RMOL. Dewan Kehormatan Partai Demokrat masih menginventarisasi nama kader-kader Demokrat yang bermasalah. Pendaftaran kader bermasalah mulai dibuka setelah polemik Nazaruddingate mengemuka.
Janji menindak tegas kader bandel diutrakan sendiri oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, yang sekaligus menjabat Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Majelis Tinggi partai, di saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Partai Demokrat di Sentul, Jawa Barat, Sabtu (23/7). SBY pun menyentil kader-kader nakal itu dan meminta kesadaran mereka untuk mundur dari partai. Hal yang mustahil dilakukan di zaman "edan" begini.
Apakah terlalu banyak jumlah yang bermasalah sehingga untuk mendatanya saja Dewan Kehormatan dan DPP membutuhkan waktu lama?
Gara-gara Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga.
Nama pertama yang tercantum di kepala kita tentu saja mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin. Namanya mulai besar ketika diduga terlibat dalam kasus pelecehan seksual terhadap seorang SPG di Bandung, bersamaan dengan penyelenggaraan Kongres II Demokrat 2010. Sejak Juni, Nazar masuk daftar tersangka dan buronan KPK dalam perkara korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games, Palembang.
Lain lagi Ketua DPP Partai Demokrat bidang Informasi, Andi Nurpati. Mantan Komisoner Komisi Pemilihan Umum ini terseret perkara surat palsu Mahkamah Konstitusi dalam sengketa kursi DPR untuk caleg Dapil Sulawesi Selatan I. Meski masih sebagai saksi di Bareskrim Mabes Polri, tapi Panja Mafia Pemilu DPR yakin Andi Nurpati terlibat dalam pembuatan surat palsu dan mengetahui bahwa surat palsu itulah yang menjadi dasar rapat pleno KPU.
Lalu, Ketua DPP bidang Komunikasi dan Informasi, Ruhut Sitompul. Kalau ini urusannya lebih privasi. Dia dilaporkan istrinya ke polisi dan Badan Kehormatan DPR atas dugaan pemalsuan dokumen pernikahan.
Juga ada sepupu Nazaruddin, M Nasir yang ikut terbawa pusaran suap proyek Wisma Atlet SEA Games 2011 Palembang bersama Nazaruddin. Dia sudah dicekal untuk berpergian ke luar negeri atas permintaan KPK.
Nama Wakil Ketua Dewan Pembina, Marzuki Alie, juga tak lepas dari noda. Perlu diketahui, pada Agustus 2004, Marzuki Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kajati Palembang karena diduga korupsi dalam proyek optimalisasi pabrik semen PT Semen Baturaja pada tahun 1997-2001. Diduga, 20 persen dari total anggaran Rp 600 miliar untuk proyek optimalisasi telah diselewengkan saat pembelian barang dan material. Marzuki Ali menjabat sebagai Direktur Komersial di BUMN itu
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui penyidikan kasus korupsi BUMN PT Semen Baturaja, Sumatera Selatan yang diduga melibatkan Ketua DPR Marzuki Alie telah dihentikan dengan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) pada 2009. Alasan Kejaksaan Agung yang diutarakan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, sat itu adalah penetapan Marzuki sebagai tersangka pada 2004 karena Kejati Sumatera Selatan mendapat tekanan dari LSM dan kekuatan politik. Namun, setelah dicek, tidak ada keterlibatan Marzuki. Makanya penyidikan terhadap Sekjen Partai Demokrat itu dihentikan.
Untuk kader Demokrat di daerah, sebut saja RE Siahaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Walikota Pematang Siantar ini sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana bantuan sosial sekretariat daerah dan dana rehabilitasi Dinas Pekerjaan Umum APBD Kota Pematang Siantar TA 2007.
Selain itu, kasus korupsi pengadaan tanah untuk kantor DPRD Bukitinggi dan kendaraan dinas pertamanan kota Bukitinggi yang merugikan negara hingga Rp 1,7 miliar yang melibatkan anggota DPR fraksi Demokrat asal Sumatera Barat, Djufri.
Salah satu perkara hukum yang melibatkan kader Demokrat namun tidak tuntas adalah kasus dugaan suap dana stimulus pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur yang melibatkan Jhonny Allen yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Demokrat.
Kemudian, kasus pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan pada tahun 2007 yang diduga melibatkan Wakil Ketua Umum dan juga anggota DPR Dapil IV Jabar, Max Sopacua. Saat kasus terjadi Max adalah anggota DPR periode 2004-2009. KPK sendiri telah menyeret beberapa pengambil kebijakan pengadaan Rontgen Portable di Kemenkes tahun 2007 dan Max sempat diperiksa oleh KPK. Hingga kini Max masih bebas.
KPK juga menahan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Amrun Daulay, pada awal Juli ini. Mantan Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial tahun 2004 itu berstatus tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Depsos pada 2004. Amrun dituduh bersama-sama dengan Menteri Sosial saat itu, Bachtiar Chamsyah, memperkaya diri sendiri dan atau orang lain dan koorporasi. Keduanya diduga bersama melakukan korupsi yang merugikan negara mencapai Rp 33,7 miliar.
Belum jelas apakah nama-nama di atas masuk ke dalam buku hitam Dewan Kehormatan Demokrat. Sutan Bhatoegana mengungkapkan, nama-nama itu tidak akan dibeberkan ke media massa untuk menghindari ulah pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi dan akhirnya merugikan kader dan partai.
Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, mengaku sangat memahamni ketidaksabaran publik agar Demokrat setidaknya membeberkan nama kader bermasalah agar kapok di waktu mendatang. Dia memastikan Demokrat sedang memproses hal tersebut. Dewan Kerhormatan pun sudah mengambil langkah dan upaya untuk menilai kader-kader yang bermasalah.
"Yang pasti kami masih menginventarisir kader bermasalah dan hasil keputusannya pasti diumumkan. Pasti ada waktunya," ujar Amir.
[ald]