RMOL. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. 66 tahun negara ini memproklamasikan kemerdekaan, tapi ayat pertama dari pasal 34 UUD 1945 tersebut masih sebatas slogan dan mungkin selamanya menjadi "mimpi yang konstitusional".
Atau, apa mungkin salah satu kutipan landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia itu tidak berlaku di pedalaman Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur?
Menurut data terakhir Bupati Ponorogo, Amin, ada empat Desa di Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo yang harus mendapat perhatian khusus pemerintah. Di Desa Sidoharjo tercatat 323 penderita cacat mental dan fisik. Di Desa Krebet, tercatat 150-an penderita. Sementara di Desa Karangpatihan serta Desa Pandak tertotal lebih dari 300 orang penderita.
Menurut Amin, dari survei yang dilakukan pihaknya, ada beberapa penyebab utama wabah cacat di dukuh-dukuh yang dibawahi empat desa itu. Pertama, berupa hasil bumi yang kurang memadai. Warga tidak mendapatkan hasil bumi yang memadai karena tanah dimana mereka hidup tergolong tidak subur, mayoritas ditanami ketela, jagung atau padi. Air dan tanah di daerah itu sama sekali tidak mengandung yodium. Akibatnya, tanaman yang tumbuh di daerah itu pun sama sekali tidak mengandung cukup yodium. Rumput yang dimakan hewan juga tidak mengandung yodium. Dalam ilmu medis, kekurangan yodium adalah salah satu faktor utama penyebab keterbelakangan mental (retardasi mental).
Fakta lain yang menyebabkan wabah keterbelakangan mental, khususnya yang menimpa warga di atas usia 50 tahun, adalah masa paceklik ekstrim yang terjadi pada era 1960-an. Masa itu disebut oleh warga sebagai "zaman tikus". Hama merajalela sedangkan manusianya kurang makan. Mereka yang lahir dan dibesarkan pada era itu dapat dipastikan akan mengalami kekurangan gizi sehingga pertumbuhannya tubuh dan kecerdasannya lamban. Sebab lainnya, diakui Amin, adalah rendahnya pendidikan yang dienyam warga pedesaan. Terakhir, tradisi perkawinan saudara sedarah yang secara medis dilarang karena dapat menyebabkan cacat.
"Satu-satunya berita yang menggembirakan hanyalah, jumlah penderita keterbelakangan mental di bawah usia 25 tahun berkurang di tahun ini, jika dibandingkan tahun kemarin," ujar Bupati Amin, saat menyambut kedatangan Menteri Sosial, Salim Segaf ke Dusun Pakis, Desa Krebet, kemarin (Senin, 11/7).
Kamituwo (Kepala Dusun) Sidowayah, Desa Sidoharjo, Hindadi, dari 150 penderita cacat di kampungnya, 30 persen di antaranya cacat mental. Kebanyakan mereka cacat dari lahir atau kanak-kanak.
"Ada hampir satu RT isinya cacat semua," ungkapnya kepada
Rakyat Merdeka Online saat ditemui di kampungnya, Minggu petang (10/7).
Masih menurutnya, penyebab kasus itu adalah kekurangan gizi yodium, pendidikan yang rendah dan tiadanya akses pada pelayanan kesehatan.
"Dulu, rata-rata mereka yang sekarang cacat, dilahirkan dengan bantuan dukun beranak. Saya saja lahir dibantu dukun. Disini sangat kurang tim medis," ujarnya.
Sementara pangan sehari-hari yang dikonsumsi warga tidak bervariasi karena tanah yang kurang subur. Makanan pokoknya adalah ketela atau gaplek kemudian ditumbuk, dikeringkan dan dijadikan tiwul. Sementara hutan di sekitar perkampungan sudah menjadi milik PT Perhutani. Warga boleh saja mengolah tanah tapi hanya untuk dikonsumsi sendiri.
"Separuh dari seluruh orang cacat di Desa Sidoharjo ada di kampung saya. Jumlah di Desa Krebet masih lebih sedikit. Ini yang menimbulkan julukan kampung kami, kampung idiot," sesalnya.
Kondisi kemiskinan berpuluh-puluh tahun itu menimbulkan inisiatif dari warga untuk tidak selalu bergantung pada bantuan pemerintah dan pihak lain yang kadang-kadang datang berkunjung dan memberikan bantuan.
"Bantuan pemerintah dan pihak ketiga sering datang, tapi masyarakat sini kurang tahu cara mengelola. Dari situ kami membangun Forum Sidowayah Bangkit, untuk perbaiki nasib secara swasembada," ujarnya.
Forum Sidowayah Bangkit diketuai Sulyono, mantan Kamituwo. Tujuan dibentuknya agar masyarakat memiliki organisasi sendiri yang menjadi wadah gotong royong memperbaiki nasib sendiri.
"Dari warga untuk warga. Jadi kalau ada yang kesulitan, melalui forum ini kita bisa pikirkan cara untuk membantunya bersama-sama. Jadi gotong royong lebih terasa," ucap Hindadi.
"Terus terang, sudah banyak yang datang kemari. Dan kami bosan ditanyai tentang penyebab wabah cacat disini tapi tidak pernah memberikan solusi. Kami bosan disebut kampung idiot. Dari Forum Sidowayah Bangkit mudah-mudahan muncul ide-ide baru untuk memperbaiki nasib kami," tutur Si Kamituwo.
Kemarin, Menteri Sosial, Salim Segaf Al Jufri, meresmikan Rumah Kasih Sayang Kementerian Sosial yang dibangun di atas lahan Dukuh Pakis, Desa Krebet. Pendirian Rumah yang akan dijadikan pusat pelayanan bagi para penderita cacat mental dan fisik di Desa Sidoharjo dan Desa Krebet merupakan Rumah Kasih Sayang pertama di Indonesia. Luas bangunannya hanya 7,5x12,5 meter. Dana operasional harian Rumah berasal dari anggaran Kementerian Sosial yang dikelola oleh pemerintahan setempat di bawah pengawasan Menteri langsung.
"Di Rumah Kasih Sayang ini sehari-hari akan disiapkan makan tiga kali sehari sampai Allah memanggil mereka (penyandang cacat). Kalau ini solusi tepat, akan diteruskan di beberapa titik di Indonesia," ucapnya.
Kementerian Sosial diklaimnya sudah memetakan daerah-daerah pedalaman lain di Indonesia yang rawan penyakit cacat mental.
"Kita punya balai besar untuk penelitian dan pelayaanan pengembangan kesejahteraan sosial di Jogja. Itu sudah berjalan," ungkap Salim.
Sebelumnya, Kepala Desa Krebet, Jemiran mengaku masih belum dapat bayangan akan seperti apa operasional Rumah Kasih Sayang di waktu mendatang. Selain itu, letak Rumah juga masih dianggap terlalu jauh dari rumah warga yang membutuhkan. Jarak rumah dengan kediaman warga yang cacat bisa mencapai 3-5 kilometer. Peruntukannya pun dilakukan untuk dua Desa, Sidoharjo dan Krebet yang memiliki hampir 300 warga penderita cacat. Padahal, Rumah Kasih Sayang dirancang hanya dapat melayani maksimal 104 penderita cacat mental dan fisik.
"Fenomena ini sudah berlangsung lama. Ada mereka yang sejak lahir sudah cacat, tapi banyak juga yang cacat mental ketika dewasa. Sekitar dua tahun belakangan ini makin banyak. Tapi hanya akhir-akhir ini pemerintah pusat maupun daerah memberikan perhatian khusus," ujarnya.
Tapi seterlambat apapun itu, imbuh Jemiran, sebagai rakyat kecil dia wajib bersyukur atas perhatian khusus dari pemerintah pusat pada daerah-daerah miskin di Kecamatan Jambon.
"Kami tidak mau disebut begitu (Kampung Idiot) lagi, harus ada perubahan," lontarnya.
[ald]