RMOL. Mulai 20 Juni 2011, Pemerintah DKI Jakarta menerapkan aturan larangan parkir pinggir jalan (on street). Tapi belum di seluruh wilayah ibu kota, hanya di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk saja.
Apakah larangan ini benar-beÂnar dipatuhi pengendara roda dua danempat? Berikut liputan RakÂyat Merdeka di sepanjang kedua jalan protokol itu Jumat lalu.
Perjalanan dimulai dari peremÂpaÂtan Harmoni. Kepadatan lalu lintas di segala arah langsung terÂliÂhat siang itu. Perempatan ini terÂmasuk yang tersibuk di Jakarta. Pertemuan arus kendaraan dari utara yang hendak menuju selatan dan sebaliknya, maupun barat ke timur dan sebaliknya.
Memasuki Jalan Gajah Mada dari arah Jalan Majapahit laraÂngan parkir
on street tampak diÂpaÂtuhi. Bahu jalan di depan komÂpleks Duta Merlin kosong dari kenÂdaraan yang parkir. Terlihat beÂberapa taksi yang berhenti unÂtuk menurunkan penumpang. Tapi tak ada yang ngetem.
Mendekati gedung Pelni mulai terlihat kendaraan yang parkir di jalan. Di depan Bank Mandiri dan HSBC terlihat ratusan sepeda moÂtor parkir. Kendaraan roda dua itu diatur empat baris.
Dua baris pertama di trotoar. Dua baris berikutnya di bahu jaÂlan. Padahal, di situ ada rambu larangan parkir di depan gedung.
Tak terlihat petugas Dinas PerÂhubungan atau kepolisian yang berjaga di situ. Security gedung juga terlihat tak menegur pengenÂdara yang parkir di jalan.
Parkiran kendaraan semakin baÂnyak mendekati Pengadilan NeÂÂgeri (PN) Jakarta Pusat. JumÂlah kendaraan yang parkir di sini mencapai ribuan. Parkiran motor meluber sampai memakan seteÂngah badan jalan.
Tanda larangan parkir yang dipasang di depan pengadilan tak dihiraukan. Parkiran motor juga meluber di gedung CIMB Niaga di sebelah pengadilan.
Tak pelak, arus kendaraan di depan pengadilan sedikit terÂsenÂdat. Dari lima ruas jalan, hanya tiga yang bisa dilalui. Para peÂngendara motor dan mobil harus melambankan laju kendaraannya. “Nggak ditilang kalau parkir di sini. Yang parkir kan ngurus tiÂlang semua,†celetuk seorang tuÂkang parkir di tempat ini.
Di depan Hotel Grand Paragon juga masih terlihat sepeda motor yang parkir di pinggir jalan. Mereka adalah kumpulan tukang ojek yang menunggu penumÂpang. Meski jumlahnya tak baÂnyak, tapi tetap saja menyalahi aturan. Selepas dari itu, larangan parkir on street tampak sudah mulai dipatuhi.
Jalan semakin lengang karena sudah tak ada kendaraan roda dua maupun empat yang parkir di pinggir jalan. Hanya satu-dua peÂmilik mobil yang masih terlihat membandel parkir di bahu jalan.
Para pemilik toko atau ruko memarkir kendaraannya di peÂlaÂtaran yang sempit. Karena ruangÂnya terbatas, seperempat bagian mobil tampak masih menjembul ke bahu jalan. Namun, tindakan mematuhi larangan itu patut diapresiasi.
Pemantauan
Rakyat Merdeka, kebanyakan pelanggar larangan parkir on street adalah pengenÂdaÂra sepeda motor. Parkir di jalan kemÂbali terlihat di Glodok ElekÂtronik. Deretan sepeda motor terÂlihat memenuhi pinggir jalan di bawah jembatan penyeberangan yang menghubungkan kedua gedung Glodok Elektronik.
Tujuh petugas Dinas PerÂhuÂbungan tampak berjaga di tempat ini, Tapi tak ada yang menegur pengendara maupun juru parkir yang menawarkan jasa parkir di jalan.
Rakyat Merdeka mencoba parkir di tempat yang dipenuhi tanda larangan parkir dengan harapan akan ditegur atau ditilang petugas. Hampir tiga jam parkir di sini, tak ada yang menegur maupun menilang.
“Aman, aman. Parkir di sini nggak akan kena tilang. Biar sudah ada larangan parkir
on street. Di daerah sini aman-aman,†ujar juru parkir menjawab kekhawatiran
Rakyat Merdeka.Menyusuri Jalan Hayam WuÂruk gambarannya yang terlÂihat tak jauh berbeda. Larangan parkir on street masih dilanggar waÂlauÂpun oleh satu-dua pengemudi kendaraan roda empat. Sebagian besar pengemudi telah memarkir mobilnya di pekarang maupun pelataran ruko yang berjejer di sepanjang jalan ini.
