkasih jajan sama mama, saya siÂsihin seribu rupiah buat disÂuÂmÂbanÂgkan,†ujarnya. Hal senada diÂutaÂrakan Rahma (11). Bocah peÂrempuan yang duduk kelas enam sekolah dasar ini menuÂturÂkan, ia menyumbang karena didorong rasa iba terhadap penyakit yang diderita Shafa dan Azka.
“Tadi pagi-pagi saya minta uang tambahan sama papa. Saya bilang ke papa mau nyumbang buat Shafa dan Azka, terus papa ngasih deh. Tadi abis pulang seÂkolah, saya buru-buru datang ke sini,†ujarnya.
Novalina, penanggung jawab Korwil 4 Utan Kayu mengatakan, gerakan ini mendapat respons yang positif dari masyarakat seÂtempat. Memasuki hari kedua, masyarakat datang satu per satu untuk menyumbang.
“Antusias masyarakat cukup tinggi, yang mampir itu warga ama yang kebetulan lewat di deÂpan. Anak-anak yang pulang seÂkolah dan orang tua murid yang ngantar anaknya ke sekolah, juga pada mampir ke sini,†ujarnya.
Hingga pukul 10.35 WIB keÂmarin kata Novalina, sudah terkumpul dana Rp 191.708.021. Nominal tersebut berasal dari sumbangan masyarakat ke dua rekening ‘Gerakan Seribu Rupiah Peduli Shafa dan Azka Penderita GBS’.
“Kalau kotak belum dibuka, kecuali hari pertama saat dekÂlarasi kita dapat sekitar empat juta rupiah. Rencananya kotak dari setiap Korwil akan dihitung hari Minggu nanti,†katanya.
Masih Utang 300 Juta ke RSPT Askes akan menanggung semua biaya pengobatan MuÂhammad Azka Arriziq, penderita Guillain Bare Syndrome (GBS) yang kini dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Direktur Utama PT Askes I Gede Subawa mengatakan, kedua orangtua Azka merupakan PNS yang notabene peserta Askes. Saat ini, Azka dirawat di rumah sakit pemerintah yang bekerja sama dengan Askes.
“Penyakit GBS dikategorikan sebagai penyakit katastropik yang biayanya dijamin 100 persen oleh PT Askes,†ujarnya, kemarin.
Menurut Subawa, PT Askes meÂnanggung semua biaya peÂngoÂbatan untuk golongan penyakit katastropik, seperti cuci darah, kanker, jantung, dan talasemia atau donor darah.
“Kami juga memberikan penggantian full (penuh) atas biaya perawatan Azka di Bogor sebesar Rp 87 juta,†ujarnya.
Sementara itu, mengenai biaya pengobatan bocah penderita GBS lainnya, Shafa Azila, Subawa berharap ada BUMN yang akan membantu meringankan beban keluarga penderita tersebut.
Biaya pengobatan GBS terÂgolong mahal. Bisa mencapai Rp 10 juta per hari. Sejauh ini ayah Shafa, Zulkarnain Febriansyah telah menghabiskan Rp 600 juta. Dia juga masih memiliki tangÂgungan Rp 300 juta di RS St CaÂrolus.
13 Hari Dirawat, Habis Rp 100 JutaShafa Azalia dan MuhamÂmad Azka Arriziq, balita berÂusia 4 tahun yang menderita Guillain-Barre Syndrome (GBS) kini masih dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Anto Arianto, ayah Azka menuturkan, sebelum dibawa ke RSCM anaknya dirawat di RS Azra, Bogor selama 13 hari. Biaya perawatannya menÂcapai Rp 100 juta.
“Untuk RSCM ini, nanti saya usahakan untuk mengÂguÂnakan Asuransi Kesehatan (Askes), karena saya kan peÂgaÂwai negeri, dan saya mengÂharapkan adanya bantuan biaya dari pemerintah, karena penyakit anak saya langka, jadi memang mahal biaya peÂngobatannya,†ujarnya.
Sejak 2 Agustus lalu Azka dirawat di RSCM. Menurut Anto, anaknya belum meÂnunÂjukkan perkembangan yang signifikan. Putra pertamanya itu masih berbaring dengan kondisi sangat lemah meski pelayanan medis yang dibeÂrikan rumah sakit cukup baik.
“Dokter psikologi juga suÂdah memeriksa keadaan anak saya, tetapi memang Azka maÂsih lemah, jadi masih perÂlahan pengobatannya,†kata Anto.
Azka yang merupakan anak tunggal dari pernikahan Anto dengan Rina terserang peÂnyakit GBS pada 21 Juli 2011 dini hari.
“Azka mengeluh kakinya kebas dan pegal kepada ibuÂnya, setelah dipijit dan minum susu, Azka tidur kembali. NaÂmun, pagi harinya Azka meÂngeluh tangannya kaku, lalu seÂgera dilarikan ke Rumah SaÂkit Umum Ciawi,†ujar Anto.
Setelah diperiksa lebih lanÂjut, Azka kemudian dirujuk ke RS Azra Bogor untuk menÂdaÂpatkan perawatan lebih inÂtenÂsif dan bantuan ventilator. Saat itu Azka tidak sadarkan diri.
“Lalu pada 1 Agustus 2011 atas instruksi Menteri KeÂseÂhatan, Ibu Endang Rahayu, Azka dipindah ke ICU gedung A RS Cipto Mangunkusumo untuk mendapat perawatan lebih inÂtensif,†ucapnya.
Berbeda dengan Azka, Shafa, anak bungsu pasangan ZulkarÂnain Febriansyah dan Wina sudah lebih lama didiagnosa menderita GBS. Shafa telah berjuang meÂlawan penyakit ini sejak Oktober 2010 atau sudah hampir 10 bulan dirawat di ruang ICU.
“Awalnya Shafa menderita gangguan pencernaan, namun dari hasil pemeriksaan dokter pada paru-paru Shafa terdapat berÂcak karena keracunan CO2, lalu dipindahkan ke RS Saint Carolus untuk mendapat ventiÂlaÂtor yang membantunya berÂnafas. Di sinilah akhirnya Shafa didiagÂnosa menderita GBS,†katanya.
Zulkarnain menyatakan setelah kurang lebih 7 hari Shafa dirawat di RSCM, sudah ada perubahan berÂarti pada putrinya. Terutama seÂtelah fisioterapi intensif, sudah ada pergerakan yang bisa diÂlakukan.
[rm]