Berita

ilustrasi, mesin jahit

X-Files

Rekanan Depsos Dihukum Empat Tahun Penjara

Juga Disuruh Bayar Kerugian Negara Rp 13,2 Miliar
JUMAT, 15 JULI 2011 | 08:23 WIB

RMOL. Rekanan Departemen Sosial dalam proyek pengadaan mesin jahit tahun 2004-2006, Musfar Aziz divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. Musfar juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar.
 
Ketukan palu Ketua Majelis Hakim Albertina Ho di Penga­di­lan Tipikor membuat bekas Di­rek­tur Utama PT Ladang Sutra In­donesia (PT Lasindo) itu me­neteskan air mata. Soalnya, Al­ber­tina yang juga hakim Penga­dilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu menjatuhkan vonis em­pat tahun penjara untuk Musfar.

Albertina menyatakan Musfar telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial 2004-2006 yang telah merugikan negara sebesar Rp 13,2 miliar. Hu­kuman itu lebih ringan dari tun­tutan jaksa yang menuntut Mus­far enam tahun penjara.


“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tin­dak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Albertina.

Majelis hakim juga men­ja­tuh­kan hukuman denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan ku­ru­ngan kepada bekas bos PT La­sin­do itu. Menurut Albertina, Mus­­far terbukti telah meng­ge­lem­bungkan harga mesin jahit merek JITU model LSD 9990 setelah perusahaannya ditunjuk langsung sebagai rekanan Depsos untuk menyediakan mesin jahit .

Penunjukan langsung terhadap perusahaan yang dipimpin Mus­far itu diusulkan oleh Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Fa­kir Miskin, Amrun Daulay yang disetujui Menteri Sosial saat itu, Bachtiar Chamsyah.

Tetapi, majelis hakim tidak percaya terhadap penghitungan jak­sa penuntut umum (JPU) yang meminta Musfar mengganti uang kerugian negara sebesar Rp 20 miliar lebih. Menurut hakim, uang pengganti yang dituntut jak­sa KPK itu belum dikurangi de­ngan biaya yang dikeluarkan Mus­far berupa biaya pelatihan, perjalan dinas, biaya survei, so­sia­lisasi, gaji pegawai dan royalti.

“Maka uang pengganti yang harus dibayarkan terdakwa ada­lah Rp 13,2 miliar, dengan ke­ten­tuan apabila terdakwa tidak mem­punyai harta benda yang men­cu­ku­pi uang tersebut, maka akan di­ganti dengan pidana penjara se­la­ma tiga tahun,” ujarnya.

Albertina mengatakan, hal yang memberatkan hukuman ter­dakwa ialah perilku Musfar yang tidak mendukung program pe­me­­rintah dalam hal pembe­ran­tasan praktik korupsi. Namun, kata Al­bertina, hal yang me­ri­ngan­kan hu­­kuman Musfar ada­lah keterli­batan­nya dalam mem­bantu pro­gram pemerintah untuk me­ngen­tas­kan kemiskinan me­lalui pro­yek bantuan sosial di Dep­sos saat itu.

Seusai persidangan, Musfar yang mengenakan kemeja batik lengan pendek warna cokelat ber­motif bunga itu terkesan pasrah men­dengar vonis empat tahun pen­jara yang keluar dari mulut Ketua Majelis Hakim.

Sambil membasuh keringat di dahi dan membetulkan kacamata­nya, Musfar berjalan keluar arena persidangan dengan roman pan­dangan yang hampa. Sesekali, ia juga menyeka kedua matanya yang telah dibasahi air mata.

“Su­lit juga untuk mengajukan ban­ding. Kami tidak bisa berbuat apa-apa, memang sudah seperti ini sistemnya,” kata dia.

Menurut Musfar, dirinya bersa­ma tim pengacara masih mem­pu­nyai tenggat waktu satu ming­gu un­tuk menentukan sikap apa­kah mau banding atau tidak. “Po­koknya saat ini belum terpikirkan apapun. Kita lihat saja nanti,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Musfar, Ahmad Syaiful Dinar me­nilai, putusan itu tidak adil dan tidak sesuai dengan pertim­ba­ngan meringankan yang digu­na­kan majelis hakim. “Kalau di­nya­takan telah membantu negara me­ngentaskan kemiskinan, kenapa tetap dihukum, kenapa tidak di­bebaskan saja,” belanya.

Syaiful juga membandingkan hu­kuman yang dijatuhkan terha­dap kliennya dengan bekas Men­teri Sosial Bachtiar Chamsyah yang hanya dihukum 18 bulan penjara oleh majelis hakim Pe­ngadilan Tipikor Jakarta.

