Berita

Cegah Mutilasi Pasal Anti Kolonialisme, Amandemen Konstitusi Harus Didahului Referendum!

JUMAT, 29 JULI 2011 | 14:05 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Wacana Amandemen Kelima UUD 1945 yang pertama kali diusung DPD RI kabarnya sudah mewujud dalam Naskah Akademik Amandemen Kelima UUD 1945 yang telah diterima Presiden Susilo Bambang Yuhoyono, beberapa hari lalu (Selasa, 26/7).

Namun yang menarik untuk diperhatikan adalah keprihatinan kalangan akademisi atas empat kali amandemen yang sudah dilakukan. Sejatinya, UUD 45 adalah cermin dekolonisasi sosial-ekonomi tercermin terutama pada Pasal 33 yang mengatur soal perekonomian. Pasal 33 mengandung watak kehendak akan terbentuknya struktur ekonomi nasional yang berwatak kekeluargaan untuk menghapus struktur kolonial yang berwatak kapitalistik.
    
Menurut Koordinator Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu, Girindra Sandino, Pasal 33 UUD 1945 yang dulu mengandung semangat anti kolonialisme dan jauh dari liberalisme, malah berputar 180 derajat setelah beberapa kali mengalami perubahan.


"Pasal 33 telah dimutilasi karena mengarah pada liberalisme ekonomi yang pro asing, dan berdampak pada kehancuran ekonomi nasional," ujar Girindra dalam pernyataan yang diterima Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat, 29/7).

Selain itu menurutnya ada kesalahan dalam proses demokrasi karena amandemen konstitusi yang sudah dilaksanakan empat kali itu tidak melibatkan partisipasi rakyat secara luas, namun hanya dirumuskan, ditafsir oleh segelintir orang yang terlibat dalam Komisi Konstitusi. Seharusnya, perubahan konstitusi harus mempunyai terobosan yakni melalui referendum, yang dapat melibatkan partisipasi rakyat secara luas, sehingga legitimasi politik dari perubahan konstitusi tersebut melalui referendum sangat kuat dikarenakan mandat rakyat secara langsung.

"Pada masa Presiden Soeharto kita mempunyai Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum," jelasnya.

Jadi, amandemen ke-5 UUD 1945 seharusnya dilaksanakan dengan terlebih dahulu menyelenggarakan referendum. Ketentuan tentang referendum  yang bersifat wajib (mandatory) atau yang bersifat fakultatif dengan prakarsa otoritas publik dapat diatur melalui sebuah Ketetapan MPR. Beberapa negara bahkan memungkinkan adanya citizen-initiative referendum.Perubahan konstitusi di beberapa negara seperti Australia, Kanada, Chile, Italia, Rumania, Serbia, Venezuela dan lain-lain dilakukan setelah penyelenggaraan referendum.[ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya