Berita

Larangan Parkir On Street

On The Spot

Setengah Badan Jalan Depan PN Jakpus Dipenuhi Motor

Ngintip Penerapan Larangan Parkir On Street
MINGGU, 24 JULI 2011 | 06:34 WIB

RMOL. Mulai 20 Juni 2011, Pemerintah DKI Jakarta menerapkan aturan larangan parkir pinggir jalan (on street). Tapi belum di seluruh wilayah ibu kota, hanya di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk saja.

Apakah larangan ini benar-be­nar dipatuhi pengendara roda dua danempat? Berikut liputan Rak­yat Merdeka di sepanjang kedua jalan protokol itu Jumat lalu.

Perjalanan dimulai dari perem­pa­tan Harmoni. Kepadatan lalu lintas di segala arah langsung ter­li­hat siang itu. Perempatan ini ter­masuk yang tersibuk di Jakarta. Pertemuan arus kendaraan dari utara yang hendak menuju selatan dan sebaliknya, maupun barat ke timur dan sebaliknya.


Memasuki Jalan Gajah Mada dari arah Jalan Majapahit  lara­ngan parkir on street tampak di­pa­tuhi. Bahu jalan di depan kom­pleks Duta Merlin kosong dari ken­daraan yang parkir. Terlihat be­berapa taksi yang berhenti un­tuk menurunkan penumpang. Tapi tak ada yang ngetem.

Mendekati gedung Pelni mulai terlihat kendaraan yang parkir di jalan. Di depan Bank Mandiri dan HSBC terlihat ratusan sepeda mo­tor parkir.  Kendaraan roda dua itu diatur empat baris.

Dua baris pertama di trotoar. Dua baris berikutnya di bahu ja­lan. Padahal, di situ ada rambu larangan parkir di depan gedung.

Tak terlihat petugas Dinas Per­hubungan atau kepolisian yang berjaga di situ. Security gedung juga terlihat tak menegur pengen­dara yang parkir di jalan.

Parkiran kendaraan semakin ba­nyak mendekati Pengadilan Ne­­geri (PN) Jakarta Pusat. Jum­lah kendaraan yang parkir di sini mencapai ribuan. Parkiran motor  meluber sampai memakan sete­ngah badan jalan.

Tanda larangan parkir yang dipasang di depan pengadilan tak dihiraukan. Parkiran motor juga meluber di gedung CIMB Niaga di sebelah pengadilan.

Tak pelak, arus kendaraan di depan pengadilan sedikit ter­sen­dat. Dari lima ruas jalan, hanya tiga yang bisa dilalui. Para pe­ngendara motor dan mobil harus melambankan laju kendaraannya. “Nggak ditilang kalau parkir di sini. Yang parkir kan ngurus ti­lang semua,” celetuk seorang tu­kang parkir di tempat ini.

Di depan Hotel Grand Paragon juga masih terlihat sepeda motor yang parkir di pinggir jalan. Mereka adalah kumpulan tukang ojek yang menunggu penum­pang. Meski jumlahnya tak ba­nyak, tapi tetap saja menyalahi aturan.  Selepas dari itu, larangan parkir on street tampak sudah mulai dipatuhi.

Jalan semakin lengang karena sudah tak ada kendaraan roda dua maupun empat yang parkir di pinggir jalan. Hanya satu-dua pe­milik mobil yang masih terlihat membandel parkir di bahu jalan.

Para pemilik toko atau ruko memarkir kendaraannya di pe­la­taran yang sempit. Karena ruang­nya terbatas, seperempat bagian mobil tampak masih menjembul ke bahu jalan. Namun, tindakan mematuhi larangan itu patut diapresiasi.

Pemantauan Rakyat Merdeka, kebanyakan pelanggar larangan parkir on street adalah pengen­da­ra sepeda motor. Parkir di jalan kem­bali terlihat di Glodok Elek­tronik. Deretan sepeda motor ter­lihat memenuhi pinggir jalan di bawah jembatan penyeberangan yang menghubungkan kedua gedung Glodok Elektronik.

Tujuh petugas Dinas Per­hu­bungan tampak berjaga di tempat ini, Tapi tak ada yang menegur pengendara maupun juru parkir yang menawarkan jasa parkir di jalan. Rakyat Merdeka mencoba parkir di tempat yang dipenuhi tanda larangan parkir dengan harapan akan ditegur atau ditilang petugas. Hampir tiga jam parkir di sini, tak ada yang menegur maupun menilang.

“Aman, aman. Parkir di sini nggak akan kena tilang. Biar sudah ada larangan parkir on street. Di daerah sini aman-aman,” ujar juru parkir menjawab kekhawatiran Rakyat Merdeka.

Menyusuri Jalan Hayam Wu­ruk gambarannya yang terl­ihat tak jauh berbeda. Larangan parkir on street masih dilanggar wa­lau­pun oleh satu-dua pengemudi kendaraan roda empat. Sebagian besar pengemudi telah memarkir mobilnya di pekarang maupun pelataran ruko yang berjejer di sepanjang jalan ini.

Melanggar, Kena Denda Minimal Rp 500 Ribu

Dinas Perhubungan DKI Ja­karta akan menindak pengemudi yang memarkir kendaraannya di badan Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk. Pelanggar bakal ditilang dan bayar denda Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.

“Sekarang sudah masuk tahap penindakan. Untuk itu kalau kita melihat ada kendaraan baik mobil atau motor yang memarkir ken­daraanya di sepanjang jalan itu kita akan tilang dan derek,” kata Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono.

Untuk menilang pelanggar, Di­shub bekerja sama dengan Di­rektorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. “Setelah ditilang, mobil akan kita derek dan biaya de­rek­nya kita bebankan ke pemilik,” tandas Udar.

Menurut dia, biaya derek yang diatur Perda Nomor 12/2003 ma­sih murah. “Per kilometer sekitar puluhan ribu. Nilai ini tidak akan menciptakan efek jera,” katanya.

Dishub berencana merevisi atu­ran itu. “Biaya dereknya kita patok sekitar 500 ribu sampai 1 juta,” cetus Udar. Ia menyebutkan beberapa titik rawan parkir on street. Yakni depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pusat perbelanjaan Glodok. Untuk itu, petugas akan dikerahkan di kedua tempat ini.

Dengan pemberlakukan lara­ngan parkir di jalan, semua ken­daraan harus masuk tempat parkir off street yang terletak di gedung-ge­dung. Misalnya di kompleks Duta Merlin, gedung PT Pelni, Gajah Mada Plaza, Hotel Grand Paragon, Lindeteves Trade Centre dan Hayam Wuruk Plaza. Parkir off street itu bisa me­nampung 2.711 mobil dan 2.190 sepeda motor.

Setoran Distop, Uang Rokok Tetap Ada

Para juru parkir yang ber­ope­rasi di sepanjang Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk belum bisa menerima larangan parkir on street. Larangan itu bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan.

Samsul (41), juru parkir ber­harap Pemerintah DKI Jakarta mencabut larangan parkir on street. Menurut dia, keberadaan parkir di jalan ini tak selalu meng­ganggu kelancaran lalu lintas. Kendaraan yang parkir diatur sedemikian rupa.

“Buktinya kita ikut mengatur kelancaran arus lalu lintas. Pol­sek setempat malah berterima kasih karena kita ikut bantu me­ngatur dan mengamankan arus lalu lintas,” ujarnya.

Menurut pria yang sudah 10 ta­hun bekerja sebagai juru par­kir, kemacetan di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk dise­bab­kan lampu pengatur lalu lintas (traffic light). “Wong kita ngaturnya dengan rapi. Itu kan permainan pengusaha saja,” tandasnya.

Pria yang biasa mangkal di Glodok ini menyayangkan tidak ada sosialisasi larangan ini oleh Dinas Perhubungan DKI Ja­karta. “Boleh tanya ke 420 juru parkir di sepanjang Gajah Mada. Pasti mereka nggak de­ngar larangan itu,” tantangnya.

Sebelum keluar larangan par­kir on street, para juru parkir me­nyetor Rp 100 ribu per hari ke Dinas Perhubungan. Seha­rusnya para juru parkir tak lagi menyetor uang karena parkir di jalan sudah dilarang.

Kenyataan para juru parkir telah menyetor uang, tapi ke ok­num. “Sejak diberlakukan Per­da, kita stop kasih uang setoran. Kalau sekarang tanggung jawab sendiri. Biar gitu, petugas-pe­tu­gas lapangan masih harus di­kasih uang rokok,” katanya.

Herman (36), juru parkir lain­nya di Jalan Gajah Mada tetap akan melayani pengemudi yang parkir di jalan. Ia sudah tahu ada larangan parkir on street. Tapi urusan perut tak bisa kompromi.

“Kalau kita nggak bandel, kita mau makan apa? Dishub mau ngasih makan anak dan istri saya nggak? Pemerintah ja­ngan cuma bikin aturan aja, pikirin juga perut rakyatnya,” ketusnya.

Herman meminta, Pemerin­tah DKI Jakarta harus men­cari­kan solusi agar para juru parkir tak kehilangan mata pen­ca­ha­rian. “Jangan ujug-ujug di­la­rang. Harus ada jalan keluarnya dong kita dialihkan ke mana. Kita nggak akan bandel kalau di­omongin baik-baik. Saya ber­harap larangan ini di­per­tim­bangkan lagi.”

Karman (34) juru parkir lain­nya menyarankan larangan par­kir on street hanya diberlakukan pada jam sibuk, yakni pukul 7 sampai 10 pagi. “Kalau dilarang total seperti ini, banyak yang dirugikan.”

Menurutnya, bukan hanya ha­­­nya juru parkir yang ter­ke­na im­bas larang, tapi juga pe­ngu­saha. Konsumen mereka me­nu­run sebab pengguna ken­da­raan memilih toko atau rumah ma­kan yang dekat ge­dung parkir.   [rm]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya