RMOL. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan lengkap alias P21 berkas perkara pembobolan kas Citibank Rp 16 miliar atas tersangka suami Malinda Dee, Andhika Gumilang lengkap. Kelangkapan berkas Andhika diikuti pula oleh lengkapnya berkas perkara adik Malinda, Visca Lovitasari dan Ismail, suami Visca. Namun tersangka Visca tak langsung ditahan karena masih menyusui anaknya.
Penjelasan itu diÂsampaikan Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rochmad. Ia meÂnyatakan, MaÂbes Polri telah meÂnyerahkan berÂkas perkara atas nama tiga terÂsangka Andhika GuÂmilang, Visca Lovitasari dan IsÂmail sejak pekan lalu. “Sudah P21. Sudah diseÂrahkan ke Kejari JaÂkarta Selatan,†katanya.
Kejari Jaksel, Masyhudi meÂnamÂÂbahkan, langkah hukum lanÂjutan yang dilakukan jajarannya saat ini adalah meneliti berkas terÂsangka dan barang bukti. KeÂmuÂdian Kejari akan menyusun meÂmori dakwaan.
“Tim jaksa peÂnunÂtut umum kasus ini sudah ada,†ucapÂnya. Akan tetapi, ia belum mau meÂngungkap siapa jaksa yang dituÂgaskan menyusun tuntutan terÂhadap tersangka perkara ini.
Dia memastikan, perÂkara pembobolan dana Citibank ini displit menjadi tiga berkas. “Kita sedang melakukan penÂdaÂtaÂan terhadap tiga berkas yang diÂsplit tersebut. Kalau sudah selesai akan segera dilimpahkan ke peÂngadilan,†tandasnya. MaÂsyÂhudi menambahkan, selain menerima pelimpahan berkas perkara dan tersangka, Kejari juga menerima barang bukti berupa dokumen-dokumen dan dua kendaraan jenis Mitshubisi Pajero dan Honda CRV.
“Sekarang disimpan di Rumah Barang Rampasan Kejari JakÂarta Selatan,†tegasnya.
Pihaknya juga meÂnyita satu unit apartemen di KaÂliÂbata. MeÂnyinggung tentang peÂnaÂhanan para tersangka, MasyÂhudi mengÂinformasikan, tersangka Visca tidak ditahan kaÂrena masih perlu menyusui anakÂnya. Sedangkan tersangka AndhiÂka Gumilang dan Ismail langsung diÂkirim ke LP Cipinang.
Menurut Masyhudi, ketiga terÂsangÂka dinilai melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Undang Undang Nomor 7 taÂhun 1992 serta Pasal 3 Undang UnÂdang Nomor 15 tahun 2002 dan atau Pasal 65 ayat (1) KUHP. Andhika Gumilang sendiri diseÂrahkan penyidik Polri ke Kejari JakÂsel pukul 12.55 WIB, kemaÂrin. Andhika tidak berkata seÂpaÂtah kata pun ketika ditanya warÂtaÂwan seputar kasusnya. Model ikÂlan yang didampingi dua pengacaranya itu hanya berusaha menutupi wajah dengan masker. Tangannya pun diborgol.
Berdasarkan hasil pemeriksan polisi, Andhika diduga menerima transferan dana dari istrinya Rp 311 juta. Uang itu dipakai untuk membayar uang muka pembelian mobil Hummer.
Andhika juga disangka memalÂsukan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tuduhan pemalsuan KTP ini didasarkan pada temuan polisi yang menyita tujuh KTP atas nama tersangka.
Berselang 15 menit kemudian, polisi menyerahkan adik kandung Malinda, Visca Lovitasari serta suaÂminya Ismail Bin Janim. Visca memilih menghindari warÂtaÂwan.
Ia masuk Kejari Jaksel leÂwat pinÂtu belakang. Ketiga berÂsaudara itu lalu digiring personil keÂpoÂlisian dan kejaksaan ke ruangan Staf Kasubsi Penuntutan untuk menjalani proses administrasi.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam meÂnyaÂtaÂkan, suami dan dua adik Malinda, diÂduga menerima dan meÂnamÂpung aliÂran dana kasus pemÂbobolan yang dilakukan Malinda. BerÂdaÂsarÂkan laporan hasil analisa (LHA) PPATK sambungnya, Visca meÂneÂrimÂa aliran dana seÂbesar Rp 1,6 miliar.
Sementara di rekening Ismail, ditemukan 29 transaksi masuk seÂnilai Rp 7 miliar. Setelah meÂneÂrima dana hasil penggangsiran CiÂtÂibank, mereka kembali menÂtransfer ke rekening Malinda. MeÂreka diduga menerima imbalan sekitar Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta tiap transaksi.
Saat dikonfirmasi mengenai nasib berkas perkara atas nama tersangka utama Malinda Dee, bekas Kapolda Kepri itu menuÂturÂkan, belum lengkapnya berÂkas dipicu masih adanya petuÂnÂjuk jaksa yang tengah dilengkapi keÂpolisian.
“Penyidik kita masih perlu menambah keterangan terÂsangka. Penyidik saat ini masih melakÂsanakan pemeriksaan secara inÂtensif,†terangnya seraya meÂnamÂbahkan, pelimpahan berÂkas MaÂlinda diagendakan pekan menÂdatang.
Memenuhi Unsur Pencucian UangYenti Garnasih, Pengamat HukumPengamat hukum UniÂverÂsiÂtas Trisakti Yenti Garnasih risau dengan fenomena pembobolan dana nasabah Citibank. PasalÂnya, selain membuat citra perÂbanÂkan nasional terpuruk, insiÂden ini menunjukkan bahÂwaÂsaÂnya pengawasan internal bank masih lemah.
 “Saya sendiri turut prihatin dengan terjadinya perkara yang menyeret suatu lembaga perÂbanÂkan di Tanah Air,†katanya. Apalagi sambung dia, saat peÂnaÂnganan kasus Malinda Dee beÂlum tuntas, tiba-tiba mÂaÂsyaÂraÂkat dikejutkan lagi dengan insiden kematian Irzen Octa, nasabah Citibank yang diduga tewas akibat kekerasan yang dilakukan penagih utang bank tersebut.
Ia menggarisbawahi, pada perkara kejahatan perbankan seÂperti yang melibatkan MaÂlinda, sebenarnya tidak hanya bisa diÂlakukan oleh pegawai yang meÂmiliki posisi tinggi dalam bank. Karenanya pengawasan internal bank harus dilakukan secara ekÂstra ketat. “Ini tidak akan terjadi jika ada pengawasan internal yang ketat dan pengawasan BI yang ketat pula,†tegasnya.
Karena itu, Yenti mengkritik program
private banking yang dilakukan sejumlah bank. SoalÂnya, dengan cara tersebut dikhaÂwatirÂkan lembaga perbankan menjadi tempat menampung uang yang tidak jelas asal usulÂnya. “Intinya, bank menjadi temÂpat pencucian uang. MakaÂnya, saya harap kasus Citibank dapat dituntaskan karena sarat tindak pencucian uang,†ujarnya.
Ketika ditanya apakah perÂkaÂra yang menjerat Malinda dapat dikategorikan dalam perkara tindak pencucian uang? Yenti menjawab, bisa masuk kategori pencucian uang apabila melihat gaji pokok yang diterima MaÂlinda tiap bulan.
“Kalau sebulan hanya terima Rp 3 juta, kok bisa beli mobil meÂwah dan apaÂrÂteÂmen,†kataÂnya. Atas hitung-hitungan terseÂbut, ia meyakini adanya praktik pencucian uang yang dilakukan oleh Malinda.
“Untuk itu, tuduhannya pun tidak boleh hanya sebatas pada pembobolan dan penggelapan dana nasabah saja. Lebih tepat menggunakan pasal pencucian uang karena unsur-unsurnya terpenuhi,†tuturnya.
Cepat Bereskan Berkas PerkaraDasrul Djabar, Anggota Komisi III DPRKalangan DPR mengharap agar otak pelaku penggangsiran alias pembobolan dana nasabah Citibank, Malinda Dee segera maju ke persidangan. Soalnya, hal tersebut akan menyingkap peran dan keterlibatan Malinda berikut para tersangka lainnya.
Hal tersebut disampaikan AngÂgota Komisi III DPR DasÂrul Djabar, kemarin. Ia juga meÂngaku prihatin dengan belum rampungnya berkas perkara Malinda. Pasalnya, berkas perÂkara Malinda menjadi hal paÂling penting dalam meÂnunÂtasÂkan kasus ini. Dasrul menÂdesak agar Mabes Polri memÂpercepat penuntasan kasus ini.
Menurutnya, alas an seorang terÂsangka sakit tidak bisa mengÂguÂgurkan proses hukum yang sedang berjalan. “Ya seharusÂnya perkaranya terus berjalan, nggak bisa karena alasan sakit lantas proses pemberkasan perkaranya juga berhenti begitu saja,†katanya. Disamping itu, dia juga meminta Mabes Polri membongkar secara keseÂluÂruÂhan skandal pembobolan rekeÂning nasabah Citibank sebesar Rp 16 miliar yang menyeret nama Malinda Cs.
“Secara umum saya apresiasi apa yang telah dilakukan Mabes Polri. Tapi, perlu diingat, kasus ini tidak hanya berhenti sampai di Malinda saja. Pastinya atasan Malinda juga ada yang menÂcicipi uang yang sudah dibobol Malinda,†katanya.
Menurutnya, maraknya pemÂbobolan bank akhir-akhir ini diÂsinyalir turut melibatkan orang daÂlam Bank. Dia berharap keÂpoÂlisian juga mampu menguÂsut oknum bank yang terlibat.
Politisi Demokrat ini meÂminta lembaga perbankan memÂperbaiki sistem pengaÂwaÂsanÂnya. Hal itu dilakukan guna mencegah terulangnya praktik pembobolan dana nasabah seperti dalam perkara ini. “Saya rasa tidak seimbang antara sistem pengawasan perbankan di Indonesia dengan kecanÂgÂgihan teknik yang digunakan para pembobol uang itu. Coba pikir, yang namanya rekening itu pasti mempunyai password khusus untuk membobolnya, tapi tetap saja bisa dibobol,†ungkapnya.  Â
[rm]