RMOL. Tuduhan keras ke arah LSM Greenpeace tak kunjung reda. Bahkan, Greenpeace dianggap sebagai ancaman yang wajib diwaspadai seluruh elemen bangsa Indonesia.
Syarif Hidayatullah, penulis buku "Menguak Dusta-dusta Greenpeace" dalam diskusi bertema Membongkar Motif LSM Asing; Greenpeace Merusak Perekonomian Indonesia" di Pressroom Gedung Nusantara III DPR, Jakarta kemarin (Rabu, 20/7), menyebut LSM internasional itu menyembunyikan agenda jahat.
"Masyarakat jangan terbuai dengan kampanye lingkungan Greenpeace yang seolah-olah pro masyarakat Indonesia. Padahal di balik itu Greenpeace membawa sejumlah agenda tersembunyi. Ibarat kata, Greenpeace adalah serigala berbulu domba," kata Syarif kemarin.
Terkait dengan pemberitaan “Greenpeace Ibarat Serigala Berbulu Domba†itu, Jurukampanye Media Greenpeace Asia Tenggara, Hikmat Soeriatanuwijaya, merilis tanggapannya yang petang ini (Kamis, 21/7) diterima
Rakyat Merdeka Online.
"Saya merasa perlu memberikan tanggapan, mengingat tidak adanya tanggapan Greenpeace dan banyak tudingan negatif terhadap Greenpeace dalam artikel yang perlu diluruskan melalui hak jawab," terang Hikmat.
Berikut adalah tanggapan Greenpeace:
Saya berterima kasih karena melihat komentar itu sebagai bentuk kepedulian para tokoh terhadap masyarakat Indonesia, karenanya saya berharap mereka juga benar-benar bisa melihat dampak mengenaskan yang dialami masyarakat Indonesia akibat perusakan lingkungan dan melakukan sesuatu untuk menghentikannya. Tetapi saya juga khawatir tudingan-tudingan bahwa Greenpeace ingin merusak ekonomi Indonesia, ditunggangi kepentingan bisnis negara maju, dan sejenisnya, justru mencederai reputasi tokoh itu di mata masyarakat.Karena ada satu fakta teramat gamblang yang sepertinya ‘terlupakan’, yakni bahwa Greenpeace tidak hanya ada di Indonesia, tetapi ada di lebih dari 40 negara, sebagian besar di negara maju. Sepertinya terlupakan di negara-negara maju, dalam melakukan upaya penyelamatan lingkungan Greenpeace juga kerap menentang pemerintahan dan industri-industri besar multinasional.
Untuk mengetahui semua itu sebenarnya caranya teramat sangat mudah, yakni cukup melakukan beberapa klik pada situs www.greenpeace.org. Di situs itu bisa dilihat kampanye yang dilakukan Greenpeace di berbagai penjuru dunia, termasuk negara maju. Lalu, ketika di negara-negara maju itu Greenpeace tampil menghadapi perusahaan besar Apple, Exxon, Shell, British Petroleum, Kimberly Clark dll, bisakah dibilang Greenpeace ingin merusak ekonomi negara-negara maju itu karena ditunggangi kepentingan bisnis negara berkembang?
Masyarakat juga tahu bahwa Greenpeace tidak bisa ditunggangi siapa pun. Karena demi menjaga independensinya, Greenpeace tidak sudi dan tidak akan pernah sudi menerima dana dari pemerintah, lembaga pemerintahan, atau perusahaan mana pun. Terima kasih kepada 3 juta orang di dunia dan sekitar 30.000 orang di Indonesia yang menjadi supporter individu, karena berkat mereka sampai sekarang Greenpeace masih bisa menjaga independensi dan tak bisa dibeli pihak mana pun.
Di Indonesia, aktivis-aktivis Greenpeace adalah orang Indonesia, yang tidak rela lingkungan Indonesia dirusak oleh kerakusan pihak-pihak tertentu, tidak peduli apakah perusak itu orang Indonesia atau orang asing, Dengan keuntungan sebagai organisasi global Greenpeace punya kekuatan melakukan kampanye global. Karena yang jelas jika perusakan dibiarkan maka kerugian dan malapetakanya akan dialami oleh orang Indonesia. Apalagi Indonesia adalah kotak harta karun flora dan fauna, dimana 10 hingga 15 persen spesies di planet ini ada di Indonesia, tetapi kini terancam oleh perusakan lingkungan.
Contohnya, mengutip tulisan media besar di Indonesia, perusakan hutan yang dilakukan oleh Asia Pulp and Paper (APP) di Jambi, jika dibiarkan lima atau delapan tahun ke depan, bisa membuat Orang Rimba yang menggantungkan hidupnya pada hutan, terancam mengalami etnosida (punah). Dan masih banyak lagi ribuan kisah pedih masyarakat korban perusakan lingkungan.
Kemudian, tudingan-tudingan semacam ini dan serangan terhadap Greenpeace marak sesaat setelah awal bulan ini kami meluncurkan bukti laporan dan kampanye guna mendesak APP menghentikan perilaku perusakan hutan dan segera beroperasi dengan lebih bertanggung jawab demi kemajuan ekonomi Indonesia dan masyarakat, sehingga banyak pihak justru mempertanyakan motif serangan kepada Greenpeace ini.
Perlu diketahui, tidak hanya Greenpeace yang menyoroti perilaku ilegal APP, melainkan juga banyak LSM dalam negeri, bahkan lembaga-lembaga negara. Apa LSM dan lembaga negara kita itu juga harus dituding antek negara maju?
Juga sudah jelas dalam kampanyenya, Greenpeace menyerang oknum perusak hutannya, bukan industrinya. Contohnya, sekarang Greenpeace menyerang APP, bukan industri kertas Indonesia karena ada perusahaan kertas Indonesia yang beroperasi secara bertanggung jawab. Jika APP berubah menjadi lebih lestari, tentu tidak hanya keuntungan bagi lingkungan Indonesia, tetapi akan membawa keuntungan finansial bagi perusahaan itu, dan citra positif bagi perekonomian Indonesia.
Kampanye negatif terhadap Greenpeace punya dua tujuan, mengalihkan isu dari perusakan lingkungan ke berita negatif soal Greenpeace, dan membungkam kampanye Greenpeace.
Yang bisa dipastikan, upaya ini tidak akan bisa membungkam upaya penyelamatan lingkungan tidak hanya oleh Greenpeace tetapi juga oleh lembaga-lembaga lain, di tengah bukti perusakan yang semakin gamblang.
[ald]