“Bekas Mensos hanya dihu­kum satu tahunan, sementara klien saya yang dinilai sudah membantu negara malah empat tahun,” tegasnya.

Hukumannya Sudah Pas
Andi W Syahputra, Koordinator Gowa

Vonis empat tahun penjara bagi rekanan Depsos yang ter­bukti korupsi dalam pengadaan mesin jahit tahun 2004-2006, hen­daknya mampu memberi efek jera. Inspektorat selaku pengawas pun diminta lebih mengefektifkan perannya.

Hal ini disampaikan oleh Koor­dinator LSM Goverment Watch (Gowa) Andi W Syah­put­ra, kemarin. Dia me­nya­ta­kan, putusan empat tahun pen­jara bagi Musfar Azis sudah me­menuhi prinsip hukum yang ada. Alasanya, vonis hakim ter­sebut sudah hampir mendekati tuntutan jaksa. “Itu sudah dua per tiga dari tuntutan jaksa. Jadi, saya rasa sudah cukup, su­dah pas dan bisa menunjukkan kualitas peradilan,” ujarnya.

Pada prinsipnya, putusan ha­kim atas setiap perkara, khu­sus­nya kasus korupsi, tandas dia, ha­rus mampu mewakili rasa ke­adilan masyarakat. De­ngan asum­­si itu, maka tidak akan mun­­cul lagi kekecewaan mau­pun bentuk-bentuk perla­wa­nan masyarakat pada aparat pe­ne­gak hukum.

Ia menguraikan, sempat ter­jadinya beda argumen antara jak­sa dan hakim saat  me­ne­tap­kan denda uang pengganti men­jadi hal lumrah dalam per­sidangan. Yang paling penting, lanjutnya, ada kesepakatan yang diperoleh antara jaksa mau­pun hakim.

Yang jelas, harapnya, vonis terhadap bekas bos PT Ladang Sutra Indonesia (LSI) yang di­duga merugikan keuangan ne­gara tersebut menjadi semacam warning bagi jajaran Kem­en­te­rian Sosial dan seluruh reka­nan­nya. Setidaknya, hal ini bisa mem­beri efek jera bagi setiap pemegang otoritas proyek.

“Jangan sampai preseden se­macam ini terulang lagi. Peran inspektorat setiap kementrian akan menjadi penentu ke­ber­ha­silan meminimalisasi pe­nyim­pangan,” tegasnya.

Kenapa Lebih Berat dari Mensos
Harry Witjaksana, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana memper­ta­nya­kan vonis empat tahun pen­jara yang diberikan majelis ha­kim Pengadilan Tipikor ter­ha­dap bekas Direktur Utama PT Ladang Sutera Indonesia (PT Lasindo), Musfar Azis.

Pa­salnya, vonis terhadap Musfar lebih berat ketimbang yang diberikan kepada bekas Mensos Bachtiar Chamsyah yang divonis 18 bulan penjara.

“Kok begitu. Atasan vonis­nya lebih ringan ketimbang ba­wahan. Seharusnya tidak bisa begitu, yang punya peran pen­ting itu kan atasannya,” kata­nya, kemarin.

Menurut Harry, peristiwa de­mikian pernah dialaminya manakala dia masih berprofesi se­bagai pengacara. Harry ber­ce­rita, dirinya pernah me­na­ngani kasus pengadaan barang dan jasa di suatu instansi pe­me­rintahan di Jawa Barat.

“Saya kuasa hukum dari pi­hak suppliernya. Tapi, klien saya waktu itu divonis lebih be­rat ke­timbang kepala dinasnya yang menjadi terdakwa pula,” ujarnya.

Karena itu, dirinya bersama Panitia Kerja (Panja) Revisi Un­dang-Undang Tindak Pidana Korupsi akan berusaha mem­buat peraturan baru, yakni pe­jabat tinggi yang terbukti korup­si atau memperkaya orang lain harus diberikan hukuman lebih berat ketimbang bawahannya.

“Semoga saja itu bisa diwu­judkan. Soalnya kerap terjadi vonis untuk bawahan cenderung lebih berat ketimbang atasan,” tandasnya.

Meski bukan mitra kerjanya di Komisi III, politisi Demokrat ini mengingatkan Kemensos ha­rus melakukan pengawasan ter­hadap segala macam kebijakan yang akan dilakukan.

Saat ini, katanya, yang dibu­tuhkan Ke­men­sos hanyalah ber­komitmen agar tidak terjadi ka­sus-kasus yang merugikan uang negara lagi. “Kalau komitmen su­dah dipegang teguh, saya ya­kin godaan seperti apa pun tidak akan menggoyahkan mereka,” ucapnya.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya