Berita

ilustrasi/ist

On The Spot

Kurangi Panas, Tidur Beralas Daun Pisang

Tubuh Pasien Melepuh Setelah Berobat Di Puskesmas
MINGGU, 07 AGUSTUS 2011 | 05:07 WIB

RMOL.Mengenakan sarung batik, Ratna Ningsih (22) terbaring lemah di Ruang Edelweis, Kamar Nomor 3 Kelas 3, RS UKI, Cawang, Jakarta Timur. Sekujur tubuh ibu satu anak itu penuh benjolan hitam. Kulitnya melepuh dan mengelupas.

Tiga belas hari lalu warga Jalan Lapangan Tembak RT 002/02, Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur itu masih segar bugar. Kini kondisinya berbalik 180 derajat.

Ketika ditemui Rakyat Mer­de­ka, kemarin, kondisi Ratna sangat mengenaskan. Di tangan kirinya dipasang infus. Sekujur tubuhnya juga berwarna keputihan karena dibaluri salep. Suaminya, Willy Rahmat (29) dan ibunya, Sima setia menunggui.

Kulit wajah seluruh tubuh Rat­na  tampak bersisik dengan luka-luka benjolan kecil yang me­ngumpal dan menghitam. Noda bercak hitam dan membiru itu tampak jelas menyertai sisik-sisik dan luka di sekujur badannya. Bau anyir dari kulitnya yang ter­luka sudah tercium dari jarak be­berapa meter.

Bukan itu saja, kedua bola mata Ratna memerah seperti ber­darah. Kelopak matanya terlihat menebal dan berwarna merah hati seperti terbakar. Bahkan sebelum mendapat perawatan di rumah sakit, kelopak matanya tertutup rapat. Kedua bibirnya menghitam seperti melepuh.

“Namun setelah dirawat di sini, beberapa hari lalu kelopak ma­tanya perlahan bisa terbuka,” kata Willy saat ditemui di RS UKI.

Berdasarkan penuturan Willy, lima hari lalu lidah dan gusi Rat­na berdarah. Jika berusaha mem­buka mulut, darah segar langsung keluar. “Mungkin karena panas di dal­am tubuhnya, tenggorokan, lidah, dan gusinya terluka se­hing­ga berdarah,” ujarnya.

Wajah Ratna yang dulunya ayu kini tampak layu dipenuhi bercak hitam di hampir seluruh muka, mulai dari kening hingga pipinya. Kulit wajahnya juga bersisik dan dipenuhi benjolan kecil hitam yang menumpuk.

Untuk mengurangi rasa panas di tubuhnya, Ratna tidur beralas daun pisang. Meski sedikit ter­bantu, Ratna tetap tak bisa me­na­han rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Peristiwa itu bermula ketika sang suami membawa Ratna ber­obat istrinya ke Puskesmas Ci­racas tidak jauh dari tempat tinggal mereka, Jumat (22/7). Ketika itu Ratna mengeluh tak enak badan dan matanya gatal.

Di puskesmas, dokter hanya menanyakan keluhan Ratna. Tanpa melakukan pemeriksaan tensi darah dan lainnya, dokter langsung memberikan resep obat. Resep ditebus dengan biaya  Rp 10 ribu.

“Ada empat macam obat yang diberikan, seperti Amoxylin, obat penurun panas, vitamin, dan krim untuk obat mata,” ujar Willy.

Malam harinya, setelah me­minum obat kondisi Ratna justru memburuk. Panas tubuhnya ma­kin tinggi serta muncul bintik-bintik hitam memerah di kedua tangannya.  “Saya pikir demam berdarah,” ujar Willy yang baru se­tahun membina rumah tangga dengan Ratna dan dikaruniai se­orang anak berusia dua bulan.

Bukan itu saja, gatal pada mata Ratna juga makin menjadi-jadi. Khawatir dengan kondisi itu, Willy segera membawa istrinya ke Klinik Permata Bunda di ka­wasan Ciracas, Sabtu (23/7). Willy kembali diminta menebus sejumlah obat.

Sepulang dari klinik Permata Bunda dan meminum obat yang dianjurkan, kondisi Ratna malah semakin parah. Pada wajah dan s­el­­uruh tubuhnya timbul ge­lem­bung-gelembung kecil seperti ca­car. Awalnya gelembungnya ke­cil. Namun, makin lama semakin membesar hingga sebesar biji kelereng.

Karena kondisi istrinya tak berubah, Willy yang mengan­to­ngi surat keterangan tidak mampu (SKTM), membawa istrinya ke Rumah Sakit Pusdikkes TNI AD di Kramat Jati, Minggu (24/7). “Tapi di sana enggak ada dokter kulit, dan kami disarankan ke RSCM atau ke Fatmawati,” ujarnya.

Hari itu juga, pria yang sehari-hari bekerja mendekorasi pesta dan hajatan itu membawa istrinya ke RSUD Pasar Rebo. Namun, di tempat ini Ratna juga tak men­dapat perawatan yang memuaskan.

“Kami cuma dilayani saat di IGD saja. Alasan di rumah sakit Pasar Rebo juga sama, enggak ada dokter kulitnya yang bisa menangani,” kata Willy.

Karena tidak mampu menanga­ni, RSUD Pasar Rebo merujuk Ratna ke Rumah Sakit Cipto Mangkusumo (RSCM). Dua kali mengalami penolakan, saat itu Willy sudah pasrah.

Sekitar pukul 01.00, Senin di­nihari (25/7), Willy  memu­tuskan membawa istrinya ke RSCM. Namun, ketika kendaraan yang di­tumpanginya melintas di depan RS UKI, akhirnya Willy memu­tuskan untuk membawa istrinya itu ke rumah sakit.