Melanggar, Kena Denda Minimal Rp 500 RibuDinas Perhubungan DKI JaÂkarta akan menindak pengemudi yang memarkir kendaraannya di badan Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk. Pelanggar bakal ditilang dan bayar denda Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.
“Sekarang sudah masuk tahap penindakan. Untuk itu kalau kita melihat ada kendaraan baik mobil atau motor yang memarkir kenÂdaraanya di sepanjang jalan itu kita akan tilang dan derek,†kata Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono.
Untuk menilang pelanggar, DiÂshub bekerja sama dengan DiÂrektorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. “Setelah ditilang, mobil akan kita derek dan biaya deÂrekÂnya kita bebankan ke pemilik,†tandas Udar.
Menurut dia, biaya derek yang diatur Perda Nomor 12/2003 maÂsih murah. “Per kilometer sekitar puluhan ribu. Nilai ini tidak akan menciptakan efek jera,†katanya.
Dishub berencana merevisi atuÂran itu. “Biaya dereknya kita patok sekitar 500 ribu sampai 1 juta,†cetus Udar. Ia menyebutkan beberapa titik rawan parkir on street. Yakni depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pusat perbelanjaan Glodok. Untuk itu, petugas akan dikerahkan di kedua tempat ini.
Dengan pemberlakukan laraÂngan parkir di jalan, semua kenÂdaraan harus masuk tempat parkir off street yang terletak di gedung-geÂdung. Misalnya di kompleks Duta Merlin, gedung PT Pelni, Gajah Mada Plaza, Hotel Grand Paragon, Lindeteves Trade Centre dan Hayam Wuruk Plaza. Parkir off street itu bisa meÂnampung 2.711 mobil dan 2.190 sepeda motor.
Setoran Distop, Uang Rokok Tetap AdaPara juru parkir yang berÂopeÂrasi di sepanjang Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk belum bisa menerima larangan parkir on street. Larangan itu bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Samsul (41), juru parkir berÂharap Pemerintah DKI Jakarta mencabut larangan parkir on street. Menurut dia, keberadaan parkir di jalan ini tak selalu mengÂganggu kelancaran lalu lintas. Kendaraan yang parkir diatur sedemikian rupa.
“Buktinya kita ikut mengatur kelancaran arus lalu lintas. PolÂsek setempat malah berterima kasih karena kita ikut bantu meÂngatur dan mengamankan arus lalu lintas,†ujarnya.
Menurut pria yang sudah 10 taÂhun bekerja sebagai juru parÂkir, kemacetan di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk diseÂbabÂkan lampu pengatur lalu lintas (
traffic light). “Wong kita ngaturnya dengan rapi. Itu kan permainan pengusaha saja,†tandasnya.
Pria yang biasa mangkal di Glodok ini menyayangkan tidak ada sosialisasi larangan ini oleh Dinas Perhubungan DKI JaÂkarta. “Boleh tanya ke 420 juru parkir di sepanjang Gajah Mada. Pasti mereka nggak deÂngar larangan itu,†tantangnya.
Sebelum keluar larangan parÂkir on street, para juru parkir meÂnyetor Rp 100 ribu per hari ke Dinas Perhubungan. SehaÂrusnya para juru parkir tak lagi menyetor uang karena parkir di jalan sudah dilarang.
Kenyataan para juru parkir telah menyetor uang, tapi ke okÂnum. “Sejak diberlakukan PerÂda, kita stop kasih uang setoran. Kalau sekarang tanggung jawab sendiri. Biar gitu, petugas-peÂtuÂgas lapangan masih harus diÂkasih uang rokok,†katanya.
Herman (36), juru parkir lainÂnya di Jalan Gajah Mada tetap akan melayani pengemudi yang parkir di jalan. Ia sudah tahu ada larangan parkir on street. Tapi urusan perut tak bisa kompromi.
“Kalau kita nggak bandel, kita mau makan apa? Dishub mau ngasih makan anak dan istri saya nggak? Pemerintah jaÂngan cuma bikin aturan aja,
pikirin juga perut rakyatnya,†ketusnya.
Herman meminta, PemerinÂtah DKI Jakarta harus menÂcariÂkan solusi agar para juru parkir tak kehilangan mata penÂcaÂhaÂrian. “Jangan
ujug-ujug diÂlaÂrang. Harus ada jalan keluarnya dong kita dialihkan ke mana. Kita nggak akan bandel kalau
diÂomongin baik-baik. Saya berÂharap larangan ini diÂperÂtimÂbangkan lagi.â€
Karman (34) juru parkir lainÂnya menyarankan larangan parÂkir on street hanya diberlakukan pada jam sibuk, yakni pukul 7 sampai 10 pagi. “Kalau dilarang total seperti ini, banyak yang dirugikan.â€
Menurutnya, bukan hanya haÂÂÂnya juru parkir yang terÂkeÂna imÂbas larang, tapi juga peÂnguÂsaha. Konsumen mereka meÂnuÂrun sebab pengguna kenÂdaÂraan memilih toko atau rumah maÂkan yang dekat geÂdung parkir.
[rm]