“Di perjalanan, gelembung di wajah istri saya semakin besar, se­hingga saya membawanya ke RS UKI,” kata Willy mengung­kapkan alasan tak jadi membawa Ratna ke RSCM.

Di RS UKI Cawang, Ratna lang­sung diterima dan dirawat di Ruang Edelwis Kamar Nomor 3. Na­mun, karena kondisi Ratna yang memprihatinkan, pihak ru­mah sakit  memindahkannya ke ruang khusus ke Kamar Nomor 8.

Dr Rizkie Prasetyo dari Bagian Penyakit Dalam RS UKI me­ngatakan, hasil diagnosa saat ma­suk dan dirawat, Ratna menderita Steven Johnson Syndrome tingkat berat atau alergi karena obat dengan tingkat paling berat.

Selain itu Ratna juga didia­gnosa menderita Systemic Lupus Erythematosus atau penyakit alergi terhadap zat di dirinya sen­diri karena pengaruh obat yang dikonsumsi. “Karenanya kulitnya penuh dengan benjolan yang se­perti melepuh,” katanya.

Ditambahkannya, alergi terha­dap obat golongan penicillin yang dialami Ratna termasuk alergi ka­tegori berat. “Penyakit ini adalah alergi terhadap obat-obatan. Kami akan berupaya maksimal,” kata Rizkie.

Rizkie juga akan mengu­pa­yakan luka yang muncul di wajah dan tubuh tidak infeksi. “Kami akan jaga obat-obatan yang ma­suk ke dalam tubuhnya dan memilih dengan cermat agar tidak menimbulkan alergi baru,” ujarnya.

Ingin Punya Anak, Keluar Kerja

Lantaran harus menjalani perawatan di rumah sakit, Ratna harus berpisah dengan anaknya masih berusia dua bulan hasil per­kawinan dengan Willy Rahmat pada Mei 2010.

Pengorbanan Ratna untuk mengurus bayinya cukup besar. Ia rela mengorbankan pe­ker­jaan­nya di pabrik Khong Guan di Ci­racas. Padahal ia baru tiga bulan di situ. Sebelumnya, dia bekerja bagian packing di pabrik Monde.

Menurut Sima, anaknya ter­go­long beruntung dapat bekerja di pabrik Khong Guan karena hanya lulusan SMP. Ratna tak bisa me­lanjutkan ke bangku SMA karena ketiadaan biaya.

Keputusan Ratna berhenti be­kerja tergolong berani, lantaran sang suami tak memiliki pe­ker­jaan tetap. Willy bekerja mem­ban­tu temannya mendekorasi  panggung pengantin. Peng­ha­si­lan­nya yang menentu.

“Dia (Ratna) sudah ingin pu­nya anak banget soalnya. Saat bekerja itu dia sempat tidak bisa hamil. Begitu berhenti kerja, baru akhirnya bisa hamil,” kata Sima. Malang memang tak bisa ditam­pik, selepas melahirkan dua bulan lalu, Ratna justru terkena sakit parah.

Akibatnya, masa menyusui anak harus terpotong. Kini, anak­nya ter­paksa diberi susu formula. “Anak­nya sekarang dirawat oleh orangtua suaminya dulu,” kata Sima dengan nada haru.

Usut Dugaan Malpraktik, Rekam Medik Dibuka

Pemerintah DKI Jakarta menanggung semua biaya pengobatan Ratna Ningsih, pasien yang didiagnosa men­derita Steven Johnson Syndrome.

Hal itu dikatakan Kepala Dinkes DKI Jakarta, Dien Ema­wati, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/7). Pengo­batan Ratna dibiayai dari dana Program Jaminan Pemeli­ha­raan Kesehatan.

“Kondisi Ratna Ningsih saat ini sudah mulai membaik, tekanan darah berangsur nor­mal dan kulit melepuh serta pembengkakan matanya mu­lai berkurang. Kini yang ber­sangkutan juga sudah dapat melihat kembali,” katanya.

Dikatakannya, Ratna Ning­sih menderita alergi ter­hadap obat. “Ini dapat di­sem­buhkan dengan penanganan yang cepat.”

Dien menjelaskan, Ratna Ningsih mulai mengalami sa­kit pasca mengonsumsi obat kedua kali selang waktu dua jam. Ditandai di sekujur tubuh­nya bermunculan bintik merah.

Dia menambahkan, pasien telah dipindahkan ke ruangan tersendiri dengan kondisi kooperatif sejak Jumat pagi.

“Keesokan pagi Ratna ber­obat di salah satu klinik diberikan obat anti alergi, tapi bintik ke­merahan malah bertambah ba­nyak. Pasien kemudian dibawa ke RS Pusat Pendidikan Kese­hatan Kramat Jati untuk kemu­dian dirujuk untuk berobat di RSCM,” katanya.

Hal itu dibenarkan Kepala Hu­mas RS UKI, Astina Nainggolan. Beberapa hari setelah Ratna ma­suk dan dirawat di RS UKI, perwakilan dari Dinas Kesehatan DKI datang dan bertemu ke­luarga Ratna.

Dinas Kesehatan meng­ins­truksikan agar  tidak menarik biaya perawatan dan pengobatan dari keluarga Ratnam “Semua biaya akan ditanggung oleh Di­nas Kesehatan,” kata Astina.

Di tempat terpisah, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Ti­mur, Yenuarti Suaizi me­nga­ta­kan pihaknya menanggung seluruh biaya perawatan dan pengobatan Ratna. “Sampai sembuh kami tanggung biayanya.”

Yenuarti juga membantah Ratna jadi korban malpraktik. Menurut dia, untuk menentukan malpraktik atau bukan, pihaknya akan melihat kembali rekam medik dan diagnosa dokter. “Kami akan lihat dulu rekam medik dan diagnosa ulangnya,” katanya. [